Kepemimpinan nasional yang telah berganti-ganti sebanyak tujuh kali terbukti belum sanggup meletakkan dasar yang ajeg dan berkeadilan dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat.
Tiap rezim pada akhirnya menempatkan para mafia pemilik modal, politisi busuk dan aparatur maling untuk berkelitkelindan, bersekutu merampok negara dan menindas rakyat. Merekalah tiga musuh nasional yang sejatinya puluhan tahun menguasai republik ini.
Jika kita mendalami konsepsi merdeka 100% Tan Malaka maka kita juga seharusnya mempelajari pikiran-pikiran HOS Tjokroaminoto tentang arti kemerdekaan yang sesungguhnya. Pembahasan ini menjadi salah satu gagasan besar Tjokroaminoto yang kemudian dibukukan dalam karyanya, Islam dan Sosialisme.
Islam dan Sosialisme memang tercipta oleh kondisi saat itu, ketika komunisme semakin meluas pengaruhnya. Karya ini menjadi kritik kepada komunisme sekaligus menawarkan gagasan perlawanan terhadap praktek ekonomi kapitalisme eksploitatif yang pada akhirnya tidak hanya dijalankan oleh kolonialisme Belanda saja tapi justru juga dipraktikan oleh kekuasaan demi kekuasaan pasca Indonesia merdeka.
Tjokro menyebut ada 3 unsur dalam 'sosialisme Islam', yaitu persaudaraan, persamaan dan kemerdekaan.
Persaudaraan sendiri berarti rasa cinta di antara umat islam seperti rasa cinta diantara saudara yang sebenar-benarnya.
Persamaan, bukan saja muslim itu sama, tetapi juga sebagai satu kesatuan.
Sedangkan kemerdekaan, Tjokroaminoto mengingatkan bahwa, "Tiap-tiap orang Islam tidak harus takut kepada siapa atau apa pun juga, melainkan diwajibkan takut kepada Allah saja." (KIBLAT, 20 April 2020).
Tjokroaminoto memang memiliki sebuah gambaran akan kehadiran negara yang berlandaskan Islam. Negara tersebut juga berdiri di atas keadilan sosial (atau dalam Bahasa Tjokroaminoto, 'Sosialisme Islam').
Negara dalam pandangan Tjokroaminoto meskipun rakyatnya berdaulat, tetapi tetap harus tunduk pada hukum Allah. Menurutnya, "Keradjaan (staat) ada didalam genggaman sekalian orang Ra'jat (Ummat) jang semuanja berta'luk dan menurut Satu Hukum, bukan bikinan manusia, tetapi hukum jang diturunkan oleh Tuhan Jang Maha Kuasa, maha luhur dan maha adil, jaitu Qur'an Sutji, jang hingga kini dan sampai achir zaman masih tetap dan akan tigngal tetap didalam kesutjiannja jang semula!" (TJokroaminoto dalam Amelz: 1952).
Jika memahami pemikiran Tjokroaminoto tersebut maka sampailah kita kepada suatu pemahaman bahwa Indonesia baru akan menemui apa yang tersebut dalam konstitusi "masyarakat adil dan makmur" apabila menjalankan hukum Allah secara utuh, suatu hal yang melandasi pemikiran sebuah kekuasaan tanpa penindasan yang termaktub dalam ajaran Islam.
Pemikiran ini berkawin mesra dengan konsepsi merdeka 100% Tan Malaka yang mensyaratkan suatu bangunan kekuasaan yang egaliter dan non-elitis untuk membuka jalan bagi rakyat untuk ikut serta menikmati kemerdekaan.
Terakhir, penulis berupaya menyimpulkan tulisan diatas dengan tiga kerangka prinsip kekuasaan yang seharusnya dijalankan oleh penyelenggara kekuasaan di Indonesia. Ketiganya adalah : Menegakkan Hukum Allah tanpa syarat, Menegakkan Marwah Bangsa Indonesia dalam pergaulan dunia, dan Menjaga Harkat dan Martabat Rakyat secara utuh.
Ketiga prinsip dasar kekuasaan ini adalah landasan utama dalam memerangi sekaligus membumihanguskan tiga musuh nasional : mafia, politisi busuk dan aparat maling, yang puluhan tahun bercokol di Indonesia, menghisap, menindas dan menyengsarakan rakyat.
Sebagaimana yang telah diamanatkan oleh konstitusi dan juga menjalankan amanat Tuhan Maha Kuasa, agar manusia dapat menjadi khalifah yang dapat sebesar-besarnya memberi manfaat bagi sesama. Maka demikian pulalah kekuasaan ini diselenggarakan dan dijalankan sebagai sebuah amanat.
Semoga rakyat bangsa ini dapat diselamatkan, bukan saja dari pandemi bernama covid-19, tetapi juga dr para pemimpin dan politisi dzalim yang tak bosan-bosannya mencekoki rakyat dengan kemiskinan, kemelaratan dan ketidakadilan selama berpuluh tahun. Semoga. Tabik.