[caption caption="Tulisan di Pantai Silafalaete, Nias"][/caption] Demi Nias Benderang.
Kalimat tersebut menjadi tag line penyemangat bagi para petugas PLN saat Nias dilanda pemadaman pada 1 April 2016.
Awal April 2016, sistem kelistrikan di Nias nyaris mati total, yaitu sebesar 74 persen. Hal ini terjadi setelah dua Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) berkapasitas 2 x 10 Mega Watt (MW) yang berada di Nias berhenti beroperasi. Penyedia jasa sewa PLTD di Nias, American Power Rent (APR) melakukan pemutusan sepihak secara tiba-tiba tepatnya 2 hari sebelum jatuh tempo, meskipun dalam kontrak, pemutusan kerjasama dapat dilakukan paling cepat 2 bulan sebelum jatuh tempo.Â
Sebelumnya, per tanggal 26 Januari, APR menyurati PLN Area Nias agar segera melakukan penyesuaian teknis dalam proyek PLTD Idanoi dan Moawo, juga segera melunasi tunggakan nya sebesar 14 miliar Rupiah. Kemudian PLN menyurati APR berisi kesepakatan penyesuaian teknis proyek PLTD, dan persetujuan pelunasan tunggakan sewa PLTD Idanoi dan Moawo. Namun meminta pihak APR agar segera melengkapi administrasinya. Dapat diamati bahwa tunggakan itu terjadi karena belum lengkapnya berkas dari APR, namun begitu PLN tetap melunasi tunggakan sebesar 14 M tersebut.
Namun dalam suratnya, pihak APR tetap menyatakan akan mematikan listrik di Nias pada tanggal 1 April pukul 00.00 dan tidak akan memperpanjang kontrak, 2 hari sebelum jatuh tempi. Akhirnya PLN pun menyurati kepolisian dan dandim area Nias untuk dapat mengamankan area PLTD Idanoi dan Moawo.
Ketika malam tiba, pada tanggal 31 April, listrik di Nias padam. Petugas PLN bersama dengan kepolisian langsung bergerak menuju PLTD Moawo untuk melihat keadaan. Sesampainya disana, mereka melihat bahwa para petugas APR masih berada disana, namun dengan jumlah yang sedikit. Saat ditanyakan tentang pemadaman yang terjadi, para petugas APR menjelaskan bahwa sedang dilakukan pengetesan, lalu tidak lama listrik kembali menyala.Â
Selesai dari Moawo, PLN dan Kepolisian pun bergerak ke Idanoi untuk melihat situasi di PLTD tersebut, namun dalam perjalanan pemadaman kembali terjadi. Ketika mereka kembali ke PLTD Moawo, ternyata para petugas APR telah melarikan diri dengan membawa chip dari mesin PLTD, yang mengakibatkan terjadi padamnya Nias. Nias pun gelap gulita.
Apa yang terjadi setelah pemadaman tersebut terjadi?
Tentu gejolak amarah, kekecewaan, dan syok berada pada setiap perasaan masyarakat Nias. Semua perasaan tersebut tertuju kepada PLN sebagai perusahaan penyedia listrik.
Lalu apa yang dilakukan PLN?
Seluruh kota padam, gelap gulita, bagai kota mati, para petugas PLN di Nias pun segera menyediakan genset-genset untuk mengamankan tempat-tempat vital seperti Rumah Sakit, Kantor-kantor Pemerintahan, PDAM, Kantor Pengadilan dan Kejaksaan, Kantor Polres, Lapas, juga sekolah dan rumah ibadah.Â
[caption caption="Genset yang dikerahkan untuk salah satu Rumah Sakit di Nias, RS Bethesda"]
Dari Langsa, Aceh, sebanyak 23 kontainer membawa mesin genset berukuran besar dengan kapasitas total 12 MW diberangkatkan ke Sibolga, lalu diseberangkan ke Pulau Nias melalui jalur laut. Diperlukan sekitar 3 hari untuk mesin - mesin dari Langsa ini agar dapat sampai di Nias. Selain itu, dibutuhkan lahan yang luas dan aman untuk dapat menampung mesin-mesin tersebut. Oleh karena itu PLN pun melakukan land clearing dengan cepat, hampir tanpa istirahat.
[caption caption="Land Clearing di desa Idanoi untuk mesin 12 MW dari Langsa"]
[caption caption="Genset PLN dari Bogor dan Jakarta dalam Hercules menuju bandara Pinangsori"]
Terik, Nias memiliki hawa udara yang sangat panas, panas membakar kulit. Keadaan ini menjadi parah ketika dengan matinya listrik, air bersih pun tidak tersedia. Dalam menanggapi hal ini, PLN pun menyediakan air bersih bagi masyarakat. Tangki air bersih disediakan di tiga titik sekitar Gunung Sitoli. Akhirnya teriknya matahari pada saat itu, terbayar dengan senyuman dari para warga Nias.
[caption caption="Warga Nias yang tersenyum lega, mendapatkan air bersih"]
Sebanyak kurang lebih 100 relawan petugas PLN pun didatangkan ke Nias, baik teknis maupun non teknis untuk membantu menghidupkan kembali sistem kelistrikan di Nias. Diluar Nias, PLN mengupayakan bernegosiasi dengan perwakilan pihak APR.
Akhirnya, 13 April 2016 kelistrikan di Nias kembali beroperasi, hal ini terjadi setelah PLN melakukan negosiasi dengan APR untuk kembali menyalakan mesin di PLTD Idanoi dan Moawo. Kesepakatan ini dimediasi oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Indonesia. Akhirnya paska kesepakatan tersebut APR kembali mengoperasikan dua PLTD di Nias.
Bagaimana agar kejadian pemadaman listrik seperti di Nias dapat dihindari?
Menurut saya, kedepannya PLN memang tidak dapat menggantungkan diri terhadap pihak luar. PLN harus dapat membangun pembangkit sendiri di seluruh wilayah Indonesia, agar tidak tergantung terhadap pihak swasta. Namun dalam mencapai hal ini, tentu banyak sekali kendala yang dihadapi. Diperlukan adanya dukungan dari seluruh pihak yang terlibat untuk mewujudkan pembangunan pembangkit listrik milik PLN. Perlu adanya kesadaran secara menyeluruh dari semua elemen yang terlibat, baik PLN sebagai penyedia, pemerintah sebagai pemangku keputusan, juga masyarakat dalam memudahkan proses pembangunan kelistrikan, seperti dalam proses pembebasan lahan.
Terlepas dari polemik kejadian pemadaman listrik di Nias ini, saya rasa upaya-upaya yang dilakukan PLN dalam menanggulangi kelistrikan di Nias ini wajar untuk diacungi jempol.
Kedepannya, PLN bersama PLN Batam B’Right sebagai IPP (Independent Power Producer) akan membangun Pusat Listrik Mesin Gas (PLTMG) 25.000 kV di Desa Idanoi, Gunung Sitoli. Dengan upaya ini, diharapkan kondisi kelistrikan di Nias bisa terpenuhi tanpa perlu menggantungkan nasib pada pihak swasta.Â
Semoga kejadian seperti di Nias tidak terjadi lagi kedepannya, demi Nias Benderang, demi Indonesia benderang.
*Foto Dokumen Pribadi
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H