Mohon tunggu...
Himawan Pradipta
Himawan Pradipta Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Copywriter

Teknisi bahasa di perusahaan konsultasi teknologi di Jakarta Barat. Suka membaca, nonton film, dan berenang.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

MTQMN XIV: Sebuah Catatan Kemenangan

11 Agustus 2015   10:29 Diperbarui: 11 Agustus 2015   10:29 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak sekali pelajaran yang saya dapatkan dari ajang MTQ ini. Salah satunya adalah bahwa dunia berdebat tidak seburuk yang saya kira. Saya awalnya mengira berdebat hanyalah membuang-buang waktu dan hanya bertujuan untuk membuat lawan saya merasa tersinggung. Namun, ternyata itu adalah pandangan yang sempit. Berdebat berarti tentang menghargai pendapat orang dan berpikiran terbuka. Ketika kita benar, maka itulah kebenaran; ketika kita salah, maka sudah sepatutnya kita kembali ke kebenaran. Tanpa bersikap terbuka dengan lawan, dan terus bersikeras mengakui bahwa kita adalah yang paling benar, maka hanya kehancuran dan kekecewaan yang akan didapatkan. Oke saya jadi ceramah begini, maaf.

Dalam berdebat, saya selalu mengingatkan diri sendiri untuk tidak merasa angkuh saat berada di atas podium, untuk tidak nyinyir dalam bertanya, untuk tetap tenang ketika semuanya tampak sia-sia, untuk memberikan kesempatan lawan berbicara saat POI, dan tidak menghardiknya dengan menolaknya memberikan kesempatan berbicara secara mentah-mentah.

[caption caption="Hakim dan saya (dokpri)"]

[/caption]

For good ideas and true innovation, you need human interaction, conflict, argument, debate. - Margaret Heffernan

 

Terakhir, saya ingin mengucapkan terima kasih pada kedua orangtua saya. Ibu dan Bapak, yang loyal mendengarkan cerita-cerita saya, kegugupan, dan kebahagiaan saya. Kepada para pejabat di rektorat Universitas Padjadjaran, Bu Erlina, dan Bu Lia Maulia atas bimbingan dan arahannya untuk mengasah kemampuan saya dalam berargumen dalam bahasa Inggris. Kepada Pak Eka yang dengan sabarnya membantu saya dan Hakim mencarikan dalil saat 20 menit sebelum debat dimulai. Ups. Hehehe. Kepada Hakim, partner yang dengan loyalnya menjadi teman diskusi pengisi malam-malam di asrama. Iwan, Ikhlas, dan Najih yang selalu punya cerita konyol dan kelakar-kelakar yang melepas saya dari stres saat menyiapkan argumen. Dan kepada semua yang membaca ini. Semoga pengalaman saya ini bisa menyadarkan kita bahwa kita hidup di dunia yang penuh konflik, tetapi pada saat yang bersamaan penuh dengan cinta, kasih sayang, dan keindahan.

Salam, Himawan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun