FAKTA YANG TERABAIKAN
Sejak kemarin, berbagai media dan topik pembicaraan di forum internet serta obrolan politik membahas 'Bagaimana peran PKS dalam Pilgub DKI putaran ke-2'. Berbagai analisis dipaparkan, berbagai pengamat berbicara, berbagai angka statistik dipresentasikan, namun saya pribadi menilai nya hanya euforia dan kehebohan yang tidak substansial. Berbagai analisis tersebut seperti menafikkan fakta yang sudah jelas terjadi pada hasil Pilgub putaran pertama. Psikologi pemilih pun sepertinya diabaikan dalam berbagai analisis itu. Para pengamat sampai hari ini hanya membahas sebatas perpindahan suara secara matematis dan statistika, tanpa memperhatikan fakta dilapangan.
Kenyataan nya, para simpatisan PKS tidak bisa diperhitungkan dengan angka statistik dan matematika sederhana. Katakanlah statistika tersebut didasarkan pada exit poll yang dilakukan lembaga survey kepada beberapa sampel pemilih yang berada di TPS pada putaran ke-1, namun itu tentu nya tidak bisa dijadikan dasar kuat menganalisis karakteristik dan psikologi pemilih PKS pada putaran ke-2 yang mana masih akan berlangsung sekitar 2 bulan ke depan.
Namun dari beberapa analisis statistika, memang ada yang bisa dijadikan dasar penilaian antara lain fakta bahwa setengah dari suara simpatisan PKS pada putaran ke-1 terpecah ke 2 kandidat (Foke & Jokowi). Ini adalah fakta menarik yang cukup menggambarkan setidaknya bagaimana peta suara pemilih PKS pada putaran ke -2 nanti. Artinya, ada fakta yang sangat jelas sudah terlihat bahwa kekuatan mesin partai dan soliditas kader PKS saat ini sangatlah lemah.
Anda mungkin tidak bisa membayangkan Partai sekaliber PKS yang sudah diakui selama bertahun-tahun sebagai partai yang simpatisan dan kader nya sangat solid dan militan ternyata bisa 'dipermalukan' di kandang sendiri (DKI jakarta). Fakta bahwa Hidayat Nurwahid seorang kader terbaik yang dimiliki PKS hanya dipilih oleh setengah dari captive voters PKS di jakarta(berdasarkan Pemilu tahun 2009) adalah sebuah 'pukulan' telak, sekaligus fenomena baru yang membuka mata kita bahwa PKS hari ini tidak sama dengan PKS 2 atau 3 tahun lalu.
Pilkada memang berbeda dengan Pemilu legislatif, karena dalam pilkada kecenderungan selera pemilih tidak bisa ditentukan pengaruh partai di daerah pemilihan tersebut. Namun untuk PKS, saya beri pengecualian karena sifat kader PKS tidaklah sama dengan karakter pemilih indonesia pada umum nya.
PKS memiliki semacam doktrin atas primordialisme kelompok, golongan, dan partai berdasarkan keseragaman ideologi islam konservatif. Hal tersebut adalah keistimewaan partai tersebut yang membedakan nya dengan karakter partai lain pada umum nya. Inilah pondasi utama yang seharusnya dibahas lebih komperhensif oleh berbagai analisis untuk menebak, kemanakah 11% suara PKS akan terdistribusi pada putaran ke-2.
ANALISIS
Menurut exit poll yang dilakukan Lembaga Survey Indonesia(LSI), distribusi suara para simpatisan PKS sebagai berikut:
- Jokowi 23,7%
- HNW 49,5%
- Foke 19,4%
- Faisal Basri 2,2%
artinya, mereka pada saat pemilu legislatif 2009 memilih PKS, namun pada pilkada DKI memilih para calon tersebut. Di sini terlihat jelas bahwa faktor utama penentu kecenderungan pemilih pada Pilkada adalah kekuatan FIGUR bukan PARTAI.
Masih menurut exit poll LSI exit poll, dengan pertanyaan "Jika Jokowi dan Foke lolos putaran ke-2, siapa yang akan mereka pilih?", maka hasilnya:
- Foke-Nara sebesar 36,4 %
- Jokowi-Ahok 24,2 %
- Tidak menjawab 18.2%
- Golput 21.2%
Disinilah letak kesulitan nya, bagaimana para analis dihadapkan bahwa fakta nya ada 21.2 % yang memilih golput, dan 18.2 % masih tidak diketahui suara nya.
Untuk membahas lebih lanjut tentang angka exit poll LSI tersebut, saya coba memahami psikologi pemilih PKS dalam memandang kedua kandidat. Untuk itu saya sempat bertanya pada rekan yang kebetulan simpatisan PKS, dia saya beri pertanyaan :"jika elite PKS memutuskan untuk berkoalisi dengan Jokowi, sebagai simpatisan PKS anda akan memilih siapa?". Jawabannya kurang lebih begini :" Jika PKS telah resmi mengajukan kontrak politik kepada Jokowi dan meneken kerjasama koalisi, maka dia akan ikut apa kata partai."
Tentu saja suara dari satu orang rekan saya tersebut tidak bisa dijadikan dasar kuat menentukan psikologi pemilih PKS secara umum pada Pilgub DKI, namun ada fakta menarik yang bagi saya patut diperhatikan benar oleh para analis jika ingin memperhitungkan kemana suara PKS akan berhembus. Fakta tersebut adalah ternyata ada keraguan besar dari para simpatisan PKS bahwa memilih Jokowi-Ahok adalah tepat secara akidah Islam.
Teman yang saya tanya tersebut, lalu menceritakan alasan-alasan kenapa para simpatisan PKS kurang sreg pasangan Jokowi-Ahok, ya tentu saja kita semua sudah tau apa maksud mereka, yaitu latar belakang Etnis dan Agama Ahok. Yang menarik dari itu adalah, bahwa ketika PKS sudah menyetujui koalisi dengan kontrak politik kepada Jokowi mereka tetap masih merasa ragu untuk menjatuhkan pilihan pada Jokowi, meski mereka merasa memiliki keterikatan secara idelologis dengan PKS. Inilah yang saya sebut dengan fakta yang terabaikan, yang sulit dihitung secara matematis hari ini, apalagi masa konsolidasi menjelang pemilihan adalah 2 bulan yang masih sangat mungkin terjadi banyak manuver dan perubahan peta politk dan suara pemilih.
Namun, jika kita berbicara seandainya pilgub putaran ke-2 dilakukan besok pagi, maka saya berani memberikan gambaran bahwa akan banyak suara PKS yang hilang. Suara tersebut akan masuk ke kelompok GOLPUT yang memilih untuk tidak memilih siapa-siapa pada putaran ke-2. Dengan kata lain, bisa saya katakan setidaknya setengah dari para pemilih Hidayat Nur Wahid pada putaran ke -1 (11%) akan memilih golput pada putaran ke-2. sedangkan setengah nya lagi terbagi pada 2 kandidat (Jokowi / Foke), dengan prosentase lebih cenderung banyak ke Foke karena faktor kedekatan ideologis Islam.
Berarti, ada setidaknya 5-6% suara pemilih PKS yang diperebutkan pada putaran ke-2 nanti, sehingga menurut analisis saya tidak akan berdampak terlalu signifikan pada elektabilitas kedua nya, terutama Jokowi yang sudah jelas secara matematis hanya tinggal membutuhkan tambahan 8% suara lagi untuk memenangkan kursi DKI-1.
Potensi suara yang seharusnya menjadi folus kedua belah kubu adalah dari golongan golput yang mencapai angka 37% dari jumlah DPT putaran ke-1.Inilah kunci kemenangan yang sesungguh nya.
Dengan menilik perhitungan sederhana di atas, saya menyimpulkan bahwa kedua belah kubu hanya akan menghabiskan tenaga dan waktu 'percuma', serta hanya akan menjadi polemik politik dan opini berkepanjangan jika hanya sibuk mengelola lobi kepada PKS. Kalian cuma akan buang-buang energi.
Dan dengan berdasarkan perkiraan menurut tren putaran ke-1 dan psikologi massa pemilih, saya memprediksi, jika pilgub putaran ke 2 digelar hari ini, maka JOKOWI akan kembali menjadi jawara dengan prosentase di atas 60%.
Sanggau, 14 Juli 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H