Mohon tunggu...
Himawan Pradipta
Himawan Pradipta Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Copywriter

Teknisi bahasa di perusahaan konsultasi teknologi di Jakarta Barat. Suka membaca, nonton film, dan berenang.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Renungan Ke-Maulid-an

18 Januari 2014   22:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:42 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lantunan shalawat sayup-sayup terdengar di Sabtu malam yang gerimis. Doa-doa digaungkan hingga ke pelosok Masjid Daarussalam, Ciledug yang dikelilingi air kotor. Banjir kali ini mengisi sepinya jalanan di komplek saya yang biasanya tampak lusuh dan sudah retak-retak aspalnya. Kami masih menunggu acara inti dari program "Maulid Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam" yang diselenggarakan oleh masjid ini. Saya sengaja hadir tidak hanya untuk menyiram ruhani saya yang agak aus tetapi juga mengisi waktu senggang.

Pembicara yang hadir kali ini adalah Dr. H. Sahminan Zega, seorang pakar hukum lulusan sebuah universitas di Tokyo dan sekarang sebagai Kepala Balai Diklat Keuangan di Manado. Namanya begitu menggaung di Komplek Ciledug Indah 2 hingga menarik banyak perhatian warga sekitar. Acara pun dimulai. Materi dibuka dengan sebuah video singkat mengenai "rumah" kita, rumah satu-satunya yang kita sebut Bumi. Video itu memperlihatkan kehidupan biodiversitas hewani yang hidup dalam ekosistem yang berbeda-beda. Materi pun berlanjut, dan lima menit sudah saya belum mendengar beliau menyebut kata-kata "Muhammad".

Malahan, ia lebih banyak menjelaskan tentang apa arti sukses. Lanjutnya, ia, dengan logat Manado-nya yang khas, diselingi gelak tawanya yang menggemaskan, memaparkan bagaimana kesuksesan bisa diukur dengan angka-angka. Di slide-nya, ia menampilkan huruf A hingga Z yang dibawahnya tertera angka 1 hingga 26. Ia pun melanjutkan dengan menampilkan kata-kata seperti HARDWORK, KNOWLEDGE, LOVE, MONEY, dan yang terakhir, ATTITUDE. Secara gamblangnya ia menyandingkan huruf-huruf dalam kata-kata tersebut dengan angka yang sudah dipasangkan. Yang membuat saya terlonjak adalah bahwa ternyata angka-angka dari kata tersebut menghasilkan sebuah jumlah yang diukur dalam takaran 100%. Dan hasilnya adalah:

- HARDWORK menghasilkan 98%.
- KNOWLEDGE menghasilkan  96%.
- LOVE menghasilkan 54%.
- MONEY menghasilkan 72%.

Ia menjelaskan bahwa hal-hal di atas hanya akan berpengaruh sekian persen terhadap kesuksesan. "Kita tidak boleh hanya kerja keras, atau belajar terus, atau cinta berlebih-lebihan sama hal yang tidak pada tempatnya," katanya. Lalu, apa yang membuat kesuksesan seseorang bisa menjadi 100%? Tentu, satu kata yang tersisa adalah...

ATTITUDE.

"Segala sesuatu di dunia ini," lanjutnya, "ditentukan oleh bagaimana kita bersikap. Baik itu terhadap Allah, terhadap sesama, dan terhadap alam. Jika kita tidak bisa menyelaraskan sikap kita dengan alam, maka tunggulah kehancurannya. Maka dari itu, kita, sebagai manusia biasa, haruslah sering-sering melihat ke dalam diri karena bisa saja kita tidak sadar apa yang telah kita lakukan bisa menyakiti hati orang lain."

Di slide berikutnya, ia menampilkan bentuk planet Bumi yang dibandingkan dengan planet Mars dan Venus. Di sini, terlihat bahwa Bumi paling besar di antara yang lain. Tapi, ketika bumi disandingkan dengan planet Jupiter dan Uranus, planet kita hanya tampak seperti sebutir kelereng. Belum selesai. Ketika planet Jupiter disandingkan dengan Matahari, Jupiter yang sekarang tampak seperti kelereng, dan Bumi hanya sebesar titik. Dan yang lebih menakjubkannya lagi, ketika Matahari disandingkan dengan Matahari-Matahari yang lain, Matahari yang diporosi oleh Bumi tidak bisa ditemukan. Apalagi Bumi! Subhanallah...

"Sungguh kecil diri kita ini di hadapan Allah," kata Ustadz, "maka dari itu, jauhilah macam-macam penyakit hati dan selalu ingat dari mana kita berasal, dan akan ke mana kita kembali. Dengan begitu, kita bisa lebih menghargai diri kita sendiri dan orang lain. Insya Allah."

Materi ditutup dengan sebuah kata pengantar yang mampu membuat tersentuh hati siapapun yang meresapinya. Bahwa kita tidak boleh takut ketika orang-orang di sekitar kita tidak suka atas apa yang kita kerjakan. Ia pun melanjutkan dengan kriteria muslim yang baik, bahwa seorang muslim yang baik harus MELAYANI dan bukan dilayani, MEMPERMUDAH dan bukan membebani, dan SEDERHANA dan bukan berbelit-belit. Banyak dari kita yang kadang lupa terhadap arah hidup kita. Mau ke mana? Apa tujuan kita hidup di dunia ini? Semua itu terkadang terngiang-ngiang di telinga, pikiran, dan hati kita untuk terus dan terus mencari jawaban yang benar.

Namun tenanglah, jika kita khawatir bahwa kita belum bisa merubah orang lain, Allah pasti akan memberikan kesempatan bagi kita untuk memperbaiki diri kita masing-masing terlebih dahulu.

Wassalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun