Mohon tunggu...
Raditha Maryam
Raditha Maryam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Indonesian Literature Student

Content writer specializing on tax, business and finance topics.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketentuan Tarif Pajak Profesi atas Perusahaan Penerbangan

22 Mei 2024   15:00 Diperbarui: 22 Mei 2024   15:14 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perusahaan penerbangan merupakan salah satu usaha transportasi yang memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap pendapatan negara, baik perusahan penerbangan dalam negeri maupun luar negeri. Tinggi pasar perjalanan penerbangan di Indonesia akan berpengaruh besar pada peningkatan penghasilan yang diterima perusahaan penerbangan. 

Namun yang penting Anda diketahui, terdapat aspek perpajakan yang dikenakan dalam penghasilan tersebut. Lantas, apa saja ketentuan dan tarif yang diberlakukan atas penghasilan perusahaan penerbangan? Simak pembahasan selengkapnya berikut ini.

Ketentuan Pajak Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri

Perusahaan penerbangan dalam negeri dikenai PPh 15 atas penghasilan dari perjanjian charter, termasuk sewa ruangan pada pesawat udara untuk orang atau barang. Tarif pajak penerbangan dalam negeri adalah 1,8% dari peredaran bruto.

Peredaran bruto dihitung dari perjanjian charter angkutan dari satu bandara ke bandara lain di Indonesia dan dari bandara di Indonesia ke bandara di luar Indonesia. Dengan demikian, atas angkutan dari bandara di luar Indonesia ke bandara di Indonesia tidak terutang PPh Pasal 15

Dalam hal ini, terdapat beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan oleh pemilik usaha penerbangan yang berkedudukan di dalam negeri.

  1. Pemotongan PPh Pasal 15 sebesar 1,8% dari peredaran bruto dilakukan oleh pihak penyewa

  2. Perusahaan penerbangan harus meminta dan menyimpan bukti pemotongan PPh Pasal 15

  3. Perusahaan penerabangan wajib melaporkan seluruh penghasilan yang diterima dan mengkreditkan PPh Pasal 15 yang telah dipotong ke dalam SPT Tahunan PPh.

  4. Jika pihak penyewa tidak dikategorikan sebagai pemotong pajak, maka perusahaan penerbangan harus melakukan penyetoran PPh Pasal 15 secara mandiri paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. Pelaporan atas pemotongan PPh 15 ini harus disampaikan melalui SPT Masa PPh paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.

Sementara itu, pihak penyewa charter yang bertindak sebagai pemotong pajak mempunyai beberapa kewajiban yang harus dijalankan, di antaranya:

  1. Melakukan pemotongan PPh Pasal 15 sebesar 1,8% dari peredaran bruto yang dibayarkan ke perusahaan penerbangan dalam negeri.

  2. Memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 15 kepada perusahaan jasa penerbangan dalam negeri untuk dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh..

  3. Membuat kode billing untuk pembayaran pajak dengan kode MAP 411129 dan kode jenis setoran 101.

  4. Menyetorkan PPh Pasal 15 ke kas negara paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Ketentuan Pajak Perusahaan Penerbangan Luar Negeri

Perusahaan penerbangan yang berkedudukan di luar negeri dan beroperasi melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia dikenai PPh 15 atas penghasilan dari pengangkutan orang dan/barang antara bandara di Indonesia atau bandara di luar Indonesia. 

Tarif PPh 15 atas penerbangan luar negeri adalah 2,64% dari peredaran bruto. Peredaran bruto dihitung dari perjanjian charter angkutan dari dari satu bandara ke bandara lain di Indonesia dan dari bandara di Indonesia ke bandara di luar Indonesia.

Dalam hal pengenaan PPh 15 atas perusahaan penerbangan luar negeri, pihak penyewa wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 15 sebesar 2,64% dari peredaran bruto yang dibayarkan ke perusahaan pelayaran dalam negeri. Sementara bagi perwakilan WP BUT di Indonesia yang memiliki usaha penerbangan, berikut adalah kewajiban yang perlu diperhatikan.

  1. Meminta bukti pemotongan PPh Pasal 15 kepada pihak penyewa

  2. Melaporkan seluruh penghasilan yang diterima ke dalam SPT Tahunan dan melampirkan daftar pemotongan PPh Pasal 15 yang telah dipotong final

  3. Jika pihak penyewa tidak dikategorikan sebagai pemotong pajak, maka perusahaan penerbangan harus melakukan penyetoran PPh Pasal 15 secara mandiri paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. Pelaporan atas pemotongan PPh 15 ini harus disampaikan melalui SPT Masa PPh paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.

  4. Pembayaran PPh Pasal 15 tidak perlu dilakukan setiap bulannya

Kesimpulan

Pada intinya, setiap perusahaan penerbangan, baik dalam negeri maupun luar negeri, akan dikenai PPh Pasal 15 atas penghasilan yang diterima. Pemahaman terhadap tarif PPh Pasal 15 sangat penting karena memiliki dampak langsung pada keuangan perusahaan dan kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi. Dengan demikian, perusahaan penerbangan dapat memastikan kepatuhan perpajakan yang baik, mengoptimalkan pengeluaran, dan mendukung keberlanjutan keuangan usahanya..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun