Mohon tunggu...
Radja Yosua
Radja Yosua Mohon Tunggu... Mahasiswa - sedikit sedikit jadi bukit

antara kopi, sore, dan kita

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Isu Praktik Patronase dan Klientelisme dalam DPRD Provinsi Jawa Barat

29 Desember 2023   17:51 Diperbarui: 29 Desember 2023   17:51 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terdapat juga hak hak yang dimiliki oleh DPRD yang diantaranya adalah,

  • Hak interpelasi, hak ini adalah sebuah hak bagi DPRD untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
  • Hak angket, hak ini adalah sebuah hak bagi DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada.
  • Hak menyatakan pendapat, hal ini adalah sebuah suatu keharusan yang dilakukan oleh anggota DPRD untuk menyatakan pendapat atau pandangannya terhadap suatu program, kinerja, dan hal hal penting mengenai jalannya penyelengaraan pemerintahan dengan mitranya.

Tindakan patronase dan klientelisme merupakan tindakan yang tidak terpuji, baik secara etis maupun secara regulasil. Tindakan ini sendiri memiliki dampak yang sangat besar dalam jalannya pemerintahan, hal ini terkait dengan kerugian kerugian yang akan dialami oleh pemerintah. Kerugian itu dapat mengacu kepada kerugian secara langsung maupun kerugian tidak langsung. Tetapi sebelum mengetahui tentang dampak dari patronase dan klientelisme, perlu diketahui definisi dari patronase dan klientelisme itu sendiri.

Menurut Ward Berenschot yang merupakan seorang profesor antropologi politik komparatif di Universitas Amsterdam dan peneliti senior di KITLV yang mendefinisikan mengenai klientelisme yang merupakan sebuah bentuk dana kampanye dan keuntungan dari negara yang di distribusikan berdasarkan kepada hubungannya terhadap dukungan elektoral atau dukungan politik. Dilain sisi terdapat juga definisi daripada patronase menurut Edward Aspinall yang merupakan seorang Profesor Politik dari Departemen Perubahan Politik & Sosial di Coral Bell School of Asia Pacific Affairs yang mendefinisikan patronase sebagai sebuah bentuk distribusi sumber daya material demi mencapai tujuan tertentu dan dapat memberikan sebuah manfaat politik dan secara khusus sebuah sumber daya material yang di distribusikan melalui jaringan klientelistik yang berdasar dengan mengacu  kepada relasi kekuasaan personal. Contoh dari tindakan patronase dalam politik adalah yaitu adalah penggunaan sumber daya negara untuk memberi penghargaan kepada individu atas dukungan elektoral mereka. Terdapat juga contoh dari tindakan klientalisme dalam politik adalah yaitu adanya pertukaran barang dan jasa untuk mendapatkan sebuah dukungan yang bersifat politik.

Dalam tindakan patronase dan klientelistime terdapat studi kasus yang beragam, seperti yang ada di DPRD Jawa barat. Tetapi studi kasus ini hanya berupa isu atau hanya sebatas rumor  yang berkembang kala itu dan tidak terbukti kebenarannya. Terdapat isu daripada tindakan patronase yang berbentuk kasus pertukaran barang atau jasa untuk sebuah dukungan politik. Kala itu ada isu atau rumor yang berkembang di DPRD Jawa Barat, rumor ini mengatakan bahwa adanya penggunaan APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) yang digunakan untuk membeli sebuah unit mobil, pembelian unit mobil ini ditujukan untuk sebuah dukungan politik pada anggota DPRD. Unit mobil yang menjadi rumor adalah Mitsubishi Pajero Sport. Rumor ini diperkirakan mencuat pada tahun 2018 silam. Walaupun pada akhirnya hal ini terbukti tidak benar dan hanya sebatas isu yang berkembang semata. Tetapi dengan adanya rumor atau isu ini maka dapat digambarkan sebuah contoh dari praktik patronase yang dapat saja terjadi di sebuah pemerintahan. 

