Hutan mangrove, kalau dijelaskan secara ilmiah, mungkin agak susah, tetapi di dalam keseharian jika kita melihat satu deretan pohon di sepanjang pantai yang kurang lebih daunnya bersentuhan dengan permukaan air laut, tumbuh di satu tempat yang biasanya berlumpur, mempunyai ombak yang tenang, dan secara rutin terkena pasang surut air laut maka dapat dipastikan itulah hutan mangrove. Hutan mangrove cenderung tampak terdiri dari satu jenis saja walaupun sesungguhnya tidak. Kenampakan satu jenis ini ditentukan oleh kondisi habitat atau edafik dari tempat tumbuhnya. Berbeda kondisi tanah atau habitat atau edafiknya maka formasi atau jenis mangrove yang tumbuh di atasnya pun berbeda. Yang pasti, bukan pohon kelapa yang juga sering ditemukan di sepanjang pantai karena kelapa daunnya jauh di atas permukaan air.
Gambar: Salah satu tanaman mangrove itu, Sonneratia sp.
Peranan Hutan Mangrove
Kita harus menyelamatkan atau melindungi hutan mangrove, atau dalam bahasa sehari-hari dikenal dengan sebutan bakau, karena mangrove mempunyai peranan yang sangat penting khususnya di Indonesia. Luas hutan mangrove di Indonesia menempati kawasan yang paling luas di seluruh dunia (Inoue, 2019). Kedua, hutan mangrove mempunyai peranan yang sangat penting di dalam siklus karbon di bumi. Kemampuan atau daya serap dan menyimpan hutan mangrove terhadap karbon lebih besar daripada hutan atau tumbuhan terestrial lainnya. Diduga kemampuannya sekitar 4 -5 kali lebih besar daripada pohon terestrial. Semakin banyak karbon yang diserap dan disimpan maka pembentukan gas rumah kaca, yang menyebabkan pemanasan global, dapat dikurangi atau dikendalikan. Yang ketiga, hutan mangrove merupakan habitat dari berbagai jenis satwa dan atau hewan air yang sangat berguna untuk manusia kenapa mempunyai nilai ekonomi. Hutan mangrove, merupakan habitat dari kepiting, udang, tempat pemijahan dan nursing anak-anak ikan seperti ikan bandeng. Keempat, densitas dan diversitas makhluk hidup di hutan mangrove sangat tinggi karena hutan mangrove merupakan ekoton dan salah satu ciri ekoton yang paling utama adalah tingginya diversitas spesies atau biodiversity yang ada di daerah itu. Ekoton hutan mangrove merupakan pertemuan dari dua tipe ekosistem yaitu ekosistem laut atau perairan dan ekosistem darat. Itulah beberapa alasan mengapa hutan mangrove perlu kita lindungi terutama belakangan ini kita sedang diterpa oleh kondisi iklim ekstrem atau perubahan iklim yang menaikkan suhu di sekitar kita.
Kerusakan Hutan Mangrove
Ada beberapa sebab mengapa hutan mangrove rusak atau mati. Yang pertama adalah kegiatan aquaculture yang mengkonversi hutan mangrove menjadi tambak, bisa tambak ikan bandeng atau bisa tambak udang. Yang kedua adalah konversi hutan mangrove untuk kebutuhan pertanian atau perkebunan dalam bentuk sawah atau perkebunan kelapa sawit. Yang ketiga adalah konversi hutan mangrove menjadi fasilitas atau infrastruktur misalkan menjadi pelabuhan atau oil and gas facilities. Yang keempat, karena ada perubahan habitat mangrove karena proses sedimentasi lumpur yang dibawa oleh sungai ke muara dan menyebar ke sepanjang pantai. Yang kelima, walaupun masih jarang terjadi dan minor namun telah teridentifikasi terjadi di beberapa hutan mangrove, yaitu adanya invasi dari beberapa jenis mangrove eksotik yang sifatnya invasif (Davidson, Cott, Devaney, & Simkanin, 2018). Dari kelima faktor penyebab rusaknya mangrove atau hilangnya mangrove ini, yang paling populer adalah yang pertama. Kegiatan aquaculture dilihat oleh para investor atau petani sebagai kegiatan yang akan membawa keuntungan yang besar setelah hutan mangrove memberikan contoh atau indikasi banyaknya ikan, kepiting, dan udang di tempat itu.
Konservasi Hutan Mangrove
Pencegahan perambahan mangrove dapat dilakukan dengan beberapa cara, yang pertama adalah dengan memberikan pekerjaan atau pengalihan aktivitas oleh mereka yang biasa atau berpotensi dapat mengkonversi mangrove. Yang kedua adalah menjadikan mangrove itu sendiri sebagai mata pencaharian atau sumber pendapatan mereka dengan tetap mempertahankan ekosistem mangrove. Sebenarnya masih ada yang ketiga yaitu dengan cara law enforcement tetapi cara ketiga ini dirasa kurang efektif karena adanya oknum-oknum yang “mempermainkan” regulasi atau peraturan.
Memberikan pekerjaan atau pengalihan aktivitas masyarakat bisa dalam bentuk building capacity untuk menambah penghasilan para masyarakat misalkan dengan kegiatan pertanian atau pengolahan hasil pertanian atau peternakan yang sama sekali tidak bersentuhan dengan kegiatan mangrove. Program building capacity telah banyak dilakukan oleh para LSM, yang kadang-kadang bekerja sama dengan perusahaan di dalam program CSR-nya, mempunyai kemampuan dan pengalaman yang cukup, sehingga peranannya perlu diapresiasi.
Program konservasi yang kedua, dimana kita ingin menjadikan mangrove sebagai sumber penghasilan atau tambahan penghasilan tanpa mengubah ekosistem itu, seperti produksi bahan pewarna alami, kerajinan dengan menggunakan limbah pohon mangrove. Namun, yang paling populer adalah dengan program ekowisata. Namun, ada dua hal yang sering mengganggu kegiatan ekowisata yang dapat berujung pada kerusakan hutan mangrove. Pertama adalah over-visitor yang dapat berdampak kepada kebutuhan pembangunan fasilitas yang berlebihan. Kondisi ini berpotensi merusak ekosistem misalkan kebutuhan akan trek atau paving yang lebih panjang, lebih lebar, lebih kuat yang dapat merubah atau mengorbankan sebagian dari hutan mangrove. Yang kedua adalah kegiatan penunjang seperti penyediaan tempat parkir, toilet, tempat makan yang akan menghasilkan limbah atau sampah. Jika limbah ini tidak dikelola dengan baik maka akan mempengaruhi kesehatan dari mangrove. Silakan menggunakan mangrove sebagai ekowisata tapi ada persyaratan, paling tidak dua hal itu, yang harus diperhatikan.