Mohon tunggu...
Himawan Pradipta
Himawan Pradipta Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Copywriter

Teknisi bahasa di perusahaan konsultasi teknologi di Jakarta Barat. Suka membaca, nonton film, dan berenang.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Zero Mind Process: Kekuatan Berserah Diri

24 Januari 2014   21:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:30 2791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_291808" align="aligncenter" width="464" caption="sumber: typhoon.com"][/caption] Zero Mind Process, atau Proses Pikiran Bersih, merupakan istilah khusus yang digunakan untuk menunjukkan kepasrahan penuh kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu Allah SWT dalam keadaan apapun. Beberapa hari yang lalu, saya diperlihatkan sebuah video mengenai ESQ (Emotional Spritual Quotion) yang dinarasikan oleh Ari Ginanjar. Ia menyebutkan rumus-rumus spesifik terkait kehidupan manusia setelah sebelumnya menjabarkan berbagai problema, khususnya spiritual, yang kerap terjadi dalam kehidupan di alam semesta ini, misalnya, masalah tentang manusia yang tak jujur dalam memimpin, manusia yang belum mengenali dirinya sendiri, dan lain-lain. Lebihnya lagi, ia membuka narasinya dengan penggambaran bumi yang begitu kecil--hanya tampak seperti debu--dibandingkan planet-planet lain di luar angkasa. Ini semua mempertegas fakta bahwa manusia memang sudah seharusnya berpasrah diri pada Tuhannya atas apa yang menimpa dan terjadi padanya. Tidak hanya itu, sebuah kisah dari seorang pilot, Abdul Razak, yang selamat keluar dari zona merah di awan hitam yang tebal dan berpotensi untuk menghasilkan kilat, membawa saya pada sebuah makna keagungan Allah SWT. Pesawat Garuda Indonesia yang dikendarainya dari Selaparang, NTB, menuju Yogyakarta jatuh di atas Sungai Bengawan Solo setelah sebelumnya sang pilot hampir percaya bahwa pesawat itu akan hancur berkeping-keping. Di titik itu, momen ketika pesawat terjebak di atas langit setinggi puluhan meter di atas laut, dan ketika harapan seakan sirna, Pilot Abdul Rozak terlempar ke sebuah ruang lain di dalam dunianya. Di pikirannya, yang awalnya didominasi oleh persepsi pesawat jatuh atau meledak, tiba-tiba teringat Allah SWT; alam bawah sadarnya pun langsung terhempas ke area Zero Mind Process. Kepasrahannya yang membegitu kepada Allah saat itu membuatnya bergeming sejenak. Dari mulutnya, terlontar, "Allah menguasai kabut-kabut ini. Jika memang harus mati, aku pasrah. Jika itu yang terbaik, maka itu jalan yang akan kuhadapi." Ia pun mengosongkan pikirannya, menutup matanya, dan kemudian terdengar seperti sebuah baja seberat ratusan ton yang meluncur di atas air. Subhanallah! Pesawat Garuda Indonesia yang dibawa Abdul Rozak sudah mengapung di atas Sungai Bengawan Solo. Yang lebih mengejutkannya, ternyata tidak ada satupun penumpang yang meninggal dunia, meskipun beberapa luka parah. Beberapa hari kemudian, berita ini langsung dipampang di seluruh media di Indonesia. Headline "GARUDA INDONESIA LOLOS DARI AWAN MAUT" atau "PASRAH, KAPTEN ABDUL ROZAK SELAMAT DARI JEBAKAN AWAN NIMBOSTRATUS" menghiasi halaman depan koran-koran dan media. Sungguh luar biasa bentuk kepasrahan terhadap Sang Pencipta mampu menghasilkan sesuatu yang di luar dugaan manusia. Ari Ginanjar memberikan rumus final pada bentuk kepasrahan ini, yaitu: [caption id="attachment_291810" align="aligncenter" width="480" caption="Rumus Tak Hingga (sumber: almaraghi.com)"]

139057222118132338
139057222118132338
[/caption] Rumus ini mungkin kerap terdengar dalam dunia matematika. Menariknya, Ari Ginanjar menggunakan rumus ini dalam narasi spiritualnya. Di sini, angka 1 menunjukkan Allah dengan posisinya sebagai pembilang (di atas) sementara angka 0 menunjukkan Pikiran yang Bersih dan Pasrah dalam diri manusia dan dalam posisi penyebut, yang menghasilkan sesuatu yang tak terhingga, tak terduga-duga, atau di luar nalar manusia. Pesan kehidupan yang bisa dipetik dari kisah dan rumus ini adalah bahwa apapun yang terjadi dalam kehidupan ini yang dilandasi dengan kepasrahan kepada Allah SWT, akan membawa kita pada sosok insani yang mampu ditempa oleh berbagai cobaan dan hambatan. Ketika berusaha atau bekerja, terkadang kita khawatir terhadap hasil (apakah baik atau buruk/berguna atau tidak bagi orang lain), tapi ketika semuanya diserahkan kepada Allah, kita akan mendapatkan segala sesuatu yang tak pernah kita bayangkan. Karena pasrah bukan berarti kalah, dan berserah diri bukan berarti pengecut. Salam.

***

Himawan Pradipta adalah mahasiswa semester empat Sastra Inggris Universitas Padjadjaran. Ia aktif menulis di blog pribadinya, radipt.wordpress.com. Penulis tinggal di Tangerang bersama keluarga sederhananya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun