Â
3. The Debate
Setelah mengambil marqah, atau nomor urut tampil, saya dan Hakim langsung bergegas ke kamar dan mulai mendiskusikan beberapa prepared motion yang sudah diberikan beberapa hari sebelumnya. Selepas salat Isya, kami sibuk mencari berkas-berkas berisi argumen terkait isu yang sekiranya akan dibahas esoknya. Saya bisa bilang, di antara seluruh cabang lomba di MTQMN XIV ini, cabang lomba debat adalah yang paling tersiksa. Haha. Mengapa begitu? Karena babak penyisihannya dilangsungkan selama tiga hari berturut-turut. Hingga sampai hari ketiga, pengumuman perempat finalis baru akan dikabarkan. Ya sudah, mau tak mau, setiap malam saya dan Hakim harus memfamiliarkan diri dengan berdiskusi atau brainstorming setiap mosi.
Seperti tiga hari babak, ada tiga ronde pula. Ronde pertama berfokus pada isu media, ronde kedua pada isu pendidikan, dan ronde ketiga pada isu feminisme. Hari pertama berlangsung lancar. Kami agak kaget karena baru di ronde 1, panitia mengutus swing team (team ganti) karena ada satu tim yang tiba-tiba mengundurkan diri. Namun, itu tidak mengusik semangat kami bahwa kami pasti bisa melakukan yang terbaik.
Yang membuat saya dan Hakim agak kelimpungan adalah ketika harus dihadapkan dengan isu feminisme. Di ronde itu, ada sekitar sembilan prepared motions, dan masing-masing memiliki tingkat kontradiksi yang berbeda-beda. Hingga mosi di ronde ketiga yang keluar adalah "This House Believes that Family and Feminism are Incompatible." Memegang peranan sebagai Opening Opposition, kami berhasil merebut perhatian dewan hakim, sehingga kami pun berhasil tembus ke babak perempat final.
Sungguh lega rasanya bagi kami untuk melewati tahap penyisihan yang panjang itu. Sebanyak 16 besar tim akan maju melawan satu sama lain. Mosi yang diberikan untuk sesi perempat final adalah "This House Would Ban Music that Glorify Violence and Criminal Lifestyle." Tak terlalu memusingkan. Argumen-argumen yang kami siapkan kami babat habis, dan akhirnya kami maju ke semi final.
Kami sempat tak percaya bahwa kami maju ke babak 8 besar, mengingat persaingannya sangat ketat dan kefasihan tim-tim lain dalam berargumen dan berbahasa Inggris sudah tak diragukan lagi. Saya pun sempat takjub bahwa mereka yang berasal dari bidang non-bahasa Inggris, seperti teknik, teknologi, farmasi, atau psikologi, memiliki kemampuan berbicara yang dahsyat. Tata bahasa dan gaya kalimatnya mampu mereka modifikasi dengan sedemikian rupa. Tentu ini menjadi tantangan bagi kami tim Unpad, khususnya saya yang dari Sastra Inggris, untuk berusaha lebih keras lagi. Awalnya saya ingin menyerah saja saat semifinalis diumumkan, karena sesi itu segera dilangsungkan seusai babak perempat final. Otak sudah hampir burn out, dan sekarang kami harus memeras tenaga dan pikiran lagi untuk mosi "This House Would Allow Donations of Vital Organs even at the Expense of the Donor's Life." Sebagai opening opposition, kami berusaha setenang mungkin dan mencoba melaju ke grand final.
[caption caption="Suasana Debat (dokpri)"]
[caption caption="Aula Gedung 1 FIPB UI (dokpri)"]
[caption caption="Grandfinalis bersama Dewan Hakim (dokpri)"]
Pengumuman final diberitahukan saat malam haflah qur'an di Masjid Ukhuwah Islamiyah. Setelah agenda membaca qur'an oleh para qori' dan qori' terbaik di Indonesia, ketua dewan hakim MTQMN XIV mengumumkan para grand finalis, dan kami masuk.