Mohon tunggu...
R Aditya Yunindra K A
R Aditya Yunindra K A Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Agribisnis Universitas Sebelas Maret

Fatum Brutum Amorfati

Selanjutnya

Tutup

Kkn

KKN MBKM UNS: Generasi Muda Harus Melek Sejarah dan HAM

18 Juni 2024   14:32 Diperbarui: 18 Juni 2024   14:46 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pendampingan di RS Moewardi

Mahasiswa adalah kaum intelektual yang mengemban beban Tri Dharma perguruan tinggi, salah satunya adalah pengabdian kepada masyarakat. Peran mahasiswa sebagai pengabdi masyarakat bertujuan untuk menjembatani permasalahan masyarakat dengan ruang lingkup akademis, serta memberikan solusi atau rekomendasi kepada pemerintah sebagai pemangku kebijakan. Ruang akademisi seharusnya menjadi dapur pemecahan masalah di masyarakat dengan keilmuannya. Pengabdian kepada masyarakat juga dimaksudkan agar tidak terjadi alienasi dunia pendidikan dari realitas sosial di masyarakat. Hal ini penting karena setelah lulus, mahasiswa akan dihadapkan dengan permasalahan di tengah masyarakat, baik sebagai bagian dari pemangku kebijakan maupun sebagai bagian dari masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, sebutan sebagai kaum intelektual seharusnya tidak menjadikan mereka eksklusif, tetapi menyadari bahwa mereka adalah bagian dari masyarakat yang turut andil membawa perubahan, termasuk untuk diri mereka sendiri.

Permasalahan HAM di Indonesia kerap kali menjadi sorotan khalayak ramai, mulai dari aksi represif aparat kepolisian hingga perundungan dari masyarakat sipil itu sendiri. Namun, di tengah banyaknya isu kemanusiaan, tidak semua orang peduli atau bahkan sekadar tahu tentang sejarah kelam kita yang menjadi sorotan dunia karena masuk dalam kategori pelanggaran HAM berat. Ditambah lagi, saksi hidup dari sejarah kelam tersebut masih ada yang hidup. Mereka hidup dengan diskriminasi negara dan sosial di masyarakat. Hingga hari ini, kebanyakan dari mereka yang berusia lanjut hidup dalam kemiskinan dan kesehatan yang buruk. Pada pembahasan ini, saksi-saksi tersebut adalah korban dan keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu tahun 1965 – 1966, yang akan disebut korban 65/66.

Kembali pada narasi awal, saya ingin bertanya, “Apakah mahasiswa UNS mengetahui hal ini?”. Kebanyakan mahasiswa teralienasi dari isu sosial yang ada di sekitarnya. Permasalahan masyarakat kadang tidak hanya hadir dari pedesaan atau daerah terpencil dengan persoalan teknologi dan modernisasi. Di sekitar kita banyak permasalahan paling dekat dengan kampus, seperti agraria perkotaan, sanitasi, dan lain-lain. Berbicara mengenai hal tersebut, persoalan pelanggaran HAM berat masa lalu tidak terlepas dari pengetahuan sejarah. Artinya, alienasi peran mahasiswa dan masyarakat bukan hanya permasalahan mahasiswa yang kurang melebur dengan masyarakat, tetapi juga disebabkan oleh kurangnya pengetahuan sejarah yang menyebabkan alienasi tersebut.

Sekber '65 merupakan salah satu organisasi berbentuk LSM yang mewadahi perjuangan korban tragedi 65/66 dalam mewujudkan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu sejak tahun 2005. Sekber '65 beranggotakan relawan dan korban pelanggaran HAM berat masa lalu 65/66. Kantor Sekber '65 terletak di Tegalrejo RT 01 RW 04, Kelurahan Jebres, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta, Jawa Tengah. Sebagai organisasi kemanusiaan, mereka memiliki tiga pokok program, yaitu pendampingan korban, advokasi, dan kampanye kemanusiaan. Advokasi Sekber '65 memperjuangkan keadilan korban dan akuntabilitas pelanggaran HAM berat masa lalu 65/66 dengan mendorong rekonsiliasi, yakni melibatkan pemerintah (baik daerah maupun pusat) dan lembaga lainnya. Tujuan advokasi Sekber '65 adalah mengubah kebijakan atau mengadopsi undang-undang yang melindungi hak-hak korban dan meningkatkan respons terhadap krisis kemanusiaan. Kampanye kemanusiaan Sekber '65 bertujuan membangun kesadaran tentang isu-isu Hak Asasi Manusia terutama tentang pelanggaran HAM berat masa lalu. Sekber '65 terus aktif dalam menyelenggarakan kampanye kemanusiaan baik melalui seni budaya, media sosial, diskusi, maupun mendukung dan mendorong lembaga lain untuk menyuarakan kemanusiaan.

KKN MBKM merupakan program baru di pendidikan yang memungkinkan mahasiswa berperan aktif di masyarakat. Ini membuka peluang besar bagi mahasiswa yang aktif dalam kegiatan di luar kampus yang sering bersinggungan dengan masyarakat. Hal tersebut merupakan fasilitas bagus bagi aktivitas yang berhubungan dengan masyarakat agar dapat terjembatani dengan baik di kampus. Hal yang perlu menjadi catatan adalah tindak lanjutnya, apakah kampus hanya sekadar memperlihatkan kegiatan atau benar-benar memperhatikan hal tersebut untuk dikaji lebih lanjut.

Pendampingan korban 65/66 oleh Sekber '65 memerlukan kedekatan dengan dunia kampus, terutama mahasiswa. Ini menjadi kolaborasi yang apik antara korban 65/66, Sekber '65, kampus, dan mahasiswa. Seperti yang telah disebutkan di atas, Tri Dharma perguruan tinggi mencakup Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada masyarakat. Iklim tersebut dapat tercipta jika semua entitas dilibatkan, bukan hanya mahasiswa yang turun di lingkup masyarakat, tetapi masyarakat juga diikutsertakan dalam dunia pendidikan.

Kegiatan pendampingan di RS Moewardi dimulai dari pendataan dan pengajuan. Sekber '65 mengajukan anggotanya yang berada di wilayah Jawa Tengah untuk memperoleh Surat Keterangan Korban Pelanggaran HAM (SKKP HAM) berat masa lalu. Proses pendataan meliputi kependudukan, data sebagai korban HAM, surat kesaksian korban, dan verifikasi oleh Komnas HAM. SKKP HAM kemudian digunakan sebagai persyaratan untuk mengajukan bantuan medis dan psikologis dari negara lewat LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban). Selanjutnya, LPSK memberikan bantuan layanan lewat rumah sakit yang sudah dipilih dengan mekanisme Buku Hijau atau BPJS.

Menumbuhkan kesadaran mahasiswa tentang sejarah dan HAM tidak hanya diawali dengan proses mengenal dari buku atau bangku perkuliahan. Terlibat dalam kegiatan kemanusiaan dan membangun program bersama dengan masyarakat juga merupakan proses penumbuhan kesadaran. Mahasiswa yang mengenal sekitarnya akan termotivasi untuk memahami dan belajar mengenai sejarah dan HAM. Pendampingan korban 65/66 yang dilakukan Sekber '65 juga dapat menjadi ladang belajar dan mengabdi. Pada pengalaman saya dalam melakukan pendampingan yang sekaligus menjadi program rekognisi KKN MBKM, saya belajar mengenai arti kepedulian dan melihat konflik tidak hanya sebagai hitam putih, tetapi melihat warna yang lebih luas dari pada itu. Setiap tragedi atau konflik tidak terlepas dari terenggutnya hak-hak orang yang tidak bersalah. Inilah pentingnya memahami tragedi atau konflik dengan kacamata kemanusiaan, sehingga kita dapat mempelajari hal tersebut dengan pemikiran yang adil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kkn Selengkapnya
Lihat Kkn Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun