Belakangan ini marak perbincangan di tengah-tengah masyarakat Sumatera Utara mengenai keabsahan atau legalitas Penjabat Gubernur Sumatera Utara Mayjen TNI Â Hassanudin yang dilantik sejak 5 September 2023 Â karena dianggap banyak kalangan tidak sesuai atau melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan Pasal 3 huruf b  Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 4 Tahun 2023 tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati dan Penjabat Walikota (Permendagri No.4/2023) pada pokoknya menyatakan pejabat Aparatur Sipil Negara(ASN) yang dapat diangkat sebagai Penjabat Gubernur adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Madya.
Khusus untuk kalangan militer, Â Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Madya yang dimaksud adalah perwira tinggi TNI berpangkat mayor jenderal.
Selanjutnya ketentuan Pasal 8 Permendagri No. 4 Tahun 2023 menetapkan masa jabatan penjabat gubernur adalah satu tahun dan dapat diperpanjang satu tahun berikutnya kecuali yang bersangkutan memasuki batas usia pensiun dan tidak diperpanjang.
Merujuk ketentuan Permendagri No.4/2023 tersebut maka penunjukan Mayjen TNI Hasanudin sebagai penjabat gubernur Sumatera Utara oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal5 September 2023 lalu adalah tidak sesuai hukum, tidak sejalan ketentuan Pasal 3 huruf b Permendagri No.4 /2023 karena yang bersangkutan bukan seorang aparatur sipil negara (ASN) melainkan seorang personil aparatur militer negara (AMN).
Di samping itu, Mayjen Hassanudin yang memasuki pensiun pada tanggal 7 September 2023, maka terhitung sejak tanggal tersebut  menurut hukum  yang bersangkutan bukan lagi seorang pejabat JPT Madya sebagaimana persyaratan Pasal 3 huruf b Permendagri No.4/2023 oleh karenanya tidak sah atau cacat hukum sebagai  Penjabat Gubernur Sumatera Utara.
Mendagri Wajib Tunjuk ASN JPT Madya Sebagai Penjabat Gubsu Pengganti Mayjen Hasanudin
Merebaknya polemik tentang keabsahan atau legalitas Hassanudin selaku Penjabat Gubernur Sumatera Utara berawal dari keputusan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pada tanggal 5 September 2023 menunjuk Mayjen TNI Hassanudin yang saat itu menjabat Wakil Inspektur Jenderal Kementerian Pertahanan yang akan masuk usia pensiun dua hari setelah pelantikannya sebagai penjabat Gubernur Sumatera Utara akan tetapi Mendagri tidak lebih dulu mengangkatnya ke dalam suatu jabatan ASN pimpinan tinggi (JPT) Madya sebagaimana ketentuan perundang-undangan.
Tudingan miring publik terkait penunjukan personil militer aktif sebagai penjabat gubernur yang notabene adalah suatu jabatan sipil yang pengisiannya harus melalui mekanisme pemilihan umum  tidak ditanggapi Mendagri Tito sebagaimana mestinya.
Keputusan Mendagri tersebut akan dapat diterima rakyat Sumut dan tidak akan dianggap melanggar ketentuan undang-undang apabila sebelum penunjukan sebagai penjabat Gubsu, Hasanudin telah pensiun dari militer dan telah diangkat sebagai JPT Madya dalam jabatan sipil untuk memenuhi ketentuan Pasal 3 huruf b  Permendagri No.4/2023.
Akan tetapi faktanya ketika diangkat sebagai Pj. Gubsu pada tanggal 5 September 2023 Hassanudin adalah personil militer aktif dan setelah pensiun sejak 7 September 2023 hingga hari ini Hassanudin bukan seorang pejabat aparatur sipil negara (ASN) yang menduduki JPT Madya. Â
Oleh karenanya menurut ketentuan perundang-undangan Mendagri wajib memberhentikan Hassanudin dari jabatan Penjabat Gubernur Sumatera Utara dan segera menunjuk penggantinya sesuai mekanisme perundang-undangan yang berlaku.
Otoriter - Militerisme Vs Demokrasi - Supremasi Sipil
Dalam perspektif demokrasi penunjukan Hassanudin yang merupakan personil militer aktif untuk menduduki jabatan Gubernur yang merupakan jabatan sipil yang pengisiannya-dalam kondisi normal  harus melalui mekanisme pemilihan umum adalah suatu noda hitam atau kemunduran besar dalam sistem politik Indonesia yang menganut demokrasi di mana supremasi sipil adalah salah satu karakteristik utama.Â
Di samping kemunduran besar dan menjadi noda hitam dalam sistem dan kehidupan demokrasi, penunjukan personil militer sebagai penjabat gubernur walau pun hanya terjadi di Sumatera Utara merupakan pengkhianatan terhadap cita-cita reformasi.
Guna memastikan Indonesia tidak kembali terjerumus dalam sistem otoriter militer, penunjukan seorang militer aktif untuk menduduki jabatan publik tidak boleh dibiarkan begitu saja kecuali dalam situasi darurat militer atau negara dalam keadaan perang.
Penunjukan perwira militer sebagai penjabat gubernur sebagaimana terjadi di Sumatera Utara harus dihentikan, Â Mendagri harus segera menunjuk penggantinya dari seorang ASN Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Madya untuk menyelamatkan kehidupan demokrasi di Sumatera Utara pada khususnya dan di Republik Indonesia pada umumnya. Praktik menyimpang seperti ini tidak boleh terulang kembali.
Membiarkan kekeliruan di atas terjadi sama saja seperti mengundang harimau masuk ke dalam rumah sendiri, mengundang kematian kehidupan demokrasi di Republik ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI