Gue seneng kalo mengingat masa-masa muda waktu masih SMA atau kuliah. Banyak orang bilang itu masa pencarian jati diri, masa peralihan anak-anak ke dewasa, masa dimana banyak kebimbangan berlaku, masa gundah gulana (hahaha…! ‘paan sih??!).
Buat gue pribadi enggak mudah menjalani masa muda, tapi pada akhirnya bisa dilalui. Meski umur sekarang sudah kepala tiga, gue rasa masa kuliah memang paling berkesan. Tapi meski begitu, gue heran dengan banyaknya anak muda atau yang dulunya muda (terutama di lingkaran gue) berani habiskan waktunya untuk hal yang sama sekali enggak penting (dan tentu duit ortunya).
Ada yang seneng pakai duit bapaknya untuk barang-barang gak jelas, beli laptop high-end 9 juta, makan tiap hari enggak cukup di angkringan tapi sekelas resto, plus motor baru “untuk membantu mobilitas”. Padahal kuliahnya jurusan non-IT dan keluarganya ngeden (maaf: mengejan) untuk ngeluarin duit buat biaya kuliah. Ada juga yang suka bolos kuliah demi mengejar hobi lalu tiba-tiba rajin kuliah ketika semester 8. Ada juga yang bagus, nyambi kerja. Tapi parahnya sampai lupa kalau sedang kuliah hingga akhirnya lulus agak lamaan. Macem-macem deh pokoknya. Tapi yang paling “kejam” itu ya, yang sengaja memang berniat jadi mahasiswa abadi!
Sebagian dari mereka yang gue kenal, baru sekarang mereka tanya, “Kok bisa sih kerja di Singapura?” atau “Mau donk. Gimana caranya, sih?”. Padahal menurut gue, siapa pun termasuk kalian juga bisa kerja di luar negeri. Buat gue bukan hal yang fantastis juga, karena lowongan kerja di dalam negeri juga masih banyak dan fantastis gajinya!
Gue cuma mau sharing aja bahwa banyak hal luar biasa bisa diraih kalau kita rencanakan dan selalu tekun. Buat yang masih SMA saat ini, coba aja ikuti jurus berikut ini.
Mumpung SMA, Pikirkan Dulu Mau Kerja Apa?
Ortu gue memang berjasa banget menyalakan kembali gairah gue menyelesaikan SMA. Mereka cerita tentang anak kawannya yang bekerja di Jakarta, dan waktu itu gue bilang “Wah! Hebat bener!”. Karena di kota gue untuk kerja di Jakarta itu sesuatu yang luar biasa. Satu kalimat yang gue inget dalam bahasa Jawa, “Kowe yo iso kok! Lha kowe ki mengko rep kerjo opo? Pikir sik mumpung sih SMA (Kamu juga bisa kok! Lah, kamu nanti mau kerja jadi apa nantinya? Pikir dahulu mumpung masih SMA)”.
Karena nasehat ortu harus pikir dulu mau kerja apa, gue harus siapin profesi apa yang pengen gue kerjakan nanti di masa depan. Gak tanggung-tanggung, gue pikir harus siapin minimal 3 profesi yang beda satu sama lain. Pastinya biar gue gak salah pilih mumpung masih punya waktu panjang, harus mengingat, menimbang, dan kemudian memutuskan. Telmi memang, hampir sepanjang kelas 1 dan 2 SMA gue habisin waktu untuk mikir, akhirnya keluar dengan 3 pilihan.
Pertama psikolog, profesi yang gue pilih karena iseng. Lain alasan juga karena jurusan kelas 3 SMA gue IPS. Ini karena gue suka mengamati perilaku psikologi manusia. Ini juga karena gue dulu di SMA suka dicurhatin temen-temen di sekitaran. Masalah pacarnya kek (padahal gue enggak punya pacar), masalah temennya kek, masalah ini itu. Keseringan, lama-lama jadi seneng kalau ini bisa jadi pekerjaan gue.
Kedua musisi, profesi yang banyak orang pikir bisa menghasilkan uang banyak dalam waktu singkat. Gue dulu masih suka nge-band waktu masih SMA. Gue pikir asal pinter nge-band, ya udah tinggal kirim demo lagu, gitu kan? Tapi gue mau lebih. Gue mau jadi musisi yang berwawasan, artinya gue harus ambil kuliah S1 yang berhubungan dengan musik. Waktu itu Institut Seni Indonesia (ISI) di Yogyakarta satu-satunya yang terbaik.
Terakhir, TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi). Waktu itu perusahaan IT di Indonesia nggak sebanyak sekarang. Gue lihat peluang besar waktu itu. Waktu itu gue berpikir industri IT bakalan berkembang pesat dalam 10 tahun ke depan. Bahkan gue sampai bayangin, 10 tahun ke depan akan ada komputer canggih sekecil dompet emak-emak yang buat belanja. Bisa kirim e-mail, browsing internet, telepon, SMS, bisa dipakai kerja dan lainnya. Ternyata sekarang bener, kan? Anak-anak SMA sekarang aja pada bawa Android, mana lagi iPhone pulak!
Keputusan gue bulat menjelang UAN, ambil TIK aja ah! Kenapa? Gue pengen pekerjaan yang long-lasting-never-die job. Kalau dah tua, gue berharap masih bisa menghidupi keluarga, sustainable.
So, kalau menurut kalian, pekerjaan apa yang paling cocok buat kalian sendiri?
Pikirkan Jenjang Pendidikan dan Jurusan yang Menunjang Pekerjaan
Ini juga wajib dipikirkan ketika kalian masih SMA. Carilah banyak informasi tentang bidang yang kalian pilih tadi, pasti bakalan ada sub-jurusannya deh. Kalau sekarang jauh lebih enak, kalian bisa cari banyak info dari internet.
Contoh saja TIK jurusan perangkat lunak dan perangkat keras, kalian bisa masuk ke: Teknik Informatika, Teknik Komputer, Teknik Elektro, Matematika, atau Sistem Informasi.
Waduh! Gue IPS! Gak Bisa Ambil Jurusan Robotika, dong?
Tenang ajaaah! Ijazah SMA gue itu lulusan IPS kok! Kalau loe emang punya minat di bidang yang loe mau, gak ada yang gak mungkin.
Universitas Negeri Bukan Jaminan
Please, deh! Nggak usah ge-er! Mau kalian di negeri atau swasta, enggak ada pengaruh kalau IPK di bawah 3! Begini panduan buat kalian.
Kalau bisa di universitas negeri, ya banyak-banyak bersyukur saja karena ribuan calon mahasiswa rebutan kursi tuh. Masuk ke universitas negeri itu memang nggak mudah di Indonesia.
Jadi buat kalian yang “ilmunya” pas-pasan kayak gue, swasta boleh jadi. Yang penting universitasnya terakreditasi minimal B, jurusannya juga harus terakreditasi. Kalau ga ada duit, cari yang paling murah dan universitasnya lumayan terkenal.
Tetapkan Targetmu!
Kalau memang niat kuliah, ya penting tetapkan target. Enggak usah muluk-muluk, pasang target minimal yang nggak boleh dilanggar.
Gue juga nggak muluk-muluk, kok. Target gue dulu ya kuliah maksimal 4 tahun (8 semester) dan IPK minimal 3.0. Ada satu lagi yang gue target ketika nanti ada KKL (Kuliah Kerja Lapangan), harus di perusahaan IT atau setidaknya mempraktekkan apa yang dipelajari di kuliah.
Terakhir, Lanjutkan Belajarmu dan Fokus!
Kembali lanjutkan belajarmu yang rajin dan fokus. Konon katanya ini kunci menuju kesuksesan. gue bisa bilang bener karena banyak orang-orang pintar di negara kita diawali dengan belajar yang rajin. Contoh paling gampang deh, Pak Habibie.
Kalau nggak mampu? Maksudnya nggak mampu itu begini, memang ada dari sebagian kita belajar siang-malam tapi masih aja nilai jeblok. Ada juga yang merasa stress sampai kepala penuh.
Kalau begini kasusnya, coba deh pikir. Mana ada orang kerja jadi ahli robotika misalnya, merangkap ahli ekonomi, merangkap jadi pengacara top, sekaligus komposer musik ternama dalam satu waktu?
Jadi, mulai fokus ke mata pelajaran yang mendukung kuliah dan pekerjaanmu nanti. Tetapi juga usahakan nilai-nilai mata pelajaran lainnya jangan terlalu jeblok.
Gitu aja, deh! Mudah-mudahan bermanfaat! Nanti gue lanjut lagi di tulisan lain biar enggak mencret deh…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H