Grand final berlangsung panas. Dengan mosi "This House Would Not Allow Public Sector Employees Wear Religious Clothing or Symbols in the Workplace" dan role speaker Closing Government sementara Opening Government diambil teman-teman dari IPB, kami agak kelabakan.
[caption caption="Mosi Grand Final (dokpri)"]
[caption caption="Groufie bersama grandfinalis debat lain (dokpri)"]
Â
Isu ini agak sulit untuk dipertahankan waktu itu, mengingat teman-teman dari pihak oposisi, yaitu UI dan Unesa, sudah menyampaikan argumen-argumen yang cukup sulit untuk dibantah. Ya sudah, mau tak mau saya harus mencari celah untuk rebuttals, dan melakukan itu bisa sangat riskan untuk sesi grand final. Namun begitu, terlepas dari segala hambatan dan rintangan, saya harus tetap menjaga attitude dalam berdebat. Ketika saya salah, saya harus mengakuinya dan tak boleh membiarkan diri berlarut-larut dalam kenyinyiran.
Overall, it was actually a great debate, though.
Â
4. Pengumuman
Di hari penutupan, yaitu tanggal 8 Agustus 2015, semua peserta lomba berbondong-bondong ke Balairung. Penampilan-penampilan seperti tari, paduan suara, dan permainan angklung bersama, cukup meredam rasa bosan dan tegang para finalis dan kafilah yang menunggu hasil akhir dewan hakim. Hingga akhirnya, Unpad mendapatkan tiga juara dari tiga cabang lomba, yaitu Nanda Najih dari FTG untuk lomba karya tulis ilmiah dengan posisi juara harapan 3, Kang Abu Arief dari FIB untuk lomba hifdzil 1 juz dengan posisi juara harapan 1, dan tim debat Bahasa Inggris Unpad di posisi juara harapan 1. Alhamdulillah. Dan juara umum untuk MTQ tahun ini adalah Universitas Negeri Malang.
[caption caption="Kang Arief, Nanda Najih, Hakim, dan saya (dokpri)"]
Dengan menulis catatan perjalanan ini, saya terus mengingatkan diri sendiri bahwa inti dari sebuah perlombaan bukan pada menang-kalah atau hadiah atau materinya, tetapi pada proses panjang dan pengorbanan yang diberikan untuk melakukan yang terbaik semampu saya. Ketika berfoto di bawah lampu sorot di depan panggung Balairung, saya terharu. Saya mengingat kembali perjalanan saya dari karantina, berdiskusi selama berjam-jam, menenggelamkan diri dalam obrolan dan analisis masalah yang terkadang saya sendiri tak mengerti betul isunya.