Mohon tunggu...
Radix WP Ver 2
Radix WP Ver 2 Mohon Tunggu... -

Saya seorang liberal-sekuler. Akun terdahulu: http://www.kompasiana.com/radixwp

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sensor Tubuh Perempuan di Layar Kaca

20 September 2016   17:17 Diperbarui: 20 September 2016   17:32 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para pelaku asoy geboy tersebut menceritakannya langsung kepada saya sambil terkekeh-kekeh. Mereka justru heran dengan isi RUU APP—yang jadi obrolan kami ketika itu—yang hendak melarang rok mini. Mereka bilang, “Memangnya kami sekarang jadi nenek-nenek yang dianggap buruk hanya karena kami dulu suka pakai rok mini, lalu sekarang membebaskan anak, menantu, dan cucu pakai rok mini juga?”

Bahkan kaum terpelajar yang kini lanjut usia bisa merasakan adanya sentimen “antipati kepada tubuh perempuan” yang berkembang belakangan ini.

Saya juga ingat waktu kecil dulu dresscode di kolam renang umum sangat ketat. Jika tidak pakai kostum renang tidak boleh masuk air. Maka semua pengunjung pun mengenakan kostum renang, yang ketika itu model bagi perempuan selalu menampakkan paha. Kini, di kolam renang yang tiketnya tergolong mahal pun banyak perempuan “berpakaian lengkap” berenang tanpa ditegur petugas kolam. Ada gerakan tertentu yang menghasut para perempuan tersebut untuk tidak mengenakan kostum renang.

Dulu, acara berita di TVRI—yang total durasi perharinya cukup banyak—menampilkan penyiar yang mengenakan kebaya. Tentu saja, kainnya menerawang, pas badan, serta menampakkan belahan dada. Arsipnya cukup banyak di Youtube. Dan di awal era TV swasta, RCTI enteng saja menayangkan serial Baywatch. Bagian tubuh tertentu dari Erika Eleniak dan Pamela Anderson pun cukup jelas terlihat. Untuk acara lokal, film-film Warkop Prambors diputar ulang, lengkap dengan adegan joget berbikini di tepi kolam.

Tayangan-tayangan tersebut tidak ada yang mempermasalahkan. Cuma ada satu kali protes sejumlah orang terhadap serial Wonder Woman, di mana kostum Lynda Carter dianggap terlalu seksi. Tapi, pengaruh protes tersebut tak bertahan lama, sehingga tayangan-tayangan berikutnya yang berkostum serupa—misalnya Xena Warrior Princess—diputar tanpa masalah.

------

Ironisnya, pengekangan justru mulai marak setelah tumbangnya rejim otoriter Soeharto. Reformasi yang mestinya membawa semangat kebebasan, diartikan kalangan tertentu sebagai “bebas menuntut agar pemerintah mengekang kebebasan pihak-pihak lain”. Dan makin parah ketika pemerintahan yang lemah—misalnya rejim Yudhoyono—malah mengiyakan tuntutan egois seperti itu.

Kini, menonton TV lokal tak lagi nyaman. Sebagian acaranya adalah infotainment dan reality show abal-abal yang tak bermutu. Di luar itu, acara-acara yang cukup menarik sering diganggu oleh sensor, termasuk pemburaman tubuh atlet renang yang berlaga di ajang olahraga kebanggaan bangsa kemarin.

Perlukah semua itu? Jika menyimak kisah para mahasiswi dengan rok mini di awal dekade 1970an, hingga acara-acara TV masa lalu yang tidak paranoid terhadap tubuh perempuan, hal-hal seperti itu tak pernah memicu maraknya kejahatan seksual. Perkosaan justru banyak terjadi belakangan, setelah pemburaman merajalela di layar kaca, seiring masuknya kultur asing yang misoginis ke dalam masyarakat kita.

Kita bisa bandingkan nasib para TKW Indonesia di luar negeri. Di Hongkong dan Taiwan, di mana sensualitas dibebaskan, mereka jauh lebih aman dari kejahatan seksual dibandingkan mereka yang bekerja di Timur Tengah yang penuh pengekangan. Karena tak terbiasa melihat tubuh perempuan, para laki-laki Arab gampang terdorong memperkosa hanya karena melihat sekilas betis perempuan Asia Tenggara.

Atau contoh lain, begitu banyaknya turis perempuan berpakaian terbuka, suka berjalan sendirian di lorong-lorong gelap sekitar Kuta, sementara tingkat kejahatan seksual di sana tergolong sangat rendah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun