Mohon tunggu...
Radjali Amin
Radjali Amin Mohon Tunggu... Dosen - Diisi apa ya?

Karena hidup itu setiap hari dan mati hanya sekali maka sebisa mungkin kita manfaatkan hidup kita.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Apakah Sampah Plastik di Laut Menjadi Penyebab Kematian Hiu Paus di Pantai Congot, Kabupaten Kulon Progo?

20 September 2020   18:29 Diperbarui: 20 September 2020   19:39 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarin, 19 September 2020, ada seekor ikan raksasa, hiu paus totol mati dan terdampar di Muara Bogowonto yang berada di Pantai Congot, Kulon Progo. Begitu kira-kira text yang tersebar di WA grup Jejaring LHK - Kulon Progo sebelum beritanya tersebar di media massa on-line. Mungkin kita akan bertanya-tanya, ikan macam apa ini? Apakah persilangan antara ikan hiu dan ikan paus? Totolnya seperti apa? Kok bisa mati? Kok bisa terdampar? Benarkah sudah mati? Dan masih banyak pertanyaan lain seputar ikan ini dan kematiannya.

Hiu paus, biasanya hanya disebut seperti itu dan tanpa “totol”, mungkin terjemahan langsung dari Bahasa Inggris whale shark, atau dalam Bahasa Latin dikenal dengan nama Rhiniodon typus Smith atau Rhineodon typus atau Rhincodon typus, nama genus terakhir ini paling jarang dipakai, pertama kali diidentifikasi pada tahun 1828 oleh Dr. Andrew Smith yang secara tidak sengaja menombak (harpoon) ikan ini di Table Bay, Afrika Selatan (Colman, 1997). Persebaran ikan ini berada di daerah tropis hingga samudra di zona temperate yang hangat. Karena baru “dikenal” pada tahun 1828, jadi ikan ini masih relatif muda jika dibandingkan dengan ikan hiu atau paus. Hiu putih atau Carcharodon carcharias sudah diidentifikasi kurang labih satu abad sebelumnya, yaitu pada 1758 (Ehret et al., 2012), demikian juga dengan paus atau Balaenoptera physalus (Lambertsen, 1985).

Hiu paus dikenal sebagai ikan yang mempunyai ukuran yang besar, yaitu > 300 cm, sementara ikan yang ukurannya kecil adalah < 100 cm, bahkan dideklarasikan sebagai ikan hidup terbesar di dunia (Colman, 1997). Motif totol-totol di badannya belum diketahui fungsinya hingga sekarang namun diduga merupakan sifat yang diturunkan (phyletic) dari kerabatnya yang tinggal atau berburu di dasar laut. Dugaan yang lain berhubungan dengan tempat hidupnya di pelagic-oceanik dimana corak totol ini berfungsi untuk mengurangi paparan sinar matahari di kulitnya. Sementara itu, motif totol pada ikan dasar laut berfungsi sebagai alat kamuflase ketika mereka berenang atau mengintai mangsa di dasar laut.

Ruang hidupnya berada di kolom air laur pelagik, yang kaya akan sumber makanannya, atau yang tidak dekat dengan dasar laut dan pada laut lepas (oceanic) dimana hal ini sesuai dengan cara pemangsaan ikan ini yang dikenal dengan filter-feeding. Ikan ini memangsa pakannya dengan cara “menghisap dan menyaring” dan bukan memangsanya satu per satu. Karena tempat hidupnya inilah maka ikan ini mudah ditangkap atau tertangkap.

Pertumbuhan badannya lambat, demikian juga dengan pertumbuhan kedewasaannya yaitu 17 tahun untuk yang jantan dan 19-22 tahun untuk yang betina, sehingga ikan ini memiliki usia yang relatif panjang sampai lebih dari 80 tahun (Hsu, Joung, Hueter, & Liu, 2014). Karena mudah tertangkap dan pertumbuhan kedewasaannya yang relatif lambat maka pemulihan populasi ikan ini juga lambat dan dapat berdampak negatif jika diburu secara berlebihan, seperti yang terjadi di perairan Filipina beberapa tahun yang lalu.

Berbicara masalah pakannya, karena cara memakannya adalah filter-feeding maka ikan ini berada di zona pelagik yang kaya akan sumber pakan seperti plankton termasuk ganggang, nekton dengan contoh udang-udangan kecil antara lain udang dan anak kepiting, ikan kecil seperti sardine, teri, cumi, anak tuna. Dapat dikatakan, apa saja yang dihisap ke dalam mulutnya dan tersaring, maka itulah yang menjadi pakannya. Mempelajari bagaimana ikan ini memangsa dan jenis makannya yang sangat bervariasi, maka jauh-jauh hari Silas and Rajagopalan (1963) menamai ikan ini sebagai ikan yang omnivora atau pemangsa segala jenis.

Menilik dari cara makan ikan ini, ada kekhawatiran sampah –sampah di laut, seperti kantong plastik dan sedotan plastik, telah menjadi penyebab kematiannya. Sedih. Hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Abreo, Blatchley, and Superio (2019) terhadap seekor ikan hiu paus yang terdampar kemudian mati di perairan Filipina menemukan sampah laut, terutama plastik, banyak ditemukan di sistem pencernaan dan pernafasan ikan ini. Habitat ikan hiu paus di Perairan Jawa juga memiliki lebih banyak sampah plastik daripada tempat-tempat lain yang mungkin termakan oleh ikan ini dan dapat berakibat fatal (Germanov et al., 2019).

Hiu paus di Muara Bogowonto tidak diperiksa penyebab kematiannya dan telah dikuburkan hari ini. Lepas dari penyebab pasti kematiannya, kita dapat menduga bahwa sampah plastik yang banyak dibuang atau bermuara di laut menjadi salah satu kemungkinan penyebab kematiannya. Oleh sebab itu, ada baiknya kita semua mengurangi bahkan kalau bisa menghentikan pembuangan sampah plastik secara sembarangan atau di sungai/laut.

Daftar Bacaan:

Abreo, N. A. S., Blatchley, D., & Superio, M. D. (2019). Stranded whale shark (Rhincodon typus) reveals vulnerability of filter-feeding elasmobranchs to marine litter in the Philippines. Marine pollution bulletin, 141, 79-83.

Colman, J. G. (1997). A review of the biology and ecology of the whale shark. Journal of Fish Biology, 51(6), 1219-1234.

Ehret, D. J., Macfadden, B. J., Jones, D. S., Devries, T. J., Foster, D. A., & SALAS‐GISMONDI, R. (2012). Origin of the white shark Carcharodon (Lamniformes: Lamnidae) based on recalibration of the Upper Neogene Pisco Formation of Peru. Palaeontology, 55(6), 1139-1153.

Germanov, E. S., Marshall, A. D., Hendrawan, I. G., Admiraal, R., Rohner, C. A., Argeswara, J., . . . Loneragan, N. R. (2019). Microplastics on the menu: Plastics pollute Indonesian Manta Ray and Whale Shark feeding grounds. Frontiers in Marine Science, 6, 679.

Hsu, H. H., Joung, S. J., Hueter, R. E., & Liu, K. M. (2014). Age and growth of the whale shark (Rhincodon typus) in the north-western Pacific. Marine and Freshwater Research, 65(12), 1145-1154.

Lambertsen, R. H. (1985). Taxonomy and Distribution of a Crassicauda Species (Nematoda: Spirurida) Infecting the Kidney of the Common Fin Whale (Balaenoptera physalus Linné, 1758). The Journal of Parasitology, 71(4), 485-488. doi:10.2307/3281543

Silas, E., & Rajagopalan, M. (1963). On a recent capture of a whale shark (Rhincodon typus Smith) at Tuticorin, with a note on information to be obtained on whale sharks from Indian waters. Journal of the Marine Biological Association of India, 5(1), 153-157.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun