"Gorengaaan..Gorengaaaan!" Begitu bunyinya.
Baru saja saya mendengar suara itu, didepan rumah.
Setiap sore ia selalu berjualan gorengan keliling disekitar kampung saya.
Perawakannya tua, keriput, dan jalannya terbungkuk.
Terkadang adikku sering mengatakan "Mas! Beli gih tuh gorengannya! Kasian tau..!"
Aku hanya terdiam, menatapnya dengan senyum.
Aku ingin membeli salah satu dari kue gorengan yang nenek tua itu jual.
Kerudungnya berantakan, bajunya lusuh namun rapih, wajahnya cantik.
Meski kadang-kadang aku tidak bisa melihat beliau berjalan didepan rumahku karena aku belum tiba dirumah. (Saya masih disekolah)
Rasa iba tentu pasti ada. Pasti.
Selalu. Dan aku harus selalu iba. Bahkan aku tidak ingin hanya sekedar membeli kue gorengan murah yang dijualnya.
Aku ingin membantunya, ingin.
Namun apa daya, aku hanya seorang murid yang tak bisa menghasilkan uang sendiri.
Dalam hati aku berpikir, seorang tua, perempuan pula.
Berjalan keliling di tengah keramaian orang seperti itu. Aku tidak berpikir bahwa beliau cukup kuat untuk menggendong ember atau tempat untuk menempatkan kue-kuenya.
Saya saja kadang berpikir, seorang anak remaja yang bisa dikatakan, masih kuat.
Dan masih segar, belum tentu bisa melakukan hal itu.
Saya malu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H