Mohon tunggu...
Himawan Pradipta
Himawan Pradipta Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Copywriter

Teknisi bahasa di perusahaan konsultasi teknologi di Jakarta Barat. Suka membaca, nonton film, dan berenang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hamil

21 Desember 2014   06:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:49 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14190912961014900010

Hamil

Flash Fiction - Himawan Pradipta


Pasien di dalam ruangan itu belum keluar juga. Dalam hati Sabitha bergumam, pasti ada yang salah dengannya. Pemuda yang ia tunggu-tunggu itu sudah berada di dalam ruang pemeriksaan selama dua puluh menit lebih. Sambil mengelus-ngelus perutnya yang agak buncit, Sabitha mulai resah. Ia hanya bisa mendengar suara gumaman dari balik pintu. Kuping kanannya belum mau lepas sebelum dokter keluar dan memberikan keterangan yang membuat hatinya mantap. Menyadari usahanya sia-sia, ia mengambil gelasnya, mengosongkannya, lalu menempelkannya di dinding, hingga dalam diam, ia dapat menangkap pembicaraan dari kamar sebelah.

“Pak,” kata dokter, “Bapak yakin siap mendengar kabar ini?”

“Iya, Dok,” kata Jaka.

Ehm, bapak tidak keberatan jika saya mengecek lagi?”

“Memangnya kenapa, Dok? Dua kali diperiksa belum cukup, ya?”

Konsentrasi Sabitha pecah ketika mendengar derap langkah suster yang mendekat. Ia bergegas duduk dan mengambil sebuah majalah untuk pura-pura dibaca.

Eeeh, Bu Sabitha, mau periksa kehamilan ya?”

“Iya.”

“Wah, ini anak yang keberapa, Bu?”

“Pertama, Sus.”

Sambil tersenyum sumringah, suster itu menghampiri Sabitha dan ikut duduk bersamanya. Mau tak mau, Sabitha pun menyingkirkan majalahnya dan mencondongkan badan ke arah suster, siap mengobrol. Setelah lima menit bertukar basa-basi, mereka terlonjak ketika pintu ruangan pemeriksaan kandungan terbuka, dan seorang dokter berwajah cerah keluar sendirian. Si suster segera menghampiri dokter dengan langkah tergesa-gesa; Sabitha mengikutinya dari belakang.

“Dok, gimana hasilnya?”

“Jaka—”

“Jaka kenapa, Dok?”

“Dia hamil.”

Sabitha segera mengeluarkan handphone-nya sambil mempercepat langkahnya ke lahan parkir rumah sakit. Ia cari nomor suaminya sebelum menempelkan telfonnya ke kuping kanannya—menunggu dan menunggu.

“Semoga saja dia laki tulen,” katanya tanpa bersuara.



BANDUNG, DESEMBER 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun