Dengan disahkannya Permenaker 2/2022 tentang JHT, banyak masyarakat yang akhirnya merasa rancu dan mempertanyakan perbedaan antara Jaminan Hari Tua dengan Jaminan Pensiun (JP). Bedasarkan filosofinya, Jaminan Pensiun adalah program perlindungan yang diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat pekerja kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap.
Berbeda dengan JHT, manfaat JP berupa uang tunai yang dibayarkan setiap bulan dan atau sekaligus apabila pekerja memasuki usia pensiun, cacat total tetap atau meninggal dunia. Besaran pencairan uang tunai merupakan akumulasi seluruh iuran ditambah hasil pengembangannya. Iuran JP dibayarkan oleh pemberi kerja sebanyak 2 persen dari upah sebulan, dan oleh pekerja sebesar 1 persen dari upah sebulan.
Terintegrasi dengan Program Jaminan Sosial Lainnya
Ketentuan mengenai perubahan skema pencairan manfaat JHT tersebut dilakukan atas pertimbangan karena pekerja akan memperoleh serangkaian manfaat jaminan sosial melalui program lainnya. Bagi para pekerja yang mengalami PHK, Pemerintah rencananya akan meluncurkan program baru pada 22 Februari 2022 ini, yakni Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan, JKP adalah jaminan yang diberikan kepada pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja berupa manfaat uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja.
Uang tunai yang diterima oleh pekerja setiap bulan paling banyak selama 6 bulan sejak pekerja di PHK. Manfaat uang tunai diberikan sebesar (45 persen x upah x 3 bulan) + (25 persen x upah x 3 bulan). Akses Informasi Kerja diberikan dalam bentuk layanan informasi pasar kerja, bimbingan jabatan berupa asesmen diri dan konseling karir, serta pelatihan kerja yang dilakukan melalui Lembaga Pelatihan Kerja milik pemerintah, swasta, maupun perusahaan.
Sudah Konsultasi dengan Pekerja
Sebelum akhirnya Permenaker 2/2022 tentang JHT ini diterbitkan, Kemenaker mengklaim bahwa Permenaker ini telah melalui proses dialog dari berbagai pemangku kepentingan ketenagakerjaan serta Kementerian/Lembaga terkait melalui forum tripartit nasional.
Bertentangan dengan Putusan MK
Namun Permenaker 2/2022 tentang JHT ini berinduk kepada UU SJSN yang mana beberapa ketentuan dalam UU SJSN tersebut diubah oleh Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”). Jika mengacu kepada Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tanggal 25 November 2021 yang menyatakan bahwa UU Cipta Kerja Inkonstitusionalitas Bersyarat, sehingga Pemerintah diminta untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja.
Maka, dalam hal ini Permenaker 2/2022 tentang JHT yang merupakan peraturan turunan dari UU Cipta Kerja telah bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian, menurut kami Permenaker 2/2022 tentang JHT masih berpotensi untuk dapat diajukan uji materiil ke Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang merasa keberatan dengan ketentuan yang diaturnya. Bahkan beberapa praktisi berpendapat, bahwa Permenaker 2/2022 JHT harus dinyatakan batal demi hukum, sehingga Permenaker 2/2022 JHT itu tidak dapat diberlakukan dengan sendirinya karena kehilangan dasar hukum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H