Mohon tunggu...
Raditya Muhammad
Raditya Muhammad Mohon Tunggu... -

Mahasiswa yang mencoba mencari kebenaran dibalik segala kontroversi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ganjar, E-KTP dan Komplotan Tanpa Bentuk

1 April 2017   10:16 Diperbarui: 1 April 2017   19:00 976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan kasus megakorupsi E-KTP semakin menarik. Hingga sidang terakhir Kamis 30 Maret, publik sudah mulai bisa membaca, siapa yang bakal tersandung beneran dan mana yang hanya tercatut namanya.

Nama-nama besar memang disebut gamblang dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum KPK. Meski baru disebut dan semuanya membantah menerima uang, namun publik tidak percaya. Publik lebih percaya KPK dan langsung menjustifikasi orang yang disebut itu sebagai koruptor.

Namun publik rupanya belajar setelah mencermati sidang. Ada yang membantah tapi setelah dihadirkan jadi saksi akhirnya terbukti bantahannya palsu, ada yang mengaku menerima, tapi ada juga yang sanggup membuktikan pada hakim bahwa dirinya memang tidak menerima.

Kita lihat satu persatu. Mantan Mendagri Gamawan Fauzi. Pada surat dakwaan terdakwa Irman dan Sugiharto, Gamawan Fauzi disebut menerima uang dari Afdal Noverman sebesar US$ 2 juta. Uang yang diduga berasal dari Andi Agustinus itu diberikan agar pelelangan pekerjaan penerapan e-KTP tidak dibatalkan Gamawan.

Gamawan membantah keras, bahkan bersedia dikutuk mati jika terbukti menerima. Namun ketika dihadirkan di sidang, Gamawan mengakui menerima uang Rp 1,5 Miliar dari Afdal Noverman untuk biaya pengobatan di Singapura. Jangankan publik, hakim sendiri janggal, masak sekelas Gamawan tak punya asuransi kesehatan?

Mantan Sekjen Depdagri Diah Aggraeni juga tak bisa membuktikan bantahannya. Setelah dicecar hakim, ia justru mengakui menerima uang USD500 dari terdakwa Irman yang merupakan Dirjen Dukcapil Kemendagri, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong, selaku pengatur tender proyek e-KTP.

Politikus Partai Hanura Miryam S Haryani malah terancam mendapat dakwaan baru karena memberi keterangan palsu. Ini karena Miryam mencabut keterangannya dalam berita acara pemeriksaan (BAP) dengan alasan saat itu ditekan penyidik. Publik berkernyit. Apalagi beredar bocoran BAP-nya yang gamblang menyebut nama-nama dan nominal pembagian uang e-KTP.

Posisi Miryam semakin sulit setelah penyidik KPK memutar rekaman pemeriksaan. Dalam video itu Miryam nampak tenang dan menjelaskan proses distribusi uang secara runtut. Situasi semakin runyam ketika penyidik KPK Novel baswedan melansir enam nama anggota DPR Komisi III yang diduga menekan Miryam agar menarik BAP-nya.

Penyebutan 6 oknum komisi III sendiri aneh. Karena bukankah yang diduga terlibat itu orang-orang di Komisi II? Dan tidak satupun dari enam nama yang disebut Novel itu juga disebut dalam dakwaan e-KTP. Patut diduga ada orang "super kuat" yang mendikte oknum-oknum wakil rakyat itu agar menekan Miryam. Siapakah "si super kuat" ini? Yang jelas dia punya kuasa super di DPR melebihi anggota biasa dan bisa jadi terlibat e-KTP juga. Atau bukan satu orang. Melainkan sekelompok orang atau sebuah komplotan tanpa bentuk yang sangat powerfull dan membahayakan.

Nama-nama lain seperti Agun Gunandjar dan Chaeruman Harahap, juga tidak meyakinkan saat membantah di depan majelis hakim. Agun bahkan menolak menjelaskan lebih detil kepada media.

Nah, satu-satunya yang mampu memuaskan hakim maupun publik adalah Ganjar Pranowo. Gubernur Jateng ini dalam surat dakwaan disebut menerima suap 520.000 dollar AS di ruang kerja anggota DPR Mustokoweni. Tapi sedari awal namanya disebut ia memang nampak tenang melayani semua wawancara media, bahkan bersedia live di TV menjelaskan soal e-KTP. Ia pula yang menyebut nama Miryam S Haryani sebagai orang yang pernah dikonfrontir dengannya dalam pemeriksaan KPK. Dalam pertemuan itu, Miryam ditanya penyidik apakah memberi uang pada Ganjar. Miryam menjawab tidak. Diulang tiga kali, jawabannya sama: tidak.

Dalam BAP Miryam, nama Ganjar juga disebut sebagai salah satu orang yang mendapat jatah uang US$10.000 dan US$15000. Namun Ganjar menolak pemberian Miryam. Dalam BAP Miryam, dari seluruh pimpinan dan anggota Komisi II, hanya Ganjar yang disebutnya menolak jatah. Berarti lainnya menerima semua dong ya..

Mungkin masih ada publik yang bertanya: “Yang ditolak Ganjar 10 ribu dan 15 ribu dolar, tapi yang 520 ribu dolar di ruang kerja Mustokoweni bagaimana?”

Nah, pertanyaan ini terjawab saat Ganjar dihadirkan jadi saksi di sidang. Kepada hakim, Ganjar menyatakan tidak pernah menerima uang suap e-KTP. Tidak hanya dua kali seperti dalam BAP Miryam, tapi juga oleh beberapa orang lain yang salah satunya Mustokoweni.

Ganjar mengaku tiga kali ditawari uang oleh Mustokoweni. Semuanya ditolak.

"Saya enggak ingat, sekali, dua kali atau tiga kali di dalam ruang sidang. Dia (Mustokoweni) bilang, 'Dek, ini ada titipan'. Saya bilang tidak usah. Dari awal saya tidak mau terima, saya bilang pek en (ambil saja),” kata Ganjar Pranowo kepada majelis hakim.

Ganjar juga mengatakan pernah diberi bungkusan (goodie bag) oleh seseorang. Ceritanya, saat itu ia sedang berbicara dengan stafnya seusai rapat. Tiba-tiba, ada seseorang yang menghampiri dan menyerahkan bungkusan.

"Waktu itu ada orang yang nyelonong kasi bungkusan. Saya pikir itu buku, tapi kok tidak seperti buku. Trus saya tanya dia siapa, tapi pada tidak tahu dan staf saya suruh kembalikan,” kata Gubernur Jawa Tengah itu.

Memang saat bertanya hakim dan jaksa tidak menyebut nominal 520 ribu dollar. Namun ketika Ganjar menjelaskan dan tidak ada pertanyaan lagi soal nominal, asumsinya nominal itulah yang ditanyakan hakim dan ternyata jawaban Ganjar diterima. Ini berarti, jika memang jatah Ganjar adalah 520 ribu dollar, maka nominal itu adalah total dari uang yang tiga kali ditolak Ganjar dari Mustokoweni, dua kali ditolak dari Miryam, dan sekali dari seseorang yang membungkus uang dalam goodie bag.

Menarik mengikuti kasus ini lebih dalam. Sidang masih akan terus bergulir dan sangat mungkin publik akan menemukan fakta-fakta baru yang menyeret keterlibatan nama-nama baru.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun