Mohon tunggu...
Radix WP Ver 2
Radix WP Ver 2 Mohon Tunggu... -

Saya seorang liberal-sekuler. Akun terdahulu: http://www.kompasiana.com/radixwp

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Risma Sebaiknya Tetap di Surabaya

2 Agustus 2016   22:42 Diperbarui: 8 Agustus 2016   23:30 1789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Agen PKS untuk menyingkirkan Ahok, sekaligus melemahkan PDI-P. Sumber foto: www.jateng.pks.id

“Jakarta sekarang dalam kondisi sakit,” begitu kata Neno Warisman dari kelompok Jaklovers.

Saya adalah warga Surabaya yang biasanya tak suka datang ke Jakarta kecuali terpaksa (ada tugas kerja atau semacamnya). Belakangan ini saya—bersama banyak org lain seperti Oom Daniel HT dan Oom Tjiptadinata Effendi—merasa Jakarta jadi lebih nyaman, terutama setelah dipimpin oleh Jokowi lalu sekarang oleh Ahok.

Kalau begitu, mananya yang sedang sakit? Seperti yang sakit meriang panas-dingin sih para pembenci Ahok. Misalnya PKS, yang salah satu kadernya adalah eks-penyanyi pop Neno Warisman.

Jakarta baik-baik saja di tangan Ahok. Sebagaimana Surabaya juga baik-baik saja di tangan Risma. Kedua kota besar ini berjalan on the right track.

Kelompok Jaklovers adalah manuver dari PKS. Bukan hanya Neno yang kader pusat. Ahmad Suyanto yang pemimpin PKS Surabaya juga bergerak dalam kelompok ini. Mereka punya kepentingan politik di level Surabaya, Jakarta, dan nasional sekaligus dalam usahanya memboyong Risma ke Jakarta.

Sayangnya, gerakan ini ternyata malah dibiarkan—jika tak bisa disebut didukung—oleh sejumlah oknum pengurus PDI-P macam Bambang DH. Mereka ini hanya mengutamakan kepentingan para elite PDI-P, hingga mengabaikan kalkulasi kepentingan partai dalam jangka panjang.

Mari kita lihat perspektif dari pihak PKS...

Mereka sangat anti-Ahok. Jika Ahok sampai menang dalam pilgub mendatang, maka rakyat Indonesia akan terbiasa memilih pemimpin tanpa memandang agama. Tentu hal ini bertentangan dengan ideologi transnasional Ikhwanul Muslimin yang dianut oleh PKS.

Pemerintahan Ahok juga tak kondusif bagi gerakan ideologis kaum islamis. Ahok galak terhadap FPI, yang selama ini suka mengganggu kaum abangan. Ahok melarang sekolah-sekolah negeri mewajibkan jilbab, padahal lembaga pendidikan adalah lahan infiltrasi kaum islamis.

PKS sadar bahwa mereka tak punya jago yang mampu menandingi Ahok. Mau Hidayat Nurwahid, atau Ahmad Heryawan, atau Nurmahmudi Ismail, pasti akan kalah melawan Ahok. Karena itu, mereka berusaha menghasut PDI-P agar tak jadi partai pengusung/pendukung Ahok. Caranya adalah dengan membujuk Risma—kader PDI-P di Surabaya—agar mau ke Jakarta.

Sebagian elite PDI-P yang anti-Ahok akan menari dengan iringan gendang PKS ini. Demi kepentingan jangka pendek dalam pilgub Jakarta, PKS mau berkoalisi dengan PDI-P yang pemenang pemilu lalu. Bersekutu dengan pihak penguasa kan salah satu modus operandi PKS.

Jika Risma sampai menang di Jakarta, PKS bukan saja menggusur Ahok. Mereka juga bakal minta aneka konsesi politik kepada Gubernur Risma sekaligus kepada Fraksi PDI-P di DPRD Jakarta. Misalnya, orang PKS jadi kepala dinas atau semacamnya. Tak ada istilah “dukungan ikhlas” dalam kamus mereka.

Keuntungan lain bagi PKS adalah di level Surabaya dan level Jawa Timur. Kota Surabaya akan jatuh ke tangan Wisnu Sakti Buana yang tak terlalu disukai oleh warga Surabaya. PKS jadi lebih mudah menebar isu yang menjauhkan warga Surabaya dari PDI-P. Sedangkan di level Jawa Timur, tiadanya Risma berarti PKS lebih leluasa mencari calon gubernur dalam pilkada 2018.

Seandainya Risma ternyata kalah di Jakarta, maka hubungan antara Gubernur Ahok dan PDI-P bakal makin buruk. Di Surabaya pun, warga akan jengkel kepada PDI-P yang memaksakan Risma ikut petualangan politik ke Jakarta. Warga Surabaya mungkin akan berusaha menjauhkan Risma dari PDI-P.

Apapun hasilnya, pengaruh PDI-P di Jakarta, Surabaya, dan Jawa Timur akan melemah. Hal ini akan memudahkan PKS berkonsolidasi dan mempengaruhi masyarakat luas demi pemenangan dalam pemilu berikutnya. Inilah misi besar yang diusung oleh Neno Warisman dan kelompok Jaklovers-nya.

PDI-P harus mewaspadai hal ini. Jangan pernah berpikir bahwa warga Surabaya akan sudi didikte oleh elite partai. Kami arek Suroboyo memang rata-rata abangan dan sejalan dengan ideologi PDI-P, tapi kami ingin partai melayani kepentingan kami. Bukannya kami sekadar jadi stempel legitimasi—lewat suara dalam pemilu—demi agenda para elite PDI-P.

Beberapa tahun terakhir, saya aktif mendukung PDI-P. Misalnya, merekomendasikan PDI-P sebagai partai yang paling layak dipilih dalam pemilu legislatif. Juga mendukung para tokoh yang diusung oleh PDI-P. Mulai dari Risma-Bambang DH di Surabaya 2010, Jokowi-Ahok di Jakarta 2012, Ganjar Pranowo di Jawa Tengah 2013, Jokowi-JK dalam pilpres 2014, dan terakhir Risma-Wisnu di Surabaya 2015.

Sampai saat ini, saya masih menaruh harapan kepada PDI-P. Partai ini pasti bisa melihat bahwa Risma adalah kandidat terbaik dalam pilgub Jawa Timur 2018, yang jauh lebih besar peluangnya ketimbang Bambang DH yang sudah gagal pada pilgub 2013. Saya masih percaya Megawati akan mengambil langkah paling bijak demi kepentingan partai, warga Jakarta, dan warga Surabaya.

Artikel terkait:

- Cinta Risma? Atau Cuma Karena Benci Ahok?

- PDI-P dan Ahok: Vox Populi Vox Dei

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun