Kekhawatiran mayoritas rakyat Indonesia semakin menjadi kenyataan bahwa Indonesia berjalan mundur ke jaman ORBA. Sesungguhnya tanda-tanda itu sudah nampak ketika Golkar berkampanye menggunakan berbagai slogan dan pesan-pesan ORBA dengan mengedepankan Alm. Soeharto dan keluarganya. Pengembalian pengaruh ORBA itu semakin menguat ketika kampanye Prabowo menyetujui pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Kekalahan Prabowo - Hatta menjadi faktor pendorong ketetapan hati untuk memundurkan Indonesia ke jaman ORBA. Ironis-nya seorang yang mengaku reformis Amien Rais dan partainya PAN adalah salah satu tokoh dan partai di balik pengembalian sistem pemerintahan di jaman ORBA.
Sudah begitu daruratnyakah negera Indonesia? Apakah masih ada keraguan bahwa Indonesia dalam keadaan darurat kalau ketua MPR ditentukan di rumah seorang pengusaha Aburizal Bakrie. Lembaga negara tinggi telah menjadi alat sekelompok orang untuk mencapai kekuasaannya. Kejadian ini mengingatkan pada masa-masa ORBA dimana kantor pemerintahan Indonesia yang sebenarnya adalah di Jalan Cendana.
Lembaga negara sudah semakin berkurang peranannya dalam mengatur bangsa dan negara ini dan digantikan oleh kelompok-kelompok anti demokrasi. Segelintir manusia yang ingin berkuasa menentukan arah perjalanan bangsa Indonesia tanpa mengikut sertakan rakyatnya. Lebih menyedikannya adalah bahwa di antara mereka ada tokoh-tokoh yang dulu dicintai rakyatnya karena memperjuangkan dan mengamanatkan semangat demokrasi kini berbalik arah menentang demokrasi, misalnya Amien Rais, SBY (ketua umum Demokrat) dan lainnya.
Salahkah jika bangsa Indonesia kembali ke UUD 45? Jawabannya adalah tergantung pada motivasi dikembalikannya UUD yang berlaku saat ini ke UUD 45. Gejala-gejala yang diperlihatkan saat ini adalah gejala kembali ke UUD 45 dengan mematikan demokrasi. Rakyat dijadikan penonton keserakahan dan haus kekuasaan para elit politik yang telah gagal meraih kepercayaan rakyat. Gerakan ini dipimpin oleh elit yang sesungguhnya tidak mampu bersaing menjadi pemimpin yang amanah dan dicintai rakyat. Mereka mengklaim bahwa mereka adalah wakil rakyat yang sesungguhnya tidak sama sekali. ARB, Prabowo, Amien Rais, Akbar Tandjung, Hatta Radjasa, SDA, dan elit lainnya yang menentukan ketua DPR dan MPR itu bukan wakil rakyat. Yang terpilih menjadi wakil rakyat adalah anggota-anggota partai mereka. Ironisnya katanya wakil rakyat pun tidak dilibatkan dalam pemilihan ketua dan pejabat negara.
MK sebagai produk reformasi dan benteng terakhir yang bisa diharapkan untuk mempertahankan demokrasi pun sudah menunjukkan kecondongannya ke anti demokrasi ketika judicial review UU MD3 ditolak. MK juga bertanggung jawab dengan upaya pengembalian ketata-negaraan Indonesia ke jaman ORBA yaitu penentuan pimpinan lembaga negara dan arah masa depan negara dilakukan oleh sekelompok orang yang tanpa melibatkan rakyat baik langsung maupun melalui wakilnya di DPR.
Semoga rakyat Indonesia bisa berpikir jernih memilih jalan sendiri bukan jalan elit poliltik. Berpikir jernih untuk menatap masa depan bangsa Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H