Mohon tunggu...
Raden Nuh SH
Raden Nuh SH Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat, Senior Patner RDA Law Office & Rekan

Hidup untuk berjuang membela rakyat miskin, orang tertindas, memperjuangkan kebenaran dan keadilan untuk kemakmuran, kesejahteraan dan kebahagian semua orang. Kebahagian terbesarku adalah menyaksikan semua orang merasa aman, senang dan bahagia, di mana parasit bangsa dan negara tidak mendapat tempat di mana pun di Indonesia. ..... Merdekaa !!!

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

"Emang Ada Niat Nyogok Berapa?"

6 September 2023   13:23 Diperbarui: 6 September 2023   13:31 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sering terlintas dalam pikiran, "Komisi Yudisal atau Bawas MA mungkin merasa bosan menerima laporan pengaduan saya. Mungkin lebih baik saya hentikan. Ucapan Bung Hatta memang benar adanya. Korupsi itu sudah jadi budaya bangsa Indonesia"

Ucapan oknum panitera pengganti kepada saya "Emang Ada Niat Mau Nyogok Berapa?" ternyata menimbulkan dampak psikologis yang lebih serius terhadap kondisi batin yang telah lama bergulat dengan dilema etis: "Konsisten idealis hingga akhir hayat" atau "mengubah sikap untuk lebih realistis pragmatis"? 

Sejak disergap pertanyaan oknum panitera pengadilan, semangat dan gairah saya menjalani profesi sebagai advokat sekaligus aktivis antikorupsi mendadak hilang menguap entah kemana.

 Orang Bijak mengatakan: "Masyarakat di mana kita hidup di dalamnya menjadi lebih buruk, lebih korup, lebih kejam dan lebih rusak bukan dikarenakan terlalu banyak orang jahat akan tetapi karena orang-orang yang baik tidak peduli".

Ucapan orang Bijak itu sejalan dengan pesan Prof Emil Salim kepada saya pada tahun 1992 lebih tiga puluh tahun lalu.

 "Deni, ibaratkan saja bangsa Indonesia ini sebuah kapal, kita penumpangnya. Ketika Deni melihat kapal bocor apakah mengharap sampai ada orang datang untuk menambal kebocoran dengan risiko kapal akan tenggelam atau Deni merasa terpanggil untuk segera menambal kebocoran? Atau ibaratkan saja Indonesia ini sebagai rumah besar. Ketika melihat sampah dan kotoran di depan mata, kita punya pilihan membiarkan atau segera mengambil sapu dan serokan, lalu membuang sampah ke tempatnya."

Menghadapi dilema etis yang terkandung dalam pesan Prof Emil Salim dulu saya mudah menentukan sikap. Namun, ketika oknum panitera pengganti mengatakan, "Emang ada niat mau nyogok berapa?" Saya terhenyak. Pergi meninggalkan oknum panitera itu, bergegas meninggalkan gedung pengadilan. Sepanjang perjalanan pulang saya hanya tertegun, melihat ke depan dengan tatapan kosong. Hingga detik ini nyeri di hati masih enggan pergi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun