Beberapa waktu ini masyarakat sempat disuguhi pemberitaan secara terus menerus mengenai permasalahan Rohingya, baik melalui media sosial dan media elektronik. Kasus Rohingya mendapat perhatian besar dari masyarakat dunia terlihat dari banyaknya pemberitaan yang beredar bahkan mucul isu-isu yang simpang siur. Di Indonesia, sempat beredar isu Rohingya yang dikaitkan dengan pemerintahan Jokowi. Beberapa isu yang menyebar di media sosial Twitter juga menyebutkan bahwa permasalahan Rohingya merupakan konflik agama.
Pemberitaan mengenai Rohingya tidak hanya menyebar di media dalam negeri saja, media internasional juga banyak mengeluarkan artikel-artikel dan video mengenai isu Rohingya. Saya sempat mencermati beberapa pemberitaan mengenai konflik etnis Rohingya di beberapa media internasional seperti BBC, CNN dan Aljazeera. Aljazeera mengabarkan konflik tersebut dengan beberapa artikel juga video. Ketika membuka laman pertama aljazeera.com terdapat pemberitaan mengenai Aung San Suu Kyi yang tidak akan menghadiri pertemuan PBB di New York. Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa Aung San Suu Kyi tidak menghadiri pertemuan PBB bukan karena takut terhadap kritik, namun banyak permasalahan mendesak yang harus diurus. Artikel juga membahas mengenai beberapa negara yang mulai berpihak seperti AS yang mendukung warga Rohingya untuk diberi ruang aman dari pemerintah Myanmar dan China yang mendukung upaya Myanmar untuk menjaga pembangunan dan stabilitas negera. (diakses tanggal 13 September 22017)
Pada laman CNN, berita utama membahas mengenai hal yang sama yaitu ketidakhadiran Aung San Suu Kyi pada sidang umum PBB di New York. Dituliskan dalam artikel bahwa alasan ketidahadiran Suu Kyi adalah karena pemerintahannya menerima laporan adanya serangan teororis. Di dalam artikel juga menjelaskan mengenai beberapa orang yang mendesak pemerintah Myanmar untuk mengambil tindakan atas kasus Rohingya, seperti Perdana Menteri Bangladesh, pemimpin Turki, Pakistan dan Iran (diakses tanggal 13 September 2017)
Laman BBC juga memberitakan hal yang sama mengenai Aung San Suu Kyi yang tidak menghadiri pertemuan PBB. Artikel juga membahas mengenai Auung San Suu Kyi yang terdesak sehingga memiliki sedikit kekuatan untuk mengambil keputusan terhadap permasalahan Rohingya di Rakhine (diakses tanggal 13 September 2017)
Lalu bagaimana dengan pemberitaan Rohingya di media sosial ? Media sosial  sekarang ini menjadi salah satu tempat berargumen yang banyak digunakan oleh masyarakat. Salah satu media sosial yang dapat memfasilitasi pengguna untuk berargumen adalah Twitter. Pemberitaan Rohingya pun menjadi salah satu yang banyak dibicarakan dalam Twitter. Bahkan beberapa orang menyeret isu kemanusiaan di Rohingya ke ranah dalam negeri Indonesia. Ada beberapa orang yang berupaya untuk membangun sentimen keagamaan. "Yang menarik lagi ada Twitter analisis yang menggunakan sofware namanya Opinion Analysis dari Pak Ismail Fahmi. Ada beredar dia melihat dengan software itu. Dari twitter-twitter yang berkembang tentang Rohingya dengan isu-isu tertentu, ternyata sebagian besar lebih banyak mengaitkan permasalahan rohingnya dengan pemerintah dan Presiden," kata Tito (diakses pada 14 September 2017). Kapolri menyebutkan bahwa isu Rohingya dipakai beberapa orang untuk mengajak umat Islam untuk berantipati pada pemerintah dan presiden.
Diantara pemberitaan media sosial dan media internasional terlihat bahwa media sosial lebih cepat memberikan dampak pada masyarakat. Media internasional seperti Aljazeera, BBC dan CNN mengabarkan pemberitaan mengenai etnis Rohingya dengan memasukan informasi-informasi yang sedang terjadi. Misalnya, ketiga media ini pada hari yang sama 13 September 2017 memberitakan mengenai Auung San Suu Kyi yang tidak ikut dalam rapat PBB di New York. Sedangkan dalam media sosial informasi lebih kepada pendapat-pendapat masyarakat mengenai isu tersebut. Walaupun sebenarnya media sosial bisa dipakai sebagai jembatan komunikasi antara masyarakat dengan tokoh-tokoh politik. Sayangnya, dibalik manfaat tersebut media sosial juga membawa kerugian.
Ketergantungan masyarakat terhadap peran media sosial berhasil membentuk opini, sikap maupun perilaku masyarakat. Terlihat pada isu Rohingya yang beredar pada Twitter menimbulkan perselisihan dengan menggunakan isu kemanusiaan. Komentar dari netizen yang mengaitkan isu Rohingya dengan pemerintah Indonesia lebih kuat ketimbangan gerakan kemanusiaan untuk membantu. Untuk itu pemerintah juga menyarankan masyarakat agar tidak emosi dalam menanggapi suatu kasus. Pemerintah Indonesia juga sudah mengirim bantuan untuk membantu krisis kemanusiaan di Myanmar jadi tidak perlu adanya permasalahan dalam negeri karena pemberitaan yang tidak jelas di media sosial.
Peran media baik media sosial atau media internasional dalam menyebarkan informasi memang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Keduanya mampu menambah pengetahuan masyarakat mengenai isu-isu yang terjadi baik dalam negeri maupun luar negeri. Namun perlu adanya sikap bijak dalam mengakses sebuah informasi yang benar untuk diketahui. Karena sekarang ini tidak semua informasi bisa kita percaya mentah-mentah. Pengguna media sosial perlu menyaring informasi yang benar dan tidak gampang terprovokasi oleh isu-isu tersebut.
DAFTAR PUSTAKA