Selamat membaca temen-temen, saya mencoba menulis bagaimana keadaan pelaksaan demokrasi di Negara kita serta bagaimana kita menyikapi pesta demokrasi kita saat ini. Semoga setelah temen-temen membaca maka kita akan semakin memahami makna demokrasi bagi persatuan dan kesatuan bangsa kita.
17 April kemarin, kita sudah menjalani Pemilu  atau sering kita sebut dengan istilah pesta demokrasi. Dimana untuk Pemilu 17 April 2019 ini dilaksanakan secara serentak yaitu memilih Eksekutif yaitu Presiden dan Wakil Presiden dan Legislatif yaitu DPR, DPRD I, DPRD II dan DPD. Pemilu ini merupakan  Sebuah acara yang hanya diselenggarakan 5 tahun sekali. Seluruh warga Indonesia dibebaskan untuk memilih masing-masing calon dari mereka yang mencalonkan diri sebagai anggota Eksekutif maupun Legislatif . Pesta demokrasi ini dilakukan serentak untuk semua wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke bahkan warga negara Indonesia yang berada diluar negeri juga ikut melaksanakan Pemilu dengan diantarkan langsung surat suara ke kantor Kedubes negara dimana ia berada.
Pemilu waktu dimana rakyat berpesta secara demokrasi, rakyat di undan kemudian datang ke TPS dengan antusias dan semangat untuk menusuk surat suara/mencoblos dan memasukkan surat suara ke bilik suara kemudian mencelupkan jari ke tinta yang menandakan bahwa rakyat telah ikut berpesta memberikan hak suara dengan harapan suara yang telah diberikan membawa kearah yang lebih baik bagi rakyat dan negara. Perlu diketahui bahwa, partisipasi dari masyarakat pada pemilu tahun 2019 ini mencapai 80%. Jumlah yang semakin meningkat dibanding tahun 2014 silam  yang hanya 70%.
Hasil ini kemudian menjadi sebuah apresiasi luar biasa bagi negara kita yang mampu menyelengarakan pemilu dengan antusias rakyat yang luar Biasa. Berdasarkan data dari KPU bahwa dari 267 juta jumlah penduduk Indonesia yang terdaftar di DPT berjumlah 192 juta. Jika tingkat partisipasi pemilih berjumlah 80% maka bisa dihitung sekitar kurang lebih 153,600 juta  jiwa penduduk Indonesia menyuarakan suaranya.
Sebelum diadakannya proses Pemilu pasti ada yang namanya Kampanye yang bertujuan sebagai waktu untuk memperkenalkan diri kepada masyarakat serta menyampaikan gagasan program-program,visi misi maupun tujuannya mencalonkan diri, seperti beberapa waktu lalu, para calon baik dari calon presiden, calon legislatif, dan partai politik sibuk dengan blusukan dan kampanye. kita banyak sekali melihat calon yang turun ke masyarakat untuk bermusyawarah bahkan sampai ada yang turun ke gorong-gorong untuk mengambil simpati rakyat.
Tak ketinggalan dari masyarakat sendiri juga ikut mempromosikan dan menyanjung calon yang menjadi jagoannya di partai politik tertentu. Namun, dari sisi lain terlihat bagaimana negatifnya dari pemilu itu sendiri.Â
Dimana khalayak banyak menjatuhkan lawan, meyebarkan hoax, provokasi, fanatic, dan bahkan menebarkan fitnah agar kubu yang lain merasa terpojokkan. Terutama dalam dunia maya, semua orang bisa saja mengungkapkan apa yang mereka ingin ucapkan sebagai bentuk kebebasan mengemukakan pendapat menurut mereka.
Agama,ras, maupun suku dibawa-bawa untuk menarik suara bahkan digunakan untuk saling menjatuhkan antar masing-masing calon terutama untuk calon Presiden dan Wakil Presiden.
Banyak kita lihat di dunia maya yang dimana masing-masing pendukung calon mengeluarkan argumentasi melalui media massa baik itu di koran televisi facebook dan lain-lain dimana mereka saling mencari kekurangan calon, mencari kasus-kasus calon yang kemudian digemborkan ke media serta saling menghujat dan menghina sehingga berdampak bagi masyarakat seperti perkelahian, masyarakat masuk penjara karena terjerat UU ITE bahkan sampai ada suami istri yang bercerai karena perbedaan dukungan calon.
17 April kemarin menjadi akhir dari segala bentuk kenegatifan-kenegatifan tersebut. Memilih dengan sesuai asas yang berlaku, luber dan jurdil. Pesta ini seharusnya dirayakan oleh semua masyarakat sebagai pesta demokrasi. Sebagai mana pesta harus memberikan efek kegembiraan dan juga keceriaan. Pesta ini mendorong masyarakat untuk merasakan kegembiraan tanpa adanya kegundahan dari hasil setelahnya.
Dalam konteks pemilu, pesta ini bisa saja diartikan sebagai kebebasan dalam memilih. Memilih berdasarkan rasio dan hati nuraninya. Sehingga setelah itu akan muncul sikap saling menghargai dari masing masing pendukung paslon. Sikap saling menghargai inilah sebenarnya yang menjadi tujuan dari pesta demokrasi ini.
Sikap saling menghargai ini yang nantinya akan menimbulkan perasaan bahwa persaudaraan itu tidak hanya lahir dari rahim yang sama. Namun juga dengan landasan dari sumpah pemuda. Yaitu tanah air yang sama, bahasa yang sama, dan bangsa yang sama. Sehingga nantinya tidak ada perselisihan ketika adanya perbedaan pilihan.Â
Makna yang ada dalam sumpah pemuda harus kita mampu pegang teguh dalam diri dan jiwa kita demi selalu mejaga kerukunan dan persatuan kita sebagai rakyat Indonesia.
Bahkan, ketika nanti siapapun yang terpilih, mereka harus berupaya semaksimalkan diri berjuang demi kemaslahatan dan kemajuan rakyat dan negara serta jika ia tidak terpilih maka harus berlapang dada  untuk menerimanya dan selalu berusaha untuk berguna bagi rakyat dan negara walaupun dengan cara yang berbeda. Karena mereka harus memahami bahwa landasan mereka  bukan hanya untuk mendapatkan sebuah jabatan akan tetapi bagaimana membuat negara kita semakin berkembang dan maju dengan rakyat yang damai, tentram, penuh kebersamaan, dan persaudaraan karena semua berjuang untuk negara republik Indonesia tercinta.
Ikatan persaudaraan dalam proses ini seharusnya menjadi hal yang paling utama untuk dijaga oleh semua pihak baik itu pemerintah maupun rakyat. Adanya upaya menjatuhan nama baik, fanatisme, harus dilawan. Semua upaya yang dapat menimbulkan perpecahan harus dilawan dengan tegas. Perbedaan semacam ini tidak boleh menggoyahkan semangat persaudaraan yang tertanam sejak dulu. Tidak akan mungkin negara kita  menjadi negara yang maju jika rakyat selalu bertengkar,bergaduh, bermusuhan. Masalah-masalah itu harus mampu kita padamkan apalagi cuman disebabkan karena perbedaan pilihan dalam Pemilu.
 perbedaan semacam ini tidak boleh sampai menghilangkan suatu yang paling dasar, yaitu persaudaraan. Sehingga kita bisa mengetahui bahwa ketika asas ini ditempatkan sebagai hal yang paling mendasar, maka pemilu yang akan dilakukan akan menjadi pemilu yang paling aman dan bersih.
Pemilu yang berbasis persaudaraan harusnya terterapkan untuk menghadapi pemilu serentak kemarin. Sehingga hal semacam saling menjatuhkan seperti sekarang tidak terjadi. Terlebih lagi, itu akan menjadi preventif dalam pemilu tahun ini. Tidak menutup kemungkinan ketika terjadi masalah apapun, akan dapat terkontrol dengan mudah.Â
Indonesia sebagai Negara yang terdiri dari beragam suku juga sudah terkenal dengan keberagamannya, dengan toleransinya dan dengan kearifannya. Bahkan masyarakatnya bukan masyarakat yang menyukai kekerasan. Di dunia, Indonesia terkenal dengan toleransi dan nilai persaudaraannya. Sehingga kedua hal ini harus beriringan untuk menciptakan pesta demokrasi yang aman dan bersih.
Setelah ini kita  sebagai rakyat harus saling merangkul serta bersatu dengan rasa persaudaraan dan kekeluargaan berasaskan dan berpedoman  pada Sumpah Pemuda, Pancasila dan UUD 1945 dan menghilangkan rasa dendam, rasa tidak suka, rasa iri hati, rasa benci serta rasa permusuhan yang pernah ada dalam menciptakan kehidupan yang harmonis kembali serta untuk  menjaga keutuhan, perdamaian, kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H