Mohon tunggu...
Radief Ramadhana Fahmi Elmana
Radief Ramadhana Fahmi Elmana Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

A Gen-Z who likes JKT48, Coffee and Manchester City. Likes discussing and writting about Politics, Law and Social Affairs

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Budaya WFH: Malas, Manja, atau Mengurangi Polusi?

4 Januari 2023   22:03 Diperbarui: 4 Januari 2023   22:09 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada yang merasa bosan bahkan stress tujuh turunan karena ia WFH bahkan matanya lelah karena harus bekerja di depan komputer berjam-jam dan tidak bisa keluar kemanapun karena ada kebijakan larangan hangout yang diakibatkan oleh kebijakan PPKM. 

Urusan gaji, justru gaji mereka turun drastis akibat WFH. Bahkan gaji yang diterimanya pun tidak cukup jika dihitung dengan pengeluaran yang mereka keluarkan untuk tagihan listrik yang membengkak akibat penggunaan listrik dan tagihan internet. 

Belum lagi dengan kebutuhan anak-anak mereka dan biaya sekolahnya, bisa-bisa kempes duit orang tuanya yang kehabisan uang akibat meningkatnya kebutuhan orangtuanya untuk menunjang bekerja dirumah mulai dari ruangan ber-AC dan Internet. 

Akibatnya, jika keuangan keluarganya menipis lahirlah masalah baru seperti KDRT dan konflik rumah tangga lainnya. Karenanya, WFH bisa juga jadi malapetaka bagi dirinya dan keharmonisan keluarganya

Karena itu, teruntuk Riwanty Sidabutar. Saya bukannya membenci anda, tetapi petisi anda ini seakan-akan memaksa orang untuk kembali bekerja dirumah dan menganggap bekerja di kantor itu tidak penting. 

Kalau anda tidak suka bekerja di kantor karena kebijakan penerapan kembali WFO 100%, anda baiknya resign dari tempat anda bekerja dan menjadi babysitter atau menjadi Ibu Rumah Tangga saja.

Sebab para pekerja kantoran sudah ingin merasakan suasana kerja sebelum pandemi ini dibawa oleh Sita Tyasutami bersama ibunya dan kakaknya hingga mengkacaukan kehidupan bangsa ini dan mengkaibatkan banyaknya korban yang wafat akibat penyakit yang dibawanya. 

Karena itu, melalui tulisan ini saya justru kurang sependapat dengan pendapat anda. Alangkah baiknya, anda menulis artikel seperti ini bukan membuat petisi yang seakan memaksa orang lain untuk manja dan malas bekerja di kantor karena takut terjebak macet dan meningkatkan polusi

Jadi, Bekerja di kantor itu ialah satu pandangan orang normal untuk bekerja. Saya bukan membenci sistem bekerja di rumah, tetap sebagai orang yang mencari kerja bekerja di kantor adalah hal yang normal dan secara akal sehat sudah dikatakan bekerja. 

Kalaupun bekerja di rumah, bagi saya dan secara akal sehat bisa dibilang pengangguran atau memang dia malas kerja karena kantornya jauh dan takut terjebak macet

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun