Setelah memotong dan menyetorkan pajak, pihak pemotong perlu membuat bukti potong PPh 23. Bukti potong ini nantinya akan diberikan kepada WP yang dikenakan pajak. Dokumen ini juga digunakan pihak pemotong sebagai dokumen pendukung dalam pelaporan pajak melalui e-Filling.
Bukti potong ini dibuat dalam 2 rangkap. Rangkap 1 diperuntukkan kepada pihak yang dikenakan pajak dan bukti potong rangkap 2 diberikan untuk pihak yang melakukan pengisian pada e-Filling.Â
Tata Cara Pelaporan PPh 23
Dalam kewajiban pajak PPh 23, pelaporan pajak dilakukan oleh pihak pemotong dengan mengisi SPT PPh Pasal 23/26. Pelaporan ini dapat dilakukan hingga tanggal 20 bulan berikutnya. Sebagai contoh, pihak pemotong memotong PPh 23 atas penghasilan royalti dengan tarif 15% pada tanggal 21 September, maka pihak pemotong tersebut wajib melaporkan PPh 23 tersebut dengan mengisi SPT PPh Pasal 23/26 maksimal tanggal 20 Oktober.
Kesimpulan
Demikian pembahasan mengenai prosedur pengelolaan PPh Pasal 23. Dengan memahami dan mematuhi kewajiban pajak PPh Pasal 23, pihak yang terlibat dalam transaksi yang dikenai pajak dapat memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku dan menghindari potensi masalah perpajakan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI