Aku berjumpa lagi dengan dirinya. Alhamdulillah, ia masih sehat-sehat saja dan tawanya masih ceria kurasakan. Sinar matanya juga masih selembut yang dulu. Hanya saja ada yang lain kurasa dari dirinya. Entah itu apa, aku tak ingin menebak-nebak apa itu karena yang kurasa cinta itu cukup.
Pernah ada rasa lelah, pernah juga ada rasa bosan. Bosan karena entah sampai kapan aku akan terus begini. Lelah karena entah apa yang ia rasakan sampai saat ini masih sebuah misteri. Tawa itu, senyum itu dan tatapan mata itu entah untuk siapa. Tapi rasa ini akan terus ada, walau aku tahu ini rasanya seperti mendamba kasih yang semu. Entahlah, karena yang kurasa cinta itu cukup.
Aku tahu. Aku sangat tahu, kebersamaan kita tidaklah untuk selamanya. Aku tahu bahwa suatu saat nanti senyum dan tawa mu tak bisa lagi leluasa kurasa. Aku tahu bahwa cerita ini pasti ada akhirnya walau entah kapan ku memulainya. Aku tak apa begini, menikmati sisa kebersamaan kita. Karena yang kurasa cinta itu cukup.
Cinta itu cukup. Cukup aku yang tahu dan cukup aku yang tau apa yang ku mau.
Cinta itu cukup. Cukup dengan begini aku bahagia walau tak bisa mendekap raganya.
Cinta itu cukup. Cukup dimulai dengan satu senyuman sederhana hingga tawa yang bermuara bahagia.
Cinta itu cukup. Cukup dengan mengetahui kabarnya lalu mengucap syukur dalam doa.
Cinta itu cukup. Cukup melihat senyum dan mendengar tawanya saja sudah menentramkan jiwa.
Cinta itu cukup. Cukup senyum untuk tahu ketika dia lebih bahagia bersama yang lainnya.
Cinta itu cukup. Cukup begini saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H