Keadaan tersebut diperparah dengan kebijakan tanam paksa atau cultuurstelsel yang diterapkan oleh pemerintah kolonial, yang mengharuskan rakyat untuk menanam tanaman ekspor untuk kepentingan ekonomi kolonial.
Kebutuhan ekonomi yang mendesak pada saat itu juga diiringi dengan desakan untuk melakukan kerja paksa seperti pembangunan jembatan, jalan, sarana pengairan, maupun sektor perkebunan milik pemerintah. Intensitas kerja yang cukup padat tersebut membutuhkan jumlah tenaga kerja yang cukup banyak dan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.Â
Oleh sebab itu, tidak hanya laki-laki namun perempuan bahkan anak-anak pun turut terlibat tetapi dengan pekerjaan yang lebih ringan seperti pemetikan teh maupun tembakau.
Terdapat kecenderungan pertambahan penduduk pada era tanam paksa. Hal tersebut ditambah dengan adanya sistem komunal pada lahan pertanian di wilayah Jawa sehingga mendorong keinginan penduduk untuk menambah jumlah anak, yang kaitannya dengan akses tanah yang sudah menjadi suatu tradisi.Â
Selain itu, permintaan akan tenaga kerja yang semakin tinggi juga menjadi penyebab tingginya angka pernikahan di usia muda. Yang pada akhirnya mengakibatkan tingginya persentase pertambahan penduduk terutama populasi anak-anak. Kebanyakan memberdayakan keluarga serta anak-anak mereka agar tidak harus membayar wong mondhok, sehingga menekan biaya dan pengeluaran untuk keperluan hidup.Â
Kecenderungan tersebut membuat terjadinya peningkatan jumlah anak-anak dan perempuan dibandingkan dengan lelaki. Ironisnya keterlibatan anak-anak dan perempuan justru berakibat pada kesejahteraan mereka.Â
Angka kematian ibu dan anak mengalami kenaikan sebab tingkat asupan gizi yang diperoleh tidak seimbang dengan beban pekerjaan yang harus ditanggung sehingga kedua kelompok tersebut cenderung lemah dan mudah terserang oleh wabah penyakit.
Dalam buku tersebut disajikan grafik-grafik dan tabel sebagai data statistik dari pertumbuhan penduduk, persentase jumlah laki-laki dan perempuan, hingga angka mortalitas sehingga pembaca memiliki gambaran mengenai peristiwa dan dampak yang dihasilkan di Karesidenan Kedu.Â
Dari gambaran tersebut dapat diperoleh analisis mengenai penyebab dan akibat dari  kebijakan tanam paksa dan kerja paksa yang dilaksanakan oleh pemerintahan kolonial pada saat itu. Jumlah halaman yang relatif sedikit dan bahasa yang mudah dipahami membuat buku ini cenderung ringan untuk dibaca dan dipahami.Â
Akan tetapi, banyak bagian yang cenderung repetitif dan membingungkan seperti dalam bagian periodesasi antara masa tanam paksa dan juga perang Jawa.Â
Masih banyak typo atau kesalahan penulisan yang belum diperbaiki seperti halnya dalam penulisan colonial. Selain itu, kurangnya alternatif solusi yang ditawarkan dalam buku tersebut sehingga pembaca seperti membaca suatu kisah tragedi dalam sejarah tanpa mengetahui adanya penyelesaian secara ilmiah.