Film ber-genre science-fiction (sci-fi) belakangan makin menarik di mata para pencinta film. Beberapa di antaranya yang cukup menjadi sorotan adalah The Hunger Games: Catching Fire (Jennifer Lawrence), Ender's Game (Harrison Ford), dan The Last Days on Mars (Liev Schreiber), ketiganya dirilis tahun 2013. Hal-hal menarik dan "tak disangka-sangka" yang ditawarkan filmnya seolah menjadi magnet tersendiri untuk merebut perhatian para movie-goers. Portal yang dirupakan seperti jam sebagai penentu datangnya bencana dalam Catching Fire, simulasi pertarungan sengit imajiner yang ternyata merefleksikan keadaan planet bumi sebenarnya dalam Ender's Game, dan perjuangan para astronot untuk mengumpulkan bebatuan langka di planet Mars dalam The Last Days on Mars, seakan menjadi perhatian tersendiri karena semua hal itu tidak terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, sesuatu yang dianggap tabu atau aneh dalam dunia palsu (hiperrealita) yang digambarkan lewat film, menjadi sesuatu yang lumrah justru. Tahun ini, film-film sci-fi kembali hadir mengobati rasa rindu para pencinta film khayalan, satu di antaranya adalah Dawn of the Planet of the Apes, yang menggambarkan atmosfer di masa depan, di mana teknologi sudah jadi teman hidup, dengan arahan sutradara-aktor-screenplay writer Matt Reeves. Kali ini, bukan lagi portal penanda bencana, atau simulasi tarung di lapisan horizon, bukan juga kondisi planet Mars yang melepuh, melainkan kera. Hewan yang kerap dijadikan pembanding manusia dilihat dari segi fisiknya ini, ditambah karena kemampuan kecerdasannya yang di atas rata-rata dibandingkan hewan-hewan lain, menjadi nilai jual film berdurasi 130 menit ini. Tanpa terduga, para kera buatan para cempiang di masa depan ini akan membuat para penonton tercengang dan bahkan, kalau boleh dibilang, ngeri dibuatnya. Tapi yang jelas, para kera dalam film ini akan membuat tanda pada jamannya sendiri, membuat terobosan dalam dunia ke-sci-fi-an. [caption id="" align="aligncenter" width="618" caption="Poster Film (sumber: jrook.com)"][/caption] Sinopsis Dawn of the Planet of the Apes bercerita tentang perang yang terjadi antara kaum para kera canggih yang terlahir dari hasil uji coba laboratorium para peneliti di Amerika dan para manusia yang masih tersisa di bumi. Di film sekuelnya ini, digambarkan bahwa para kera tersebut, masih di bawah pimpinan Caesar (disuarakan oleh Andy Serkis: The Adventure of Tin Tin, The Hobbit: An Unexpected Journey) yang berwiba, sudah memiliki rumah sendiri jauh dari tempat para manusia tinggal. Sementara itu, para manusia, yang sedang krisis daya (listrik padam dan kekurangan air dan bahan pangan), tentu membutuhkan daya yang cukup besar untuk menopang hidup mereka. Sayang sungguh sayang, satu-satunya kekuatan yang ada ternyata terdapat di tengah-tengah rumah para kera itu, yaitu sebuah bendungan raksasa berkekuatan besar yang bahkan mampu menyelamatkan jiwa manusia. Tetapi, para manusia itu terlalu ngeri untuk datang ke sana mengingat mereka sendiri tak tahu apa yang akan terjadi. Mereka takut ketika sedang "melihat-lihat" di sekitar hutan, tidak hanya para kera yang mengoyak tubuh mereka, tapi juga rusa liar, beruang yang kelaparan, atau hewan-hewan ganas lainnya. Tapi tidak sekumpulan orang ini. Malcolm (Jason Clarke: Zero Dark Thirty) bersama rombongannya menerobos hutan tersebut dengan harapan mereka bisa tiba di bendungan itu tanpa kemungkinan terbunuh. Namun, harapan pasti pupus jua tanpa digerayangi rintangan, bukan? Benar saja, di tengah-tengah perjalanan, salah satu anggota rombongannya, Carver, berpapasan dengan dua ekor kera yang habis berburu. Sontak, dan tak tahu harus berbuat apa, Carver mengangkat senjata dan menarik pelatuknya hingga raungannya terdengar ke seluruh penjuru hutan. Mengetahui hal ini, Caesar langsung "memanggil" keluarga besarnya dan mendatangi sumber bunyi tembakan. Dalam waktu beberapa menit saja, Malcolm dan rombongannya sudah dikepung dalam sebuah lingkaran yang kecil di antara keluarga besar para kera yang bergelantungan di mana-mana. Caesar murka, mengetahui bahwa salah satu anggota keluarganya hampir terbunuh (lagi) oleh tangan manusia, dan memperingati para manusia itu untuk pergi dan tak boleh kembali. Tapi apa mau dikata. Namanya manusia, pasti berontak juga. Malcolm, setelah berpikir matang-matang, dan atas seijin keluarganya dan walikotanya, Dreyfus (Gary Oldman: Harry Potter and the Prisoner of Azkaban, Tinker Tailor Soldier Spy), akhirnya kembali ke hutan untuk meminta ijin pada Caesar agar beberapa dari rombongannya bisa bekerja di bendungan itu, yang disetujui oleh Caesar. Tentu saja, ada kawan muncul lawan. Sikap setuju Caesar untuk membiarkan para manusia bekerja di rumahnya, memicu percik-percik perlawanan dalam diri beberapa anggota-anggota kera yang lain, satu yang paling ambisius adalah Koba (disuarakan oleh Tobby Kebbell: War Horse, The Sorcerer's Apprentice). Ambisius Koba perlahan-lahan makin memuncak ketika melihat para kera yang mulai mengenal para manusia dengan berbagai cara; ini membuatnya makin geram, yang mengakibatkan perpecahan tidak hanya bagi keluarga para manusia, tetapi juga rumah mereka sendiri. [caption id="" align="aligncenter" width="518" caption="- Malcolm dijaga dua kera ke bendungan (jrook.com)"]
"Film tanpa musik bagaikan sayur tanpa garam", begitu kata mutiaranya.
Gubahan tangan Michael Giaccino, yang juga biasa didampuk untuk mengisi soundtrack film-film science fiction, seperti Super 8 (2011), dan Startrek: Into Darkness (2013), memberikan nuansa baru dalam film ini. Permainan strings, genderang, dan tuba yang terasa dominan dalam film ini, membuat cerita yang juga ber-genre drama dan aksi ini makin terasa gurih. Adegan para kera "menyabot" para manusia, misalnya, yang diiringi dengan sederet bunyi genderang membuat adegan terlihat lebih apik. Adegan lain, ketika Caesar dirawat di rumah Will Rodman (James Franco) yang diiringi dengan suara selo menciptakan suasana sedih dalam diri penonton. Kemudian, adegan Malcolm bersembunyi dari para kera pembunuh untuk mengambil obat-obatan untuk Caesar dan bertemu anak laki-laki Caesar terasa begitu mengaduk-ngaduk emosi para penonton dengan suara violin yang dimainkan dalam nada yang tinggi dan dinamisasi yang kompleks. Pemain Wajah-wajah baru dalam film ini bisa dibilang pendatang baru, kecuali Gary Oldman dan Jason Clarke. Kehadiran Gary Oldman, jelas, tidak hanya menambah citra film sains fiksi di mata para sineas dunia hiburan. Perannya sebagai Dreyfus, mantan polisi yang sekarang menjadi seorang walikota, memberi bekas yang takkan mau hilang dalam dunia perfilman. Oldman, pantaslah, memang dikenal sebagai aktor yang terkenal memerankan tokoh-tokoh kebapakan atau seseorang yang bertanggung jawab atas sesuatu (in charge), sehingga tokoh Dreyfus, bisa dikatakan, dapat dikejawantahkan dengan baik. Lain halnya dengan Jason Clarke, meski namanya baru terdengar belakangan, terlebih karena peran anta-protagonisnya dalam Zero Dark Thirty (2013), karakternya sebagai Malcolm mampu ia transfer ke penceritaan dengan begitu stabil. Karakternya kuat, tidak mudah terpengaruh oleh pencitraan karakter lain, yang membuat Malcolm dicirikan sebagai sosok pemimpin dalam rombongannya. Perannya sebagai seorang ayah juga memperkuat fakta itu. Inilah yang mungkin akan membawa nama Clarke menjadi hot stuff dalam dunia perfilman, khususnya jenis sains fiksi atau drama. Pemain lain seperti Kerri Russell (Ellie), Kodi Smitt-McPhee (Alexander), dan Kirk Avecedo (Carver), meskipun seakan seperti pemanis, namun berpengaruh penting dalam penjalanan cerita secara keseluruhan. Seperti halnya Andy Serkis, yang tubuhnya dimanipulasi oleh teknik komputer tingkat tinggi CGI dalam bentuk Caesar, dan Toby Kebble dalam bentuk Koba, juga memiliki pengaruh yang vital (mengingat mereka protagonisnya). Terlepas dari itu, suara Serkis dan Kebble, dengan bantuan teknologi sulihsuara, yang memungkinkan suara mereka menjadi lebih berat dan "menyeramkan," terdengar sangat apik dan tidak mengganggu penonton. [caption id="" align="aligncenter" width="612" caption="- Aktor Andy Serkis memerankan Caesar dengan teknik CGI"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H