Mohon tunggu...
Radief Ramadhana Fahmi Elmana
Radief Ramadhana Fahmi Elmana Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

CEO and Content Creator of At-Tarbiyah Media, a writer at Kompasiana and an observer and enthusiast of politics, law, social issues, and JKT48

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kritik Kritis Untuk Muhammadiyah dari Warga Nahdliyyin

18 Januari 2024   13:56 Diperbarui: 18 Januari 2024   14:03 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Muhammadiyah | Sumber Gambar: Radief Ramadhana Fahmi Elmana

Salam hormat dan ta'zim kepada warga Muhammadiyah dimanapun anda berada, penulis adalah mantan warga Muhammadiyah yang kini 'hijrah' menjadi warga Nahdlatul Ulama. Sebagai mantan warga Muhammadiyah yang kini berhijrah menjadi warga Nahdliyyin, penulis menilai Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbesar kedua setelah Nahdlatul Ulama memiliki banyak kontribusi bagi pembangunan peradaban Islam di Indonesia sama seperti Nahdlatul Ulama. Namun, ada beberapa kritik kritis penulis yang ditujukan kepada Muhammadiyah terkait sejumlah kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Muhammadiyah dan berbagai pernyataan tokoh dan warga Muhammadiyah terutama diakar rumput.

Melalui artikel ini, penulis ingin menjabarkan beberapa hal-hal yang menjadi kritik yang sering kali tak bisa diselesaikan secara mufakat demi menjaga keharmonisan dan kerukunan bangsa Indonesia dan demi menjaga toleransi dan kerukunan sesama kaum muslimin dan non-muslim di Indonesia

Perbedaan Penetapan Tanggal Awal Puasa dan Tanggal Hari Raya dengan Pemerintah

Sering kali Muhammadiyah menetapkan tanggal awal Puasa dan tanggal Hari Raya yang tidak selaras dengan keputusan Pemerintah dalam hal ini ialah ranah Kementrian Agama. Sebagai landasan kritik penulis, apa yang dilakukan Muhammadiyah ini sangat bertentangan dan tidak sesuai dengan Surah An-Nisa ayat 59, yang dimana ayat tersebut memerintahkan agar kaum Muslimin yang beriman untuk menaati pemimpin selama masih muslim (dalam makna jamak, bermakna Pemerintah) dan tidak dalam rangka untuk kemaksiatan kepada Allah. Kontroversi inilah menimbulkan pertanyaan terkait kesejajaran Muhammadiyah dengan Pemerintah dalam hal mengatur kalender Hijriah

Selain itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa "Hukmul Hakum Yarfaul Khilaf" yang bermakna, ketetapan hakim (Pemerintah) dalam menetapkan suatu hal yang bersifat ibadah adalah suatu hal yang tak dapat diperdebatkan lagi. Jadi dalam hal ini, Muhammadiyah telah membiarkan secara tidak langsung kerisauan umat Islam di Indonesia yang masih berpuasa sementara sudah ada yang berhari raya, apakah ibadahnya sah atau tidak

Kontroversi tidak membaca "Bismillah" yang dikeraskan dalam Shalat

Muhammadiyah mendapat sorotan karena tidak membaca Bismillah yang dikeraskan pada surah Al-Fatihah dan surah-surah pilihan selama shalat, dengan dalih tindakan tersebut adalah bid'ah dan tidak sesuai sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alayhi Wassalam. Banyak pihak-pihak menyoroti hal ini karena membaca Bismillah yang dikeraskan dalam shalat adalah bukan suatu kebid'ahan dan merupakan Rukun Shalat. Pendekatan hal ini harus ditinjau ulang agar tidak timbul keresahan dan agar sesuai tuntunan Nabi Shallallahu 'Alayhi Wassalam dan menyesuaikan dengan kebiasaan kaum Muslimin di Indonesia pada umumnya

Narasi "Saling Memaafkan" dan Surah Ali Imran 133-134

Muhammadiyah kerap menekankan narasi "Saling Memaafkan" berdasarkan tafsir Surah Ali Imran 133-134 dalam setiap momen hari raya Idul Fitri. Kritik muncul karena kesan ekslusivitas narasi tersebut, dikarenakan pemahaman saling memaafkan dan menyambung tali silaturrahim tidak hanya terdapat pada Surah Ali Imran 133-134 saja melainkan dalam surah-surah dan ayat-ayat lain dalam Al Qur'an dan tidak terpaku hanya dalam suatu surah dan ayat-ayat tertentu saja

Penggunaan Metode Hisab dalam Penetapan Kalender Hijriah

Kritik terhadap Muhammadiyah juga mencakup pada metode hisab dalam penggunaan waktu dan penetapan kalender hijriah tertuama dalam menentukan awal Puasa dan Hari Raya. Kritik tersebut muncul karena hal tersebut adalah suatu Bid'ah Akbar yang tidak dijarkan oleh Nabi Shalllallahu 'Alayhi Wassalam. Kontroversi ini muncul karena metodologi penghitungan Kalender Islam dan penetapan tanggal awal Puasa dan Hari Raya yang sesuai dengan Sunnah Nabi Shallallahu'Alayhi Wassalam hanyalah Ru'yatul Hilal yang saat ini masih digunakan oleh negara-negara Islam termasuk Arab Saudi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun