Mohon tunggu...
Muhammad Zaidan
Muhammad Zaidan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Gemar menulis dan menekuni fotografi

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Stigma Buruk Kritik Sastra dalam Sastra Indonesia dan Perbedaannya dengan Apresiasi Sastra

25 Januari 2024   20:47 Diperbarui: 25 Januari 2024   20:56 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dunia sastra di indonesia memiliki jejak perjalanan yang panjang, sastra di indonesia banyak memiliki keberagaman genre serta istilah yang muncul setiap waktunya. Kritik sastra dan apresiasi sastra dalam dunia sastra indonesia bukanlah merupakan istilah yang tidak asing. 

Kritik sastra dan apresiasi sastra, keduanya memiliki perbedaan. Berbeda dengan apresiasi sastra, kritik sastra cenderung selalu dipandang buruk oleh masyarakat, kecenderungan orang-orang mendefinisikan kritik sastra hanya sebagai objek untuk menjatuhkan sebuah karya sastra yang ada, dalam artian kritik sastra dihadirkan hanya sebatas menunjukan kelemahan-kelemahan dari karya sastra. 

Sedangkan apresiasi sastra terlihat berjalan tanpa stigma buruk seperti yang orang-orang jatuhkan terhadap kritik sastra.   Pengertian secara etimologis dari kritik sastra adalah, kritik berasal dari kata krites (Bahasa Yunani), yang berarti hakim. Kata kerjanya adalah krinein (menghakimi). Kata tersebut juga merupakan pangkal dari kata benda kriterion (dasar penghakiman). Dari kata tersebut kemudian muncul kritikos untuk menyebut hakim karya sastra (Wellek, 1978; Pradopo, 1997). 

Menurut H.B. Jassin, kritik sastra adalah pertimbangan baik dan buruknya suatu hasil kesusastraan. Pertimbangan yang diungkapkan H.B. Jassin ini maksudnya adalah sebuah kritik sastra harus disertai alasan dan berisi mengenai isi dan berbagai bentuk di dalam karya sastra. Apresiasi sastra berasal dari, Apresiasi (apreciation) bahasa inggris appreciation yang memiliki arti penghargaan. 

Apresiasi sastra merujuk pada proses penerimaan sebuah karya sastra sebagai sesuatu yang benar dan bagus. Aminudin (1987:34) mengemukakan, apresiasi sastra mengandung makna pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin, dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang. 

Apresiasi dikembangkan manusia melalui penumbuhan sikap yang sungguh-sungguh dan sebagai satu kebutuhan yang mampu memuaskan rohaninya. Sementara, apresiasi sastra berusaha menerima nilai-nilai sastra sebagai sesuatu yang benar (Hartoko dan Rahmanto, 1986).

Kritik Sastra Menjatuhkan Atau Menumbuhkan?

Ketika melihat perbedaan antara kritik sastra dengan apresiasi sastra akan menjadi hal menarik ketika kritik sastra diartikan sebagai senjata menjatuhkan sebuah karya sastra, yang hanya mengungkap kelemahan-kelemahan saja. 

Kritik sastra memang jika dilihat dari pengertian etimologisnya memiliki artian yang begitu menyeramkan, kritik sastra memiliki kedudukan yang dapat menelaah kelemahan dan kelebihan secara sekaligus dari sebuah karya sastra. 

Sedangkan, apresiasi sastra tidak dapat menelaah kelemahan dari sebuah karya sastra; yang menjadikan output dari apresiasi sastra hanya berupa penghargaan terhadap karya sastra semata, bukan menelaah lebih jauh baik buruk nya sebuah karya sastra, sesuai atau tidak nya isi dan fungsi sastra itu sendiri. 

Kritik sastra pula lebih berkukutub terhadap ilmiah, yang menjadikan kritik sastra dituntut untuk sesuai dengan norma-norma tertentu yang harus diperhatikan. Untuk memberi penilaian terhadap suatu karya sastra seorang kritikus terlebih dahulu diharuskan mengadakan pemahaman atau pendalaman yang sepenuh-penuhnya terhadap cipta sastra itu. 

Hal ini menjadikan kritik sastra memiliki ruang eksplorasi yang lebih kecil ketimbang dari apresiasi sastra, karena seorang kritikus dituntut untuk memahami paham-paham yang akan terkandung dalam sebuah karya sastra, bukan hanya sebatas realitas sosial saja, dan hal ini pula yang menjadikan polemik terhadap kritik sastra itu sendiri yang dipandang hanya berfungsi menjatuhkan karya sastra karena masyarakat menganggap seorang kritikus adalah seorang yang adiluhung karena memiliki pemahaman yang lebih luas daripada sekadar mengapresiasi sastra. 

Jika dilihat kembali dan dipahami lagi proses seorang kritikus cukup panjang untuk mengasilkan sebuah kritik sastra, proses dibalik itu yang menjadikan para kritikus memiliki pandangan untuk dapat melihat kelebihan serta kelemahan dari sebuah karya sastra. 

Jadi amat sangat keliru jika kritik sastra hanya berusaha menjelaskan kelemahan suatu karya sastra saja, sedangkan pengertian menurut H.B. Jassin diatas saja kritik sastra adalah proses pertimbangan baik buruknya suatu hasil kesusastraan yang dimana pertimbangan tersebut disertai alasan dan berisi mengenai isi dan bentuk sebuah karya sastra.

Karena sebuah karya sastra selalu memiliki pembacanya, selera dari pembaca pula berbeda-beda oleh karena itu setiap karya sastra memiliki kelebihan serta kekurangan nya masing-masing yang berusaha dijabarkan dalam sebuah kritik sastra. 

Maka jika berlandasarkan atas pemikiran H.B. Jassin saja, kritik sastra akan menjadikan sebuah karya sastra memiliki keberagaman dan menumbahkan sebuah karya sastra menjadi layak atau tidaknya untuk dinikmati oleh para pembaca, bukan malah sebaliknya menjatuhkan sebuah karya sastra dan pengarang nya.

Pada hakikatnya kritik sastra dengan apresiasi sastra keduanya memiliki fungsi masing-masing, keduanya dalam dunia sastra indonesia masing-masing memiliki andil nya dalam membangun ekosistem sastra yang selalu diharuskan untuk selalu mengikuti perkembangan zaman. 

Adanya kritik sastra dan apresiasi sastra merupakan corak keberagaman dalam dunia sastra di indonesia. Kritik sastra bukanlah sebuah hal yang patut dijadikan ketakutan bagi seorang pengarang, kritik sastra harusnya dijadikan salah satu alat yang mampu membenahi kekurangan-kekurangan yang diimiliki oleh seorang pengarang, karena kritik sastra pun bukan hanya sebatas menjabarkan kelemahan dan kekurangan sebuah karya sastra tapi memiliki fungsi lain. 

Fungsi kritik sastra bagi pembaca untuk memberikan bantuan guna memahami sebuah karya sastra tertentu, menunjukan keindahan dari sebuah karya sastra tertentu hal inilah yang cukup penting karena fungsi sastra itu sendiri Dulce  et Utile yang artinya indah dan berguna. 

Sedangkan bagi pengarang karya sastra kritik sastra memiliki manfaat untuk mengetahui kekurangan dan kelemahan karya, mengetahui kelebihan karya, dan memberikan pengetahuan mengenai masalah-masalah yang akan dijadikan tema dalam tulisannya. 

Sedangkan dalam apresiasi sastra terdapat fungsi menawarkan dan menghidangkan hiburan kepada apresiator sebagai penghibur yang sifatnya sebagai hiburan batiniah ataupun sukmawi, menyuguhkan, menghidangkan dan menawarkan pengetahuan kepada apresiator sastra. Tujuannya agar dapat dihayati dan dinikmati.

Daftar Rujukan

Wellek, Rene. (1978). Concepts of Criticsm. New Haven and London: Yale University.


Pradopo, Rachmat Djoko. (1982). Beberapa Gagasan dalam Bidang Kritik Sastra. Yogyakarta: Lukman.

Putri, Kaannaha, Jatu. (2022, Februari, 18 ). Penyelenggaraan Kritik Sastra Dalam Media Daring.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun