Mohon tunggu...
raditdut
raditdut Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Dokter Layanan Primer, Pro dan Kontra

8 Februari 2016   19:16 Diperbarui: 8 Februari 2016   19:36 1422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewasa ini, banyak sekali hal di dunia kesehatan yang menarik untuk dibahas. Mulai dari merbaknya virus Zica di beberapa negara, penetapan wabah demam berdarah di beberapa daerah sebagai kejadian luar biasa, hingga proses adaptasi pelaksanaan sistem BPJS kesehatan yang dinilai tidak mulus. Selain itu, ada lagi isu dari dunia kesehatan hangat yang belakangan ini sering diperbincangkan yaitu dokter layanan primer.

Sebenarnya, apa sih dokter layanan primer itu? Merujuk dari UU nomor 20 tahun 2013 pada pasal 8 ayat 3 yang sekaligus menjadi dasar hukum dari dokter layanan primer, disebutkan bahwa, “Program dokter layanan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kelanjutan dari program profesi dokter dan program internsip yang setara dengan program dokter spesialis”. Nah dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara hukum dokter layanan primer setara dengan dokter spesialis.

 

Bagaimana dari segi pelayanan kesehatan? Dimanakah posisi dokter layanan primer dalam melakukan terapi medis? Dalam terapi medis, dokter layanan primer akan berperan sebagai lini terdepan dalam melakukan pelayanan kesehatan. Dokter layanan primer memiliki peran sebagai gatekeeper dalam pelayanan kesehatan. Artinya, dokter layanan primer merupakan awal dari semua terapi yang akan dialami pasien dan merupakan penanggung jawab untuk memberi rujukan apabila pasien tersebut membutuhkan pelayanan lanjutan. Selain itu, berbeda dengan dokter umum yang selama ini kita kenal, dokter layanan primer tidak hanya fokus pada kuratif, tetapi juga promotif dan preventif.

Dari segi pendidikan, ada perbedaan antara dokter umum dan dokter layanan primer. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, dokter layanan primer adalah dokter yang setara spesialis, jadi untuk mendapat gelar tersebut perlu untuk mengambil studi lebih lanjut. Menurut pasal 8 ayat 1 dari UU nomor 20 tahun 2013, pendidikan lanjutan dokter layanan primer dapat diambil di fakultas-fakultas kedokteran yang terakreditasi A, atau, pada pasal 8 ayat 2, dapat pula diambil di beberapa fakultas kedokteran yang terakreditasi B dengan kerjasama fakultas kedokteran yang terakreditasi A, dengan tujuan percepatan pemenuhan kebutuhan akan dokter layanan primer di Indonesia. Fakultas kedokteran yang akan mengadakan program pendidikan dokter layanan primer antara lain, Universitas Andalas, Universitas Sriwijaya, Universitas Lampung, Universitas Indonesia, Universitas Tarumanagara, Universitas Atmajaya, Universitas Padjajaran, Universitas Diponegoro, Universitas Gadjah Mada, Universitas Sebelas Maret, Universitas Airlangga, Universitas Udayana, Universitas Hasanuddin, Universitas Islam Indonesia, Universitas Brawijaya, Universitas Yarsi, dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pendidikan dokter layanan primer akan ditempuh dengan waktu tiga tahun. Untuk mengambil pendidikan dokter layanan primer, seorang dokter wajib untuk menyelesaikan program internship terlebih dahulu.

Ada beberapa keuntungan yang akan diperoleh apabila pola baru di pelayanan kesehatan indonesia ini ( dengan dokter layanan primer sebagai ujung tombak ) mulai diterapkan. Pertama, dengan adanya dokter layanan primer, kualitas sumber daya dokter di layanan primer dapat ditingkatkan. Seperti yang dilansir oleh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dalam situs resminya, bahwa sebagian besar mahasiswa kedokteran ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang spesialis dan belum menempatkan pelayanan primer sebagai pilihan utama. Padahal, kapasitas lapangan pekerjaan yang disediakan pemerintah seperti Dokter Spesialis untuk program BPJS hanya 20 persen. Sebagian besar sisanya, merasa “terpaksa” untuk melakukan praktik di pelayanan primer. Hal tersebut menjadi ironi mengingat sebenarnya kebutuhan terbesar saat ini adalah dokter-dokter yang bergerak di pelayanan primer. Oleh karena itu, dengan adanya program dokter layanan primer yang setara dengan spesialis, diharapkan kualitas dan kuantitas dokter yang mau bergerak di pelayanan primer akan membaik.

Kedua, dan tidak kalah penting, dengan adanya dokter layanan primer, akan tercipta suatu sistem kesehatan yang lebih well-organized. Hal ini dikarenakan adanya dokter layanan primer sebagai gatekeeper yang berperan memberi rujukan bagi setiap pasien apabila ingin melanjutkan ke jenjang terapi berikutnya. Dengan demikian, terapi yang dilaksanakan akan menjadi lebih cost-effective dibandingkan pola terapi yang dilaksanakan sekarang, karena dengan kompetensi yang dibekalkan, diperkirakan dokter layanan primer mampu menyelesaikan masalah kesehatan hingga 80% dari seluruh kasus yang ada.

Namun demikian, kebijakan ini tak luput dari cacat. Hal pertama yang menjadi sorotan adalah, dengan pemeberlakuan dokter layanan primer sebagai lini terdepan dalam terapi kesehatan, bagaimana nasib orang-orang yang telah terlanjur menjadi dokter umum? Terlebih, banyak kalangan yang menilai kompetensi yang dimiliki keduanya serupa sehingga dikhawatirkan akan terjadi tumpang-tindih peran yang dilakukan keduanya. Selanjutnya, karena ada peran yang tumpang tindih tersebut, dikhawatirkan akan adanya konflik kepentingan diantara keduanya.

Kedua, sudah adanya Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) yang disusun oleh PB IDI bersama Perhimpunan Dokter Pelayanan Primer (PDPP) yang terdiri atas Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI) dan Perhimpunan Dokter Umum Indonesia (PDUI) serta disahkan Konsil Kedokteran Indonesia yang selama ini telah menjadi tolok ukur kompetensi setiap dokter baru dan penjagaan kompetensi dokter setiap lima tahun melalui Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan. Atas dasar itu, banyak kalangan mempertanyakan mengenai urgensi dari kompetensi tambahan yang didapat oleh dokter layanan primer.

Ketiga, banyak yang menyangkal bahwa rendahnya kualitas dan komitmen Dokter untuk melayani pengobatan di level primer merupakan faktor utama buruknya penanganan masalah kesehatan di level primer. Menurut Ketua Umum IDI, Prof Dr Ilham Oetama Marsis, SpOG, banyak faktor lain yang ditengarai menjadi penyebab dari rendahnya kualitas pelayanan kesehatan primer, salah satunya adalah fasilitas kesehatan yang kurang memadai. Menurutnya, sebaik apapun kualitas dokter yang tersedia, apabila tidak ditunjang dengan fasilitas yang memadai, kinerjanya tidak akan optimal. Selain itu, ia menambahkan, ketersediaan fasilitas yang minim juga mengakibatkan pasien lebih memilih langsung ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan tingkat sekunder.

Keempat, banyak mahasiswa kedokteran yang merasa keberatan dengan kebijakan dokter layanan primer karena dengan adanya program baru ini, masa studi para calon lulusan dokter akan bertambah, bahkan untuk sekadar menjadi dokter yang melakukan praktik di tingkat primer. Hal yang sering menjadi sorotan adalah, mengapa tambahan kompetensi tersebut tidak dimasukkan ke dalam kurikulum di jenjang pendidikan dokter umum. Selain itu, dengan belum tercapainya angka yang ideal dalam rasio dokter versus jumlah penduduk, termasuk dokter layanan primer, hendaknya penggabungan kurikulum dokter layanan primer ke dalam kompetensi dokter umum dapat dipertimbangkan.

Dengan banyaknya permasalahan yang berpotensi timbul, Ketua Umum IDI, Prof Dr Ilham Oetama Marsis, SpOG, diwartakan oleh wartawan Liputan 6 pada jumat 11 Desember 2015 menyatakan bahwa perwakilan dokter di seluruh Indonesia secara mufakat telah menolak DLP saat muktamar di Medan. Menurutnya, DLP memberatkan calon dokter dan merendahkan serta meragukan kompetensi dokter umum untuk melakukan pelayanan primer. ( 2/8/16 )

 

SUMBER

http://health.liputan6.com/read/2387373/3-alasan-idi-tolak-layanan-dokter-primer

http://www.umy.ac.id/program-dokter-layanan-primer-solusi-tingkatkan-kualitas-pelayanan-kesehatan.html

http://www.antaranews.com/berita/534497/idi-tolak-regulasi-dokter-layanan-primer

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun