Mohon tunggu...
Radian Nugraha Ginting
Radian Nugraha Ginting Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Negeri Jakarta

For me writing is the solution to let the world know your thoughts.

Selanjutnya

Tutup

Nature

"No Straw Movement", Sebuah Solusi Mengatasi Darurat Limbah Plastik di Laut Indonesia

2 Oktober 2019   11:00 Diperbarui: 2 Oktober 2019   11:07 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

PENDAHULUAN

Laut adalah bagian muka bumi yang tertutup air dan memiliki salinitas cukup tinggi. Luas laut di muka bumi mencapai 70% atau 2/3 luas bumi. Artinya, luas laut melebih luas daratan di permukaan bumi ini. Indonesia pun demikian. 

Lautan Indonesia lebih luas dibandingkan wilayah daratannya. Itulah mengapa Indonesia disebut dengan negara kepulauan dan nenek moyang kita disebut-sebut adalah seorang pelaut. 

Menurut Hananto, luas wilayah laut Indonesia berkisar 3,25 juta kilometer persegi. Dibandingkan dengan luas daratan Indonesia yang berkisar 2,01 juta kilometer persegi, tentu lautan Indonesia lebih luas dibandingkan dengan daratannya (Hananto, 2018)

Potensi laut Indonesia pun amat sangat luar biasa. Hasil riset yang dilakukan oleh Puji Rahmadi, peneliti dari pusat penelitian oseanografi LIPI, mengungkapkan bahwa nilai kekayaan laut Indonesia mencapai Rp.1772 triliun. Kekayaan tersebut berasal dari potensi bioteknologi, perikanan, kekayaan minyak bumi dan transportasi laut (Rahmadi, 2019). 

Di lain sisi, selain potensi kekayaan yang luar biasa tersebut, ada ancaman serius bagi lautan Indonesia saat ini. Menurut situs beritas Mongabay sebuah situs berita lingkungan, sampah plastik kini sudah menjadi ancaman serius bagi dunia. Hal ini didukung oleh LSM World Wild Fund for Nature Indonesia yang menilai pencemaran sampah plastik di Indonesia sudah berada dalam fase mengkhawatirkan (Suryarandika, 2018). 

Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menyebutkan bahwa setiap tahunnya sebanyak 1,29 juta ton sampah dibuang ke sungai dan akan bermuara dilautan. 

Dari jutaan ton tersebut 13.000 plastik mengapung di setiap kilometer persegi tiap tahunnya. Itulah mengapa lautan saat ini telah banyak yang tercemar oleh limbah plastik ini.  Fakta ini menjadikan Indonesia menjadi negar nomor dua di dunia dengan produksi sampah plastik terbanyak di lautan (Ambari, 2018)

Badan Pusat Statistik juga mencatatkan angka yang fantastis terkait limbah plastik ini. Menurutnya, Indonesia menghasilkan 64 juta ton sampah plastik per tahun dengan 3,2 juta ton diantaranya mengalir ke laut. Dari jumlah tersebut, 80 persen merupakan sampah yang berasal dari daratan dan mengalir ke laut melalui sungai. (Akbar, 2018)

Menurut Heru yang dikutip dari situs Antara menjelaskan bahwa banyaknya sampah di laut Indonesia dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi menyebabkan tingkat konsumsi masyarakat ikut meningkat. 

Dari meningkatnya konsumsi masyarakat inilah yang menyebabkan sampah semakin fantastis jumlahnya. Karena kecenderungan masyarakat mengonsumsi makanan-makan dengan kemasan. (Mayasari, 2016) Faktor lainnya yang menyebabkan banyak sampah di laut adalah kurangnya kesadaran masyarakat kebersihan lingkungannya sendiri. Masyarakat Indonesia masih terbiasa membuang sampah makanan kemasan di sembarang tempat.

Dampak dari banyaknya limbah di laut ini akan menyebabkan ekosistem laut terganggu. Ini tentu akan menjadi penyebab kematian secara langsung maupun tidak langsung biota laut. (Suryarandika, 2018).

