Namaku Ara, umurku 17 tahun dan sekarang masih berstatus sebagai pelajar di salah satu SMA Negeri. Aku menjalani kehidupan seperti siswa SMA pada umumnya. Hari ini sekolahku sedang mengadakan perkemahan. Kebetulan sekali aku dan teman-teman setendaku merasa bosan. Seketika aku memiliki sebuah ide.
"Hey, ada sebuah rahasia kecil yang ingin aku ceritakan pada kalian" ujarku dengan penuh semangat.
Mereka menoleh ke arahku dan aku pun mulai bercerita.
Bertahun-tahun lamanya, saat umurku masih 9 tahun aku sangat terobsesi dengan hantu. Bukan hanya sekedar menonton filmnya, aku bahkan menyimpan banyak sekali foto hantu dan menjadikannya sebagai wallpaper di handphone.
"Ibu kan udah bilang, gak baik simpan yang kayak gitu" ucap Ibu saat kami sedang makan malam bersama. Aku mengabaikan ucapan Ibu dan tetap lahap menyantap makananku sambil sesekali melihat ke layar handphone.
Setiap sepulang sekolah, aku dan beberapa teman selalu memiliki janji untuk berkumpul di salah satu rumah temanku untuk menonton film bersama. Tentu saja film yang kami tonton adalah film hantu. Aku masih sangat ingat sebuah film horror yang bercerita tentang sebuah keluarga yang baru saja pindah ke rumah baru yang ternyata memiliki sebuah pohon besar yang angker. Setelah menonton film tersebut, aku menjadi tertarik dengan pohon besar karena berharap dapat bertemu hantu di sana.
Saat sore hari, aku sengaja mengajak teman-temanku untuk bermain di lapangan yang terdapat pohon besar di sana. Aku duduk di bawah pohon itu dan menatap ke atas, aku tersenyum dan menyapa mereka yang aku yakini ada di atas sana dan sedang menatap balik ke arahku.
Semakin hari, perasaan untuk dapat melihat dan berinteraksi dengan hantu semakin besar. Aku mulai semakin tidak terkendali dengan mencari cara untuk dapat berkomunikasi dengan mereka. Kebetulan sekali, sedang ada ritual yang ramai diperbincangkan orang-orang. Tentu saja aku sangat tertarik untuk mencobanya. Sepulang sekolah, sekitar jam dua siang aku mempersiapkan segala hal yang diperlukan untuk melakukan ritual tersebut. Aku sengaja melakukannya di saat orang rumah masih tidur siang. Aku masuk ke kamar mandi, mematikan semua lampu dan mulai mengikuti intruksi lainnya sampai di titik aku merapalkan mantra panggilan. Namun, tidak ada satu pun hal yang terjadi. Aku melihat ke arah cermin di hadapanku tetapi tidak ada apapun yang muncul.
Secara tiba-tiba aku mulai merasakan hawa yang tidak enak, aku mulai keluar dari kamar mandi dan merenungkan perbuatan yang baru saja aku lakukan.
Aku tidak pernah merasa seperti ini, tidak biasanya aku merasa gugup. Aku pun berpikir mungkin kali ini aku memang sudah keterlaluan.
Malam harinya, aku berusaha untuk melupakan kejadian tadi dan memutuskan untuk segera tidur. Namun, terjadi hal aneh yang tidak pernah aku alami sebelumnya. Tiba-tiba saja di tengah tidurku aku tersentak bangun tetapi tidak bisa menggerakan seluruh badanku, hanya mataku saja yang dapat melihat sekeliling kamar. Pandanganku teralihkan pada layer handphone yang masih menyala, di sana terlihat seseorang yang mondar mandir dan menggedor-gedor layar handphone seolah terjebak di dalamnya. Aku merasa aneh, karena seingatku aku tidak punya video yang seperti ini. Semakin lama, orang itu mempercepat gerakannya. Secara tiba-tiba juga terdengar suara teriakan memanggil namaku.
Aku berusaha untuk bangun, tetapi tubuhku tidak mau mengikuti keinginanku. Suara itu terus memenuhi pendengaranku, aku mulai takut dengan apa yang sedang terjadi saat ini. Setelah beberapa kali mencoba akhirnya aku bisa menggerakan tubuhku dan aku beranjak bangun. Mengambil posisi duduk dan melempar bantal ke arah handphone untuk menutupinya. Aku berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi, dadaku terasa sakit karena terus saja berdetak dengan cepat, air mataku mengalir aku begitu ketakutakan. Tangisanku mulai pecah, aku mulai berteriak memanggil orang tuaku, mereka datang ke kamarku dengan wajah panik.
"Ada apa? Kenapa kamu menangis?" tanya Ibuku sambil mengelus kepalaku dengan lembut.
Aku menceritakan hal yang baru saja terjadi meski dengan isak tangis yang tak kunjung mereda. Ayahku marah karena mengira aku mimpi buruk akibat terlalu sering melihat hal-hal yang menyeramkan, ia membawa handphone ku keluar.
Ibu menatapku, aku mencoba meyakinkannya bahwa itu bukanlah mimpi. Ibu mengangguk dan bilang bahwa ia percaya padaku.
"Ibu, aku tidak ingin tidur di sini" ucapku pada Ibu.
Ibu yang mengerti perasaanku mengajakku untuk tidur di ruang tamu. Ibu mengambil kasur kecil untuk kami dan menyalakan televisi agar aku tidak takut lagi.
Cara ibu memanglah manjur, aku sudah tidak merasa takut dan mulai nyaman untuk memejamkan mataku. Aku pun kembali terlelap dalam tidur.
Namun, tak lama dari itu aku mulai kembali merasakan aku tidak bisa menggerakkan seluruh tubuhku. Lagi-lagi aku hanya bisa membuka mata dan hal pertama yang aku lihat cukup membuatku sangat terkejut. Aku melihat 4 bayangan dengan siluet yang sangat jelas, aku tahu bahwa itu adalah postur dari pocong. Aku begitu ketakutan, padahal ada Ibu di sampingku tapi aku tidak bisa bergerak atau pun bersuara. Aku terus menyaksikan bayangan itu seperti sedang memperhatikanku. Bayangan itu terukir jelas di dinding, berjejer dengan rapihnya.
Semenjak kejadian itu, aku selalu diganggu dengan kehadiran makhluk halus. Meski tidak dapat melihat mereka secara nyata, tetapi gangguan demi gangguan selalu mengusikku. Sudah bertahun-tahun berlalu, kini aku sudah besar dan mulai terbiasa dengan semua gangguan yang terjadi. Meski demikian, ternyata hal itu tidak membuatku takut untuk menonton film bergenre horror, aku tetap tertarik bahkan selalu tertarik. Namun, ada satu pelajaran yang aku terima dari kejadian tersebut. Aku belajar, bahwa menyukai sesuatu secara berlebihan adalah suatu hal yang buruk, sudah seharusnya aku menjaga batasan pada apapun itu dan berlaku sewajarnya saja.
Dengan bangga aku mengakhiri cerita dan menyaksikan ekspresi teman-temanku itu. Belum sempat aku menanyakan pendapat mereka, tiba-tiba saja salah satu guru mendatangi tenda kami.
"Ara, jangan berdiam di tenda seperti itu. Ayo ikut menikmati api unggunnya" ajak Pak Guru dengan tersenyum. Aku mengangguk dan keluar dari tenda.
"nanti kita teruskan lagi ya" ucapku sambil berbisik tak lupa aku melambaikan tangan untuk pamit pada temanku yang berada di dalam tenda.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI