Dalam institusi media, informasi tiada lain adalah komoditas yang sekedar untuk diperjualbelikan. Akibatnya, segala bentuk produksi pesan tidak terlepas dari kepentingan-kepentingan pemilik modal. Sehingga pesan apa yang dianggap mampu menaikkan rating diolah sedemikian rupa dan disusun menurut pertimbangan institusi media melalui keputusan redaksi.
Industri media massa apalagi di era sistem pers bebas saat ini bukanlah sekedar mencari untung. Walaupun nyatanya sistem pers ini memiliki tiga fungsi utama yaitu; memberikan informasi, menghibur dan mencari keuntungan. Sebab komoditas yang dijual berbeda dengan sepatu, pakaian, tas atau produk manufaktur lain. Isi media sebagian membentuk isi kepala konsumen.
Oleh apa yang disiarkan media tersebutlah. Sehingga rentan terhadap hasutan dan provokasi dimana-mana yang mengakibatkan munculnya perbedaan dan keberagaman mulai dari gender, pluralisme atau egaliter dan multikulturalisme.
Sudah sering kita melihat pemberitaan yang berisikan perang antar suku dan pelecehan terhadap kaum wanita. Bagaimana pemberitaan terhadap hal tersebut yang dapat mengundang kontroversi apabila tidak diliput dan disiarkan dengan layak. Salah-salah bisa menimbulkan perspektif baru di kalangan masyarakat.
Apa yang harus dilakukan?
Menanggapi hal itu, pemerintah jika diperlukan dapat melakukan intervensi (asalkan demi kepentingan publik) dengan membuat regulasi untuk mengurangi isi media yang berbau kekerasan, pornografi, isu-isu SARA ataupun untuk menjadi pedoman dan rambu media dalam melaksanakan peran positifnya dalam masyarakat.
Walaupun sebenarnya kata regulasi lebih identik dengan konotasi ‘mengatur’ atau usaha-usaha untuk membatasi kemerdekaan pers. Regulasi bisa dilakukan. Namun tentu saja ada batasannya. Yang perlu dipahami disini adalah regulasi yang dibuat tidaklah menggangu atau membatasi kemerdekaan pers.
Regulasi dapat melindungi kepentingan umum (kepentingan masyarakat), melindungi kemerdekaan pers (misal: regulasi mengenai kepemilikan media justru menjamin adanya kebebasan pers dan kemerdekaan pers itu sendiri), melindungi kepentingan jurnalis. Regulasi tidak selalu berarti buruk karena kadang kala justru melindungi kepentingan media dan jurnalis. Dengan aturan yang jelas, jurnalis lebih mendapat jaminan dan perlindungan hukum.
Masyarakat atau khalayak juga diharapkan dapat memilih saluran media yang cerdas. Bukan media yang memiliki kepentingan sendiri sehingga tidak memberitakan berita yang benar. Sekarang ini audiens dituntut untuk dapat cerdas dalam menikmati berita. Menginterpretasi segala hal-hal yang positif yang tentunya berguna untuk dirinya sendiri dan bermanfaat. Bukan berita yang hanya ingin ‘dijual’ oleh media, baik secara komersial maupun ideologi.
Saya lebih menyoroti terhadap sistem dan dinamika komunikasi di Indonesia yang berkonsentrasi pada sistem pers yang terimplementasi. Walaupun pada dasarnya sistem pers yang dianut suatu negara biasanya tunduk pada sistem politik pemerintahan yang ada. Namun nyatanya teori yang dipakai dan kenyataan yang ada di lapangan sangat jauh melenceng.
Diharapkan regulasi yang dilakukan dapat menekan pemberitaan yang bersifat SARA dan lebih menghargai keberagaman. Karena Pancasila adalah untuk diimplementasikan dan bukan hanya sekedar omongan tanpa tindakan.