Mohon tunggu...
Raden Nuh SH
Raden Nuh SH Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat, Senior Patner RDA Law Office & Rekan

Hidup untuk berjuang membela rakyat miskin, orang tertindas, memperjuangkan kebenaran dan keadilan untuk kemakmuran, kesejahteraan dan kebahagian semua orang. Kebahagian terbesarku adalah menyaksikan semua orang merasa aman, senang dan bahagia, di mana parasit bangsa dan negara tidak mendapat tempat di mana pun di Indonesia. ..... Merdekaa !!!

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Menunggu DPR Buat UU Baru Pengganti UU Darurat No. 12 Tahun 1951

7 Juni 2023   18:31 Diperbarui: 7 Juni 2023   18:33 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahukah anda membawa pisau, parang, golok, pedang, arit cangkul, obeng atau apa pun benda yang dapat dikategorikan sebagai senjata tajam dapat menjadikan Anda sebagai tersangka tindak pidana menurut ketentuan Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Senjata Api dan Senjata Tajam (UU Drt No. 12/1951) yang diancam pidana penjara paling lama sepuluh tahun.

Bayangkan jika Anda, keluarga atau teman karib Anda jadi tersangka karena sedang membawa pisau, parang, pedang atau sejenisnya untuk keperluan pribadi kebetulan lagi sial alias apes tiba-tiba ditangkap polisi, ditetapkan jadi tersangka dan ditahan. Saat ditanya apa salahnya, dijawab penyidik, "Karena membawa senjata tajam, diancam pidana penjara sepuluh tahun !"

Dalam situasi seperti dikisahkan di atas, Anda pasti tidak dapat mempercayai telinga Anda sendiri saat mendengar jawaban penyidik. Anda bisa berdebat berjam-jam atau berhari-hari lamanya untuk membantah sangkaan penyidik akan tetapi sering kali tidak berguna. Tersangka tindak pidana senjata tajam (sajam) menurut ketentuan Pasal 2 ayat 1 UU Drt No. 12/1951 hampir seluruhnya diseret ke pengadilan, disidang (baca: bukan diadili), dan dituntut pidana penjara 6-12 bulan oleh Penuntut Umum dan dijatuhi hukuman penjara 3-10 bulan oleh hakim.

Tidak adil? Pasti !

Mengapa bisa terjadi? 

Bisa terjadi karena kesalahan- tepatnya kelalaian kita semua rakyat Indonesia yang tidak peduli dengan kehadiran undang-undang darurat di tengah-tengah kehidupan bangsa dan negara yang sudah tidak darurat.

Sejarah Kelahiran UU Darurat No. 12/1951

UU Drt No.12/1951 sesuai nama yang melekat adalah undang-undang darurat yang maknanya undang-undang ini dibuat tahun 1951 di saat Indonesia baru satu tahun diakui sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMR) di Den Haag, Belanda, 27 Desember 1949 yang terselenggara atas prakarsa Amerika Serikat dan PBB.

Sebagai negara yang baru saja merdeka, Indonesia tidak punya lembaga pembuat undang-undang atau lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sedangkan situasi dan kondisi negara khususnya keamanan sangat kacau, tidak terkendali, kerusuhan dan gangguan ketertiban umum terjadi di mana-mana. Pasukan militer Belanda yang sejak Oktober 1945 hingga Oktober 1949 melancarkan aksi polisionil (baca: agresi militer) di seluruh wilayah Indonesia, terutama Pulau Jawa baru saja meninggalkan Indonesia sebagai implementasi hasil KMB. Sementara itu, TNI dan Polisi Negara Indonesia belum tuntas melakukan konsolidasi kekuatan dan personilnya.

Tidak ada pilihan lain dalam mengatasi gangguan keamanan dan ketertiban umum baik yang timbul dari unsur masyarakat di dalam negeri dan terutama untuk mencegah yang timbul  pasokan senjata api dan senjata tajam ke dalam negara  Indonesia  untuk dipergunakan oleh pemberontak atau kelompok tertentu yang anti pemerintah Indonesia maka diterbitkanlah UU Darurat No.12 Tahun 1951 tentang Senjata Api dan Senjata Tajam.  

Celakanya UU yang diterbitkan oleh pemerintah tanpa melalui DPR -- karena DPR tidak ada saat itu dan Pemilu pertama baru diselenggarakan pada tahun 1955, hingga hari ini atau setelah lebih 70 tahun tidak dicabut atau dibatalkan. Akibatnya UU ini  masih diberlakukan sampai sekarang atau dianggap sebagai hukum positif di mana ketentuan pasal 2 ayat 1 dalam UU ini sering diterapkan semena-mena menjerat orang yang tidak bersalah dan tidak punya niat jahat untuk dijadikan sebagai tersangka, diperas uangnya, diseret ke pengadilan, jadi terdakwa dan kemudian menjadi terpidana.

Pencabutan UU Darurat oleh DPR

Sesuai kata 'Darurat' yang melekat di dalamnya maka sudah seharusnya UU Darurat No.12/ 1951 yang berjudul lengkap " Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Mengubah 'Ordonnantie Tijdelijke Bijzondere Strafbepalingen" (STBL.1948 Nomor 17 dan Undang-Undang Republik Indonesia Dahulu Nomor 8 Tahun 1948" segera dicabut atau dibatalkan oleh DPR RI selaku lembaga legislatif pembuat undang-undang. 

Pencabutan atau pembatalan UU ini adalah kewajiban DPR akan tetapi selama puluhan tahun kewajiban ini tidak dijalankan diduga karena DPR (baca: para anggota DPR) merasa tidak punya kepentingan atau keuntungan ekonomi dan politik dalam pembatalan atau pencabutannya. Mungkin nanti apabila ada anggota DPR atau keluarganya yang terjerat dengan penerapan pasal dalam UU ini baru terpikirkan olehnya untuk mencabut atau membatalkannya.

Mengapa harus DPR yang mencabut? Apakah hanya DPR saja? Apakah Presiden tidak bisa membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk menyingkir UU Darurat No. 12 Tahun 1951 yang menjadi momok bagi anggota masyarakat yang kebetulan pernah ketiban sial dijadikan tersangka-terdakwa-narapidana karena penerapan pasal dalam UU ini?

Siapa saja warga negara Indonesia yang punya kedudukan hukum dan alasan konstitusional dapat mengajukan hak uji materi atas pasal tertentu dalam UU Darurat No. 12 Tahun 1951. Akan tetapi, pengujian undang-undang (PUU) kepada Mahkamah Konstitusi RI terbatas hanya pada pasal tertentu saja, tidak bisa dipergunakan untuk mencabut UU secara keseluruhan dikarenakan hak pencabutan atas suatu UU dibatasi tenggat waktu. Hanya DPR dan Presiden yang bisa dengan cepat mencabut UU Darurat No. 12 Tahun 1951 dan menyingkirkannya selama-lamanya dari kehidupan rakyat, bangsa dan negara.

Presiden tentu harus berpikir seribu kali untuk dapat menerbitkan Perppu yang menggantikan UU Darurat No. 12/1951, khususnya dalam memenuhi prasyarat atau diktum pertimbangan pemerintah dalam mengeluarkan sebuah Perppu yakni "dalam hal ikwal keadaan yang memaksa". 

Masalahnya adalah, tidak pernah pelanggaran hak azasi satu orang warga negara biasa dapat dipergunakan sebagai dasar penerbitan Perppu oleh Presiden. Yang pasti bakal ribet dan ujung-ujungnya batal menerbitkan Perppu untuk menggusur UU Darurat No.12/1951.

Beda dengan Presiden, DPR dapat mengusulkan penyempurnaan pasal-pasal dalam UU tersebut dan kemudian hasilnya adalah sebuah undang-undang baru yang lebih sesuai dan mengakomodir aspirasi rakyat Indonesia tanpa harus menghilangkan ketentuan yang mengatur penggunaan senjata api dan senjata tajam oleh warga negara tertentu.

Melalui penayangan artikel pendek ini mudah-mudahan ada anggota DPR yang tergerak hatinya, lalu terdorong untuk menggunakan hak inisiatif DPR untuk mengusulkan Rancangan Undang-Undang Tentang Pengendalian Senjata Api dan Senjata Tajam sebagai pengganti UU Darurat No. 12/1951 yang masih saja dipergunakan oleh oknum aparat hukum tertentu sscara semena-mena untuk dapat menjerat warga masyarakat di negara Indonesia yang sudah selama 70 tahun lebih tidak lagi dalam keadaan darurat. Semoga.  Amin.

klinikhukum.com
klinikhukum.com
klinikhukum.com
klinikhukum.com

Jakarta, Juni 2023

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun