Toko Buku Pusat di Guangzhou, Tiongkok
Karena keinginan menggebu saya untuk belajar akupuntur sengat lebah dan mandarin, maka beberapa toko buku di Guangzhou, Tiongkok telah saya kunjungi. Tidak juga menemukan buku yang saya cari, maka saya memutuskan untuk mencari toko buku yang dekat dengan tempat saya di aplikasi peta smartphone.
 Aplikasi tersebut memberi alamat Toko Buku Pusat Guangzhou dengan alamat di 123 () dan segera saya menuju ke sana. Setelah bertanya kiri kanan, dengan bahasa mandarin bercampur bahasa tarzan, sampailah saya di toko buku yang dimaksud. Tampak dari luar bukanlah toko buku dan tampak dari dalam hanya membuat geleng geleng kepala.
Toko buku ini terdiri dari tujuh lantai, dan setiap lantai berisi buku dengan disiplin ilmu tertentu, Akupuntur sengat lebah adalah cabang ilmu pengobatan tradisional Tiongkok, yang mana berada di lantai 6. Saya segera bergegas ke lantai 6, dan menemukan saya seakan berenang diantara tumpukan buku.Â
Di sini orang bebas untuk membaca sampai puas, dan yang saya heran, orang orang Tionghua bersemangat sekali untuk membaca (sampai saya harus mengucapkan permisi beberapa kali untuk bisa lewat). Sampai di lantai disiplin ilmu yang saya tuju, saya terpaksa bertanya kepada petugas yang berjaga karena banyaknya buku. Disini saya lihat banyak orang orang Tionghua memotret halaman demi halaman buku dengan smartphone mereka, dan tidak ada petugas yang menegur, seakan akan, setiap orang sibuk dengan dunia mereka sendiri dan petugas memakluminya.
Setelah selesai mendapatkan buku yang saya mau, saya segera berjalan jalan dan melihat lihat. Dari lantai satu sampai lantai 7 saya kunjungi dengan senang, mendengar lagu lagu mandarin di putar, mendengar percakapan mandarin terujar, mencium bau buku dan aroma parfum Tionghua, membaca tulisan mandarin serta papan papan petunjuk yang bertuliskan mandarin, memegang buku buku buatan Tiongkok yang tebal tebal dengan hati hati serta penuh rasa ingin tahu, mengamati orang Tiongkok dan membandingkannya dengan apa yang saya pernah baca di Koran dan majalah serta kata orang, melihat gadis gadis Tiongkok yang berkulit kuning, bermata sipit, kurus dan berbicara serta bekerja dengan cepat, bercakap cakap dan mengerti cara pandang mereka, Â sungguh pengalaman baru yang menyenangkan bagi saya.
Setelah dua jam berjalan jalan, saya mulai berpikir untuk membeli buku belajar Mandarin dengan pengantar bahasa Indonesia. Saya pun segera mencari disiplin ilmu yang dituju, yaitu Butonghua, atau bahasa Mandarin Nasional. Sampai di lantai yang dituju, saya segera bertanya kepada pegawai toko, adakah buku belajar mandarin dengan pengantar bahasa Indonesia? Setelah sang pegawai mencarikan di basis data komputer toko, maka saya dituntun ke suatu rak kecil, yang berisi buku belajar mandarin dengan pengantar bahasa Indonesia.Â
Disini saya melihat perbandingannya, buku buku belajar mandarin dengan pengantar bahasa luar negeri ada satu lantai banyaknya, namun untuk bahasa Indonesia hanya satu rak kecil saja. Karena yang saya cari tidak ada, maka saya membeli buku belajar mandarin dengan bahasa pengantar Bahasa Inggris.Â
Entah karena bahasa Indonesia jarang dipakai, atau karena minat orang Indonesia akan bahasa mandarin kurang, entahlah, tetapi hal ini  tidak saya jumpai di toko toko buku di Guangzhou saja, tetapi di toko toko buku di Indonesia juga seperti itu, saya jarang menjumpai buku buku belajar mandarin dengan pengantar Indonesia dalam jumlah banyak. Kamus elektronik mandarin di smartphone sebagian besar juga menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar.
Sembari pulang membawa buku buku yang telah saya beli, saya mulai berpikir, apakah yang salah dengan bahasa Indonesia? Apakah yang salah dengan Indonesia? Setelah lama berpikir, akhirnya saya mencapai suatu kesimpulan, daripada mencari alasan mengapa lampunya mati, bukankah lebih baik jika menyalakan lilin terlebih dahulu. Oleh karenanya saya ingin untuk menerjemahkan buku belajar mandarin ke bahasa Indonesia.Â
Ada banyak buku belajar mandarin, tetapi yang saya pilih adalah buku HanyuJiaoCheng ke 2 yang untuk lanjutan, karena buku ini terbilang bagus, tata bahasa dan contohnya lengkap, kosakatanya juga penuh. Kamus yang saya pilih sebagai acuan adalah kamus Besar Indonesia Tiongkok karangan  Mudiro. Selesai memilih, saya lalu mencari kawan kawan yang mandarinnya lebih baik dari saya dan mulai untuk menerjemahkan buku tersebut. Kami berharap buku tersebut dapat digunakan oleh rekan rekan pendidik Mandarin untuk memajukan pendidikan bangsa ini.
Setelah tertunda oleh kesibukan yang banyak, akhirnya terjemahan HanyuJiaoCheng ke 2 yang lanjutan ini selesai, masih jauh dari sempurna, tetapi semoga bisa bermanfaat untuk kemajuan bangsa ini. Buku bisa di unduh di sini.
Foto Foto
Berikut beberapa foto tentang toko buku terbesar di Guangzhou, China. Semua foto adalah dokumentasi pribadi penulis kecuali gambar buku mandarin yang saya ambil dari halaman ini.
Terdapat tujuh lantai, dengan masing masing lantai berisi beberapa disiplin ilmu. Begitu masuk pengunjung bisa melihat disiplin ilmu yang mereka hendak cari,
Demikian dari saya, semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H