Permasalahan demografi atau kependudukan merupakan suatu permasalahan yang dapat dikatakan sangat serius dan berpengaruh terhadap perkembangan suatu bangsa.Â
Hal tersebut karena penduduk merupakan subjek sekaligus objek vital dalam pelaksanaan pembangunan. Apabila membicarakan masalah kependudukan maka tidak bisa terlepas dari tiga unsur utama yaitu mengenai kelahiran (natalitas), kematian (mortalitas), dan juga migrasi (perpindahan penduduk).Â
Permasalahan kependudukan bisa menjadi suatu polemik serius bagi suatu negara. Di Indonesia kerap terdengar istilah bonus demografi di dalam berbagai laman pemberitaan media.Â
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa bonus demografi merupakan fenomena yang terjadi ketika angka pertambahan penduduk usia kerja atau usia produktif lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk usia tidak produktif.Â
Keadaan tersebut secara tidak langsung disebabkan oleh angka kelahiran yang menurun sehingga rata-rata penduduk usia anak-anak lebih sedikit. Dari sini kemudian timbul pertanyaan. Apakah pemerintah dapat memanfaatkan keadaan tersebut demi kesejahteraan masyarakat?
Bonus demografi tersebut bisa diibaratkan sebagai suatu peluang sekaligus tantangan yang dihadapi oleh bangsa. Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama dalam menjadikan bonus demografi tersebut menjadi suatu peluang untuk memajukan perekonomian Indonesia.Â
Pemerintah perlu menganalisis permasalahan mendasar terkait dengan pembangunan penduduk dan mengambil kebijakan yang tepat.Â
Beberapa polemik yang masih dialami bangsa dan justru akan semakin parah ketika terjadi bonus demografi adalah mengenai angka pengangguran yang masih tinggi yang disebabkan oleh jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan ketersediaan lapangan pekerjaan atau lapangan pekerjaan tidak sesuai dengan keahlian dan keterampilan yang dimiliki.
Buku berjudul Antara Harapan dan Kenyataan 'Kematian Ibu dan Anak di Karesidenan Kedu 1830-1870' karya Moordiati berisi penggambaran kehidupan rakyat yang berlatar kehidupan di wilayah Jawa, terutama Karesidenan Kedu, pada masa kolonialisme. Pada saat itu, wilayah Kedu terkenal akan hasil pertanian dan perkebunannya.Â
Besarnya penghasilan dari pertanian dan perkebunan tersebut sejalan dengan beban yang harus dibayarkan kepada pemerintah kolonial. Hal tersebut karena pajak yang dibayarkan bernilai cukup besar sehingga keuntungan yang didapatkan oleh masyarakat tidak bisa maksimal.Â
Perang Jawa (Perang Diponegoro) yang berlangsung pada 1825-1830 turut mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat pada saat itu. Berbagai jenis tanaman pertanian mengalami kerusakan serta penurunan kualitas akibat perang dan rakyat kembali harus menanggung beban kerugian tersebut.Â