sumber gambar http://stat.ks.kidsklik.com/files/2010/04/130-hari-kartini.jpg
Selamat Hari Kartini untuk seluruh perempuan Indonesia. Saya mencoba membuat tulisan ini dengan melihat perempuan dari “kacamata” saya sebagai seorang laki-laki yang memiliki seorang Ibu Rumah Tangga dan 2 orang adik perempuan. Juga berkaca dari pengalaman yang saya dapat saat menetap di Negara barat yang memiliki cara pandang berbeda dengan Negara timur dalam melihat peran perempuan. Saya berkesempatan tinggal selama 3 bulan di Kanada dan melakukan beberapa diskusi tentang gender equality.
Singkat cerita, suatu saat saya berdiskusi dengan teman Kanada saya, saat mereka mengunjungi Indonesia. Begini lebih kurang diskusinya. Pertanyaan dimulai saat seorang teman bertanya :
1.Indonesia adalah Negara muslim dan muslim mengharuskan wanitanya menggunakan jilbab, tapi kenapa kok si A berjilbab dan si B tidak, padahal mereka sama-sama muslim.
2.Jika bisa memilih Istri, kamu mau Istri yang berjilbab atau tidak.
3.Di Indonesia mengapa banyak wanita menghabiskan waktunya tinggal di rumah dan mengasuh anak, sedangkan laki-laki berada diluar rumah mencari uang.
Dan masih banyak pertanyaan lain tentang Islam dan perempuan yang semuanya diwali dengan kata tanya mengapa. Jika anda dihadapkan dengan pertanyaan seperti itu, apa jawaban anda? Dan beginilah jawaban saya.
Jawaban pertanyaan pertama, saya mulai dengan pernyataan, pertama saya adalah seorang muslim yang tidak terlalu taat. Sholat masih sering tinggal dan tidak tahu banyak tentang Islam. Jadi jawaban saya ini berdasarkan atas kemampuan saya yang terbatas dalam memahami agama, sehingga mungkin tidak pas. Pertanyaan pertama saya jawab dengan, dalam Al-qur’an memang diwajibkan bagi wanita untuk menutup aurat dengan menggunakan jilbab. Tetapi kenapa ada yang pakai dan ada yang tidak, itu karena tiap orang punya pemahaman dan pengalaman yang berbeda dalam menggunakan jilbab, personal choice intinya.
Pertanyaan kedua, saya jawab dengan memulai pernyataan, sekolah yang pertama bagi setiap orang adalah keluarga. Sebelum masuk ke sekolah resmi, keluarga dan orang tua lah yang mengajarkan seorang anak. Orang tua saya (ibu) tidak memakai jilbab pada saat menikah dengan ayah saya. Mungkin karena orang tua (nenek) tidak pernah memberi masukan untuk menggunakan jilbab karena memang nenek saya lebih banyak menghabiskan waktu mencari uang dengan berjualan di pasar. Tapi dalam perjalanan waktu, ibu saya akhirnya menggunakan jilbab karena pada waktu itu adik perempuan saya yang paling kecil bersekolah di sekolah islam dan menggunakan jilbab saat ke sekolah. Mungkin karena keadaan seperti itu membuat ibu saya berniat menggunakan jilbab.
Intinya bagi saya jika boleh memilih, saya mau mencari wanita yang menggunakan jilbab, tapi itu bukan penilaian mutlak dan sebuah keharusan. Bisa saja nanti perjalanan waktu merubah ia jadi menggunakan jilbab, seperti yang terjaadi dengan ibu saya. Karena jilbab bukan patokan kualitas keimanan seseorang, menurut saya.
*kita hentikan pembahasan mengenai jilbab dan agama karena saya tidak ingin tulisan ini mengarah ke masalah SARA. Karena akan panjang jika dilanjutkan dan jika ada yang tidak sependapat, harap disimpan dalam hati saja karena saya tidak ingin ada perdebatan lebih lanjut. Karena ini menurut pendapat saya, bisa saja saya salah menurut pendapat orang lain.
Pertanyaan ketiga, mengapa perempuan Indonesia lebih banyak di rumah dan si suami yang bekerja. Bicara tentang perempuan dan kesamaan gender merupakan suatu tema yang masih terus diperdebatkan hingga hari ini. Menurut pandangan SECARA UMUM masyarakat Indonesia, perempuan itu tugasnya di rumah, mengurus kasur, dapur, dan sumur. Ini pemahaman yang saya dapat dari sekolah pertama saya dirumah. Karena ibu saya adalah seorang ibu rumah tangga yang sehari-hari mengurusi kasur, dapur, sumur.
Sedang di Negara barat, perempuan dan laki-laki sudah dianggap sama. Laki-laki yang mengurusi rumah dan perempuan bekerja, bukan suatu hal yang asing. Banyak keluarga yang melakukan hal seperti itu. Mungkin itu alasan mengapa teman Kanada saya bertanya tentang perempuan di Indonesia. Menurut mereka, perempuan dan laki-laki itu sama (dalam arti luas), sedangkan menurut saya adalah berbeda (dalam BANYAK hal, bukan dalam SEMUA hal).
Takdir memberikan laki-laki kekuatan fisik yang lebih dibanding perempuan (setuju?). itulah kenapa dalam cabang olahraga, tidak pernah secara resmi dipertandingkan perempuan melawan laki-laki. Karena lebih banyak mudharat bagi keduanya. Mudharat bagi perempuan karena sudah bisa diprediksi bahwa laki-laki akan menang karena secara fisik lebih kuat. Sedangkan akan menjadi mudharat bagi laki-laki jika ternyata ada faktor-faktor tertentu yang membuat perempuan bisa mengalahkan laki-laki (masa lawan perempuan kalah?).
Sekali lagi ini bukan tentang olahraga, tapi ini hanya ilustrasi tentang laki-laki lebih kuat secara fisik. Tetapi perempuan dianugrahi emosi yang lebih kuat dibanding laki-laki. Contohnya di rumah saya dan mungkin di banyak rumah yang lain pada saat bulan puasa. Ibu yang ibu rumah tangga tanpa henti melayani kami sekeluarga. Bangun saat sahur, menyiapkan makanan, mengurus rumah, mencuci, menyetrika, menyiapkan makanan berbuka, tarawih, tidur dan kemudian bangun lagi saat sahur. Sedangkan ayah saya bekerja dari pagi hingga sore. Pada saat sedang tidak bekerja, ia lebih banyak menghabiskan waktu dengan tidur-tiduran, menonton tv, dan kegiatan santai lainnya. Padahal secara fisik ia lebih kuat dari ibu saya, namun emosi selama bulan puasa membuat ibu saya jauh lebih kuat dibanding ayah saya.
Pertanyaannya, dimana kami sebagai anak-anak, kok ga bantu ibu?? Jawabnya, memang sengaja tidak dilibatkan karena akan makin panjang pembahasan ini, tapi bukan berarti kami tidak pernah membantu ibu ;)
Dari semua penjabaran saya yang tidak lengkap diatas, menurut pemahaman saya, perempuan dan laki-laki itu berbeda namun ada banyak hal yang bisa membuat mereka menjadi sama. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Tetapi kelebihan dan kekurangan itu akan menjadi sempurna jika mereka dipersatukan, itulah makna pernikahan yang membuat laki-laki dan perempuan menjadi sempurna. Karena menurut agama Islam, pernikahan adalah untuk menyempurnakan setengah ibadah. Mungkin setengahnya lagi dapat disempurnakan bersama-sama.
Laki-laki dan perempuan bisa mengerjakan semua hal. Namun ada pekerjaan yang lebih baik hasilnya jika dikerjakan oleh laki-laki dan ada pekerjaan yang lebih sempurna hasilnya jika dikerjakan oleh perempuan. Namun tidak semua pekerjaan untuk laki-laki tidak bisa dilaksanakan dengan baik oleh perempuan dan pekerjaan perempuan bisa saja dilakukan dengan sempurna oleh laki-laki.
Diperjalanan waktu, peran seorang ibu dan perempuan tidak hanya di kasur, dapur, sumur. Banyak diantara mereka yang menjadi pengusaha, bekerja di pabrik, penulis, wartawan perang, tenaga medis, dan pekerjaan lain yang biasanya identik dengan laki-laki. Kemudian banyak laki-laki yang menjadi koki, pinata rias, perancang busana, pemilik salon, dan pekerjaan lain. Sedangkan dirumah, seorang bapak bisa saja menjadi seorang koki masak dirumah, yang jika ia memasak, hasilnya ditunggu-tunggu oleh seluruh anggota keluarga. Bukan karena lebih enak, tapi karena ia jarang memasak. Bukan makanannya yang dinikmati, tapi momennya itu yang dihargai. Tetapi jika makanannya enak, setidaknya ia bisa berganti peran dengan ibu di momen itu.
Intinya bukan mengetahui peran masing-masing, tapi bagaimana memahami peran sebagai laki-laki dan perempuan. Memahami, bukan mengetahui. Bukankah jika ada seorang laki-laki yang hebat, disampingnya selalu ada perempuan yang luar biasa.
Terlepas dari kekurangan dari tulisan ini, saya hanya ingin mengucapkan Selamat hari kartini untuk perempuan Indonesia. Karena kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh peran perempuan di Negara itu. Teruslah menjalankan peran dengan baik, semoga beriringan dengan itu, Negara ini juga akan semakin baik.
Apa kaitannya tulisan ini dengan Briptu Norman? Tidak ada sama sekali. Tetapi ingatlah, ada seorang ibu luar biasa yang telah mendidik dan menjadikan seorang anak seperti Briptu Norman. Dan mungkin ada kaitannya dengan pantun ini.
Briptu Norman nyanyi India,
Judulnya chaiya chaiya,
Selamat hari kartini perempuan Indonesia,
Semoga Negara ini bertambah jaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H