Terdapat juga rumor atau isu yang berkembang di DPRD Jawa Barat yaitu mengenai tindakan klientelisme yang terjadi yaitu mengenai penggunaan dana atau fasilitas negara untuk mendukung seseorang secara politik. Kala itu diisukan bahwa adanya penggunaan APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) untuk membantu kampanya seorang anggota DPRD. Pembantuan kampanye ini diisukan dengan menggunakan kalender untuk kelak berkampanye. Rumor ini mencuat pada tahun 2019 silam yaitu mendekati masa pemilihan. Walaupun pada akhirnya hal ini terbukti tidak benar dan hanya sebatas isu yang berkembang semata. Tetapi dengan adanya rumor atau isu ini maka dapat digambarkan sebuah contoh dari praktik klientalisme yang dapat saja terjadi di sebuah pemerintahan.

Upaya pencegahan daripada praktik patronase dan klientelistime melingkupi berbagai macam bagian dari lembaga pemerintahan, tak terkecuali bagi DPRD di Provinsi Jawa Barat.  Upaya pencegahan dari hal ini sebagian besar dilakukan dengan bersifat preventif atau untuk dapat mencegah sebelum adanya kejadian. Upaya tersebut dapat dilihat dalam bentuk nyata seperti bagi para anggota DPRD baru adanya bimtek atau dalam artian yaitu bimbingan teknis guna untuk pendalaman peran dan fungsi daripada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang diselenggarakan oleh Kemendagri (Kementrian Dalam Negeri). Terdapat juga upaya bentuk pencegahan daripada praktik patronase dan klientelisme lainnya seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang memberikan sosialisasi anti korupsi yang di dalamnya juga memuat mengenai praktik patronase dan klientelisme di dalamnya, sosialisasi ini pada dasarnya dilakukan pada akhir tahun. Setiap anggota DPRD juga wajib untuk mendaftarkan LHKPN (Laporan Jarta Kekayaan Pejabat Negara) yang dimilikinya masing masing.

Transparansi merupakan sebuah hal yang sangat penting dalam suatu pemerintahan, transparansi berfungsi untuk memberikan jaminan bahwa semua proses pemerintahan berjalan dengan baik, dan bebas dari tindakan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang marak dilakukan. Bahkan dilansir dari laman Kementrian Keuangan bahwasannya transaparansi adalah merupakan salah satu hal yang terkandung dalam asas good governance. pendefinisian dari transparansi itu sendiriadalah sebuah prinsip yang merupakan penyediaan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh para pemangku kepentingan. Pemerintah wajib untuk dapat memberikan informasi yang relevan secara tepat dan jelas kepada para pemangku kepentingan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Jika membahas mengenai transparansi daripada proses politik Dalam DPRD Provinsi Jawa Barat maka dapat dilihat jelas dalam adanya keterbukaan dalam setiap rapat, bahkan setiap rapat paripurna disediakan streaming dari platform media sosial untuk mengikutsertakan masyarakat agar dapat melihat proses politik yang terjadi secara transparan. Bahkan setiap rapat dengan mitrapun baik dalam pembahasan program dan sekalipun anggaran, DPRD memiliki sifat rapat terbuka yang bahkan dapat dihadiri oleh media sebagai penjalanan dari fungsi check and balancing yang dimiliki. Walaupun dilain sisi terdapat juga rapat yang bersifat tertutup, seperti rapat pimpinan yang di dalamnya banyak memberikan evaluasi kepada para staff dan kinerja dari suatu divisi yang sifatnya internal.

Patronase dan klientelisme merupakan sebuah tindakan yang tidak terpuji. Tindakan ini juga berarti sebuah pelanggaran yang serius bilamana dilakukan baik dalam skala apapun. Oleh karena itu terdapat juga dampak daripada tindakan patronase dan klientalisme  yang diambil dari dua sisi yaitu yang pertama adalah dampak kerugian dari sisi materil dan yang kedua terdapat juga dampak kerugian dari sisi non-materil. Adapun dampak dari tindakan patronase dan klientelisme bila dilakukan diantaranya adalah,

Sisi materil, kerugian negara dari sisi materil adalah merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan terutama dalam peristiwa patronase. Karena seperti yang kita ketahui bahwa didalam tindakan patronase terdapat penggunaan sumber daya negara untuk memberi penghargaan kepada individu atas dukungan elektoral mereka. Kerugian negara ini dapat hadir dalam berbagai macam bentuk seperti berupa uang (dana yang dimiliki) dan fasilitas (berupa penggunaan fasilitas yang dimiliki oleh negara tetapi tidak dengan keperuntukannya).

Sisi non-materil, Salah satu kerugian dari tindakan patronase dan klientalisme  dari sisi non-materil adalah hilangnya asas Good Governance , asas ini merupakan hal yang sangat penting dan wajib untuk dijunjung tinggi dalam jalannya sebuah pemerintahan. Tetapi dengan adanya tindakan seperti patronase dan klientelisme maka hal tersebut akan hilang. Pada dasarnya sebuah pemerintahan harus berjalan dengan jujur, adil, dan transparan agar dapat mencapai titik Good Governance. Sementara dalam praktek klientalisme terdapat pertukaran barang dan jasa untuk mendapatkan sebuah dukungan yang bersifat politik yang sifatnya saja sudah tidak jujur dan adil.

Adanya peristiwa seperti tindakan patronase dan klientelisme merupakan sebuah peristiwa yang tidak terpuji, terutama dalam pemerintahan yang berjalan di suatu negara. Adanya Patronase dan Klientelisme merupakan salah satu bukti dari cacatnya moral dari pihak birokrat dan pemangku kekuasaan yang ada. Tindaka patronase dan klientalisme juga serta merta menunjukan rendahnya asas integrasitas yang dimiliki oleh para pemangku kekuasaan. Dengan berbagai macam alasan yang ada maka tindakan patronase dan klientelisme harus berhenti dan tidak boleh untuk dilakukan lagi kedepannya, untuk dapat mencegah hal ini terulang kembali maka diperlukan sebuah tindakan penegakan hukum yang dilakukan dengan dukungan penuh dari pemerintah pusat terutama pada implementasi dari penegakan hukum itu sendiri. Penegakan hukum yang dimaksudkan ini adalah bertujuan untuk mencegah tindakan patronase dan klientalisme untuk dapat terjadi lagi kedepannya. Sekalipun sangat sulit untuk mencegahnya dikarenakan tindakan ini pada umumnya dilakukan dibawah meja dan berada dalam lingkup politik yang dapat dikatakan bersifat tertutup. Selain upaya pencegahan dari aspek penegakan hukum, diperlukan juga adanya penanaman asas kejujuran dan keadilan kepada para birokrat serta pemangku kekuasaan. Hal ini sendiri ditujukan dengan guna untuk mencegah adanya praktek patronase dan klientelisme agar tidak dapat terjadi lagi kedepannya. Bilamana para birokrat serta pemangku kekuasaan yang ada mengemban sebuah pandangan atau sebuah paham yang menjunjung tinggi asas kejujuran dan keadilan, maka jalannya pemerintahan diharapkan dapat efisien serta efektis dan yang paling penting tidak terdapatnya tindakan seperti patronase dan klientalisme. Penanaman asas ini dapat dilakukan dengan melalui berbagai macam cara seperti penanaman komitmen yang dilakukan secara bersama dalam bertugas, adanya sosialisasi dari pihak terkait yang ditujukan kepada para birokrat dan pemangku kekuasaan, dan yang tak kalah penting yaitu adalah implementasi pada jalannya sebuah pemerintan itu sendiri yang belandaskan pada asas tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun