Tiap pulang sekolahpun aku berusaha melihat ke rumahnya, sedikit kecewa bila rumahnya tertutup rapat, tanda orang sedang tidak dirumah.
Aku tidak pernah bertemu dengannya, terakhir ku bertemu dengannya ketika aku nekat datang kerumahnya, dan hal yang kuingat adalah senyumnya.
Hari Minggu tiba kembali, biasanya setelah sholat shubuh, aku akan kembali bermain di alam mimpi, tapi tidak untuk hari ini, aku akan melihat dia dari jendela kamarku. Kutunggu dia hingga pukul 6, masih belum muncul, biasanya hari Minggu dia akan keluar untuk bersepeda.
Hingga sinar matahari masuk ke sela ventilasi kamarku, dia belum muncul juga, hampir putus asa, tiba-tiba pintu rumahnya terbuka, roda depan sepedanya keluar duluan, ya dia keluar dengan sepedanya, senangnya bukan main.
Ketika dia lewat depanku, aku berniat untuk melambaikan tangan agar dia melihatku, tetapi...aku teringat saat aku berada di rumahnya, berbicara padanya saja aku tidak berani, masa aku berani melambaikan tangan padanya? Aku ini siapa? AKu bukan siapa-siapa, kenapa senekat itu?
Akhinya kuurungkan, kututup jendela kamarku, walaupun sudah tertutup, aku masih dapat melihatnya lewat sela-sela jendela. Hey, dia berhenti tepat di depan jendela kamarku, memandang kearahku sesaat, kemudian berlalu dengan sepedanya.
Aku kembali berbaring di kasurku, menutup mataku dengan lengan kananku, kembali pada alam mimpiku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H