Hal senada diungkapkan oleh Marine Conservation Socie atau MSC, salah satu pegiat lingkungan. Lembaga ini mendeskripsikan bagaimana dampak sampah plastik terhadap ekosistem laut dan dampak bagi peradaban manusia. Salah satu yang diungkap adalah 86 persen permukaan karang akan rusak apabila terkena sampah plastik. Satwa laut yang besar akan sulit membedakan antara sampah plastik dan makanan dan resikonya mereka akan terperangkap, tercekik oleh sampah plastik tersebut. Yang paling berbahaya lagi ketika satwa laut memakan mikroplastik tersebut. Hal ini akan berdampak kepada pencernaan mereka dan dampak lebih panjangnya lagi akan berefek pada manusia ketika manusia mengonsumsi ikan tersebut (Tribun, 2019)

NO STRAW MOVEMENT SEBAGAI SEBUAH SOLUSI

Divers Clean Action (DCA) adalah LSM pemuda dan komunitas yang berfokus pada masalah puing laut. DCA telah bermitra dalam melakukan penelitian dengan beberapa universitas. 

Di sisi lain, DCA juga mengimplementasikan program kolaborasi lingkungan dengan lembaga penyelaman, mengambil peran sebagai fasilitator untuk pengembangan masyarakat pesisir, dan melakukan berbagai kampanye dan pelatihan. Semua kegiatan dilakukan dalam 3 tahun terakhir dengan lebih dari 1000 sukarelawan di seluruh Indonesia.

DCA didirikan pada 2015 oleh Swietenia Puspa Lestari, Nesha Ichida, dan M. Adi Septiono. Sekarang, DCA memiliki 12 anggota tim. Saling tujuan tim adalah untuk mengembangkan peran pemuda dalam memerangi masalah puing laut terutama di pulau-pulau kecil Indonesia. (Swietenia Puspa Lestari, Nesha Ichida, 2018)

Swietenia Puspa Lestari, founder Divers Clean Action mengatakan data mencengangkan ini melandasi peluncuran gerakan #NoStrawMovement mereka pada tahun 2017 lalu. Hal itu sebagai respons menyikapi banyaknya sampah sedotan plastik yang mengotori perairan dan pantai di Indonesia. (Aini, 2018)

Melihat permasalahan yang diakibatkan oleh pencemaran laut dari sedotan plastik maka ada berbagai macam aktivitas yang dilakukan untuk mengatasinya salah satunya dengan gerakan anti sedotan. Gerakan tanpa sedotan plastik ini juga bertujuan untuk menjaga biota laut karena terdapat 11 miliar fragmen plastik yang mengendap di terumbu karang Asia-Pasifik. (Juniman, 2018)

Salah satu gerakan yang aktif dalam perubahan social mengenai Gerakan Tanpa Sedotan ini sudah di jalani oleh beberapa restaurant cepat saji pertama ada Kentucky Fried Chicken (KFC) yang telah mencanangkan #NoStrawMovement pada tahun 2017 lalu, gerakan ini menjadikan Gerakan Nasional pada 630 gerai KFC diseluruh Indonesia dengan tidak memberikan secara langsung sedotan dan tidak menggunakan dispenser sedotan, kecuali memang benar -- benar membutuhkan bagi kaum disabilitas, serta mengajakn konsumen untuk terbiasa tidak menggunakan sedotan.

Hendra Yuniarto selaku General Manager Maketing PT Fast Food Indonesia menjelaskan semenjak 6 gerai KFC dijakarta tidak menggunakan sedotan dan diikuti di beberapa wilayah di jabodetabek hal ini merupakan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan serta dapat mengajak konsumen untuk bisa terbiasa tanpa sedotan. 

Hal ini juga membawa perubahan pada penurunan penggunaan sedotan disetiap gerainya sebanyak 45% didaerah jabodetabek saja, jika di jadikan garis lurus sebanding dengan 275 kali tinggi monas. (Purningsih, 2018)

Restauran cepat saji kedua yang ikut pedulian dan mendidik masyarakat tentang bahaya sampah sedotan plastik bagi lingkungan, salah satu restoran cepat saji, yaitu McDonald's Indonesia meluncurkan gerakan #MulaiTanpaSedotan pada 12 November 2018 lalu.  

Associate Director Communication McDonald's Indonesia Sutji Lantyka mengatakan kini, di 190 gerainya di seluruh Indonesia, McDonald's sudah tidak menyediakan dispenser sedotan plastik. Namun, masih ada beberapa minuman di McDonald's Indonesia yang masih pakai sedotan, dan kalau ada konsumen yang ingin memakai sedotan bisa meminta kepada petugas di restoran tersebut. (Intan, 2018)

Gerai kopi terbesar sekelas Starbucks pun ikut melakukan Gerakan Tanpa Sedotan pada tahun 2020 mereka akan melakukan perubahan untuk tidak menggunakan sedotan dan menggantikan dengan tutup gelas yang berbahan  strawless lids (penutup gelas tanpa sedotan) penutup gelas ini nantinya aka nada lubang dipinggirnya sehingga konsumen bias meminumnnya dengan menyeruput langsung dari tutup gelas, perubahan besar -- besaran ini nantinya akan berlaku di 28.000 gerai yang tersebar didunia dan diklaim akan mengurangi sejumlah 1 miliar sedotan setiap tahunnya. (Tasya Paramitha, 2018)

Selanjutnya ada Hyatt, Hotel Hilton mengambil kebijakan yang lebih keras. Seperti yang dilaporkan USA Today, Hilton akan melarang penggunaan sedotan plastik di seluruh jaringan hotelnya pada akhir tahun ini. Tak hanya itu, manajemen hotel juga berencana menyingkirkan botol air plastik di tiap peralatan yang diadakan di Hilton.

Kebijakan Hotel Hyatt, menurut Time, selaras dengan visi perusahaan yang memperkenalkan "2020 Environmental Sustainability Vision" empat tahun silam itu. (Khalika, 2018)

Kini #NoStrawMovement sudah diikuti oleh beberapa Negara lainnya seperti Singapura dan Hongkong yang juga melakukan gerakan ini. Negara lainnya yang memliki wilayah lautan yang luas pun juga mulai mempertimbangkan melakukan gerakan ini, kini Negara Filipina dan Australia sudah mulai mempertimbangkan gerakan ini. Gerakan tanpa sedotan ini diharapkan mengurangi penggunanan sedotan plastik agar lautan dapat bebas dari pencemaran sampah plastik. (Nusantara, 2018)

 DAMPAK DAN SOLUSI

Gerakan tanpa sedotan plastik yang di gagas sejak tahun 2017 sudah mulai efektif dalam menangani kasus sampah sedotan plastik yang sudah semakin banyak, hal ini dapat dilihat pada beberapa gerai restaurant.

Selain itu, pemerintah juga sudah menerapkan peraturan terkait strategi dalam menangani sampah plastik tertera dalam No 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional tentang Pengelolaan Sampah penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis. Terkait hal ini pemerintah menargetkan penanganan pengurangan sampah plastik rumah tangga dan sampah sejenis sebesar 70% sejak tahun 2017 hingga 2025.

Penanganan ini dimasukan dalam pasal pasal 3 poin 3 dilakukan melalui pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemerosesan akhir. Menurut berita CNN Indonesia tahun 2018 gerakan tanpa sedotan plastik sudah mengurangi sebesar 45 persen  dari total penjualan rata-rata 5 juta minuman setiap bulannya untuk kawasan jabodetabek.

Untuk mengurangi sampah sedotan plastik, dalam gerakan tanpa sedotan plastik pada diri kita sendiri dapat membeli sedotan alternatif dengan sekali pakai mulai sedotan stainless steel, bambu, kaca hingga bioplastic. Dan beberapa sedotan ramah lingkungan itu diproduksi di dalam negeri. 

Seperti sedotan stainless dapat kita beli dengan harga mulai Rp 7.500 per batang sedotan hingga yang paket lengkap berupa sedotan dan sikat serta menggunakan packing yang beraneka ragam bahan mulai canvas, kain dan bahan stainless berkisaran anatara Rp 20.000- Rp 100.000 di toko online maupun beberapa pasar swalayan besar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun