Mohon tunggu...
Raden Nuh
Raden Nuh Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Pemerhati di kejauhan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kewenang Ketua Pengadilan dalam Eksekusi Perdata

2 Februari 2024   18:36 Diperbarui: 2 Februari 2024   18:51 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hambatan terbesar dalam mewujudkan tri asas pengadilan: cepat, sederhana dan biaya terjangkau adalah eksekusi putusan. Banyak sekali tunggakan eksekusi putusan yang belum dijalankan apalagi dituntaskan sehingga mengakibatkan putusan menjadi hampa atau percuma.  

Menjalankan putusan atau eksekusi perdata adalah kewenangan Ketua Pengadilan Negeri. Artinya tingkat penyelesaian eksekusi putusan menjadi tolok ukur utama dalam penilaian keberhasilan seorang Ketua Pengadilan. Masalahnya, banyak Ketua Pengadilan yang tidak becus menjalankan eksekusi akan tetapi tetap dipromosi ke jenjang yang lebih tinggi. Akibatnya, penyelesaian eksekusi tidak jadi prioritas tertinggi Ketua Pengadilan.

Tidak semua putusan harus atau bisa dieksekusi. Hanya putusan yang amarnya bersifat menghukum atau codemnatoir yang dapat dieksekusi. Sedangkan putusan yang bersifat constitutif atau declaratif tidak bisa dieksekusi. 

Lalu di mana masalahnya sehingga banyak eksekusi putusan tidak berjalan? 

Pertama adalah adanya syarat formal yang harus dipenuhi yakni eksekusi harus dimohonkan oleh pihak yang dimenangkan. Syarat ini wajib dipenuhi karena pengadilan sesuai sifatnya adalah pasif. Ketua Pengadilan baru mulai menjalankan eksekusi apabila ada permintaan dari pihak pemenang dalam putusan. Permintaan eksekusi oleh pemenang ditindaklanjuti oleh Ketua Pengadilan dengan menerbitkan penetapan eksekusi dengan ketentuan biaya panjar eksekusi telah dibayar oleh Pemohon.

Sesuai sifatnya, perkara perdata termasuk eksekusi putusannya adalah berbayar. Biayanya mencerminkan biaya ril yang dibutuhkan pengadilan dalam menjalankan eksekusi hingga selesai tuntas seluruhnya. Karena berbayar maka bisa saja biaya yang harus dibayar mahal atau sangat mahal yang tergantung dari objek eksekusi. 

Biaya eksekusi akan murah/ringan apabila pihak yang dikalahkan mau menjalankan putusan secara sukarela setelah diberi teguran (aanmaning) oleh pengadilan. Dengan demikian proses eksekusi putusan tidak sampai ke tahap penyitaan aset dan pelelangan aset milik si tereksekusi hingga lunas seluruh kewajibannya kepada si pemenang. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun