Mohon tunggu...
IRMAN NUR MAULUDIN
IRMAN NUR MAULUDIN Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa KPI

Irman Nurm Mauludin, lahir di Sumedang 21 Mei 2003, sekarang menjadi mahasiswa di UINSE Cirebon

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenang Perjuangan Mbah Muqoyyim dalam Mendirikan Buntet Pesantren Cirebon

18 Juni 2024   01:42 Diperbarui: 18 Juni 2024   01:44 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di malam yang sunyi yang tenang, ketika bulan mulai menyapa dengan hangat, saya melangkahkan kaki menuju Pondok Pesantren Buntet, Cirebon. Di tempat inilah, sejarah panjang perjuangan seorang ulama besar, Mbah Muqoyyim, tertoreh indah. Perjalanan yang penuh liku ini kini menjadi inspirasi bagi generasi muda yang haus akan ilmu dan keimanan.

Saya disambut oleh suasana pesantren yang tenang dan damai. Di tengah gemuruh dunia yang penuh kesibukan, di sini terdapat kedamaian yang membelai jiwa. Pepohonan rindang menaungi halaman luas, tempat para santri bertegur sapa dan berbagi cerita. Di sudut-sudut pesantren, suasana belajar yang khidmat tampak nyata, menggambarkan betapa semangat menuntut ilmu masih menyala-nyala.

Malam itu, saya berkesempatan untuk berbincang dengan salah satu ustadz yang mengajar di salah satu pondok pesantren buntet yaitu pondok pesantren saung An-Nadwah.

"Bagaimana kisah awal perjuangan Mbah Muqoyyim dalam mendirikan pesantren ini, ustadz?", tanya saya membuka percakapan.

Ustadz tersenyum, menatap jauh seolah membayangkan masa-masa penuh perjuangan itu. "Mbah Muqoyyim adalah sosok yang penuh dedikasi dan pengorbanan. Di awal abad ke-20, beliau merintis pesantren ini dengan penuh kesederhanaan. Tidak ada bangunan megah, hanya rumah kecil berdinding bambu dan beratapkan ilalang. Namun, semangat beliau untuk menyebarkan ilmu agama sangatlah besar."

Mata ustadz tampak berkaca-kaca, membayangkan betapa kerasnya perjuangan beliau. "Mbah Muqoyyim sering berjalan kaki puluhan kilometer untuk mengajar. Beliau selalu mengatakan bahwa ilmu adalah cahaya, dan tugas kita adalah menyebarkannya agar dunia tidak tenggelam dalam kegelapan."

Di setiap langkah Mbah Muqoyyim, tersirat doa dan harapan. Di tengah keterbatasan, beliau tetap teguh berdiri, mengajarkan ilmu agama kepada siapa saja yang datang. Tak jarang, Mbah Muqoyyim harus berpuasa karena tidak ada makanan yang cukup. Namun, hal itu tak menyurutkan semangatnya. Ia yakin, bahwa perjuangannya akan membuahkan hasil kelak.

"Bagaimana respons masyarakat sekitar pada awalnya, Kyai?" lanjut saya bertanya.

"Awalnya, tidak semua orang menerima kehadiran pesantren ini," jawab ustadz dengan nada lirih. "Ada yang meragukan, ada pula yang menentang. Namun, dengan kesabaran dan ketekunan, Mbah Muqoyyim berhasil memenangkan hati mereka. Beliau selalu menekankan pentingnya ilmu dan akhlak yang mulia, sehingga lambat laun, masyarakat mulai mendukung."

Dalam suasana yang penuh hikmah ini, saya menyadari betapa besar jasa Mbah Muqoyyim. Pondok Pesantren Buntet kini telah berkembang pesat, menjadi salah satu pusat pendidikan Islam terkemuka di Cirebon. Ribuan santri datang dari berbagai penjuru negeri, mengharapkan berkah ilmu dan tuntunan yang diajarkan di sini.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Saya menyudahi wawancara dengan ustadz. "Terima kasih, ustadz, atas waktu dan ceritanya. saya sangat terinspirasi oleh perjuangan Mbah Muqoyyim," ucap saya penuh hormat.

Ustadz tersenyum hangat, "Semoga kisah ini bisa menjadi teladan bagi kita semua, agar selalu ikhlas dan bersungguh-sungguh dalam memperjuangkan kebaikan. Mbah Muqoyyim mungkin telah tiada, namun semangatnya akan selalu hidup di hati kita."

Setelah selesai melaksakan sholat berjamaah. saya meninggalkan pesantren dengan hati yang penuh haru dan inspirasi. Perjuangan Mbah Muqoyyim adalah bukti nyata bahwa dengan tekad yang kuat dan niat yang tulus, segala rintangan bisa dihadapi, dan kebaikan akan selalu menemukan jalannya.

Di kutip dari DetikJabar.com dan cerita ini telah di verifikasi kebenarannya oleh sang ustazd , Pondok Pesantren Buntet Cirebon merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Pondok pesantren yang beralamat di Desa Mertapada Kulon, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon itu mulai didirikan pada tahun 1750 oleh seorang ulama bernama Kiai Muqoyyim.
Kiai Muqoyyim atau yang juga dikenal dengan sebutan Mbah Muqoyyim, sebelumnya merupakan seorang tokoh Mufti di lingkungan Keraton Kanoman Cirebon.


Pemerhati sejarah pesantren-pesantren di Cirebon, Akhmad Rofahan menyebut, kisah berdirinya Pesantren Buntet berawal dari kekecewaan Mbah Muqoyyim atas keberpihakan keraton terhadap kolonial Belanda pada saat itu.
Berangkat dari kekecewaan tersebut, Mbah Muqoyyim pun akhirnya memutuskan keluar dari keraton dan memilih untuk menyiarkan agama Islam dengan mendirikan pondok pesantren Buntet.

"Awalnya, Mbah Muqoyyim mendirikan pondok pesantren di kampung Kedung Malang, Desa Buntet, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon. Pondok pesantren yang didirikan oleh Mbah Muqoyyim kala itu hanya berupa bangunan sederhana yang dilengkapi musala dan beberapa kamar santri,"

Seiring berjalannya waktu setelah pondok pesantren tersebut dibangun, tidak sedikit masyarakat yang kemudian tertarik untuk belajar ilmu agama kepada Mbah Muqoyyim. Namun, perjuangan Mbah Muqoyyim dalam mendirikan pesantren dengan banyak pengikut rupanya menjadi kekhawatiran tersendiri bagi pihak Belanda.

Sebab, selain mengajarkan ilmu-ilmu agama, kebesaran nama ulama seperti Mbah Muqoyyim saat itu juga berpotensi bisa menggerakan para santri dan masyarakat untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda.

Atas dasar itu, Belanda pun akhirnya bergerak untuk melakukan penyerangan ke pondok pesantren Buntet sekaligus berupaya menangkap Mbah Muqoyyim. Namun, informasi itu telah lebih dulu bocor hingga akhirnya Mbah Muqoyyim berhasil menyelamatkan diri, begitu juga dengan santri-santrinya.

Hanya saja, akibat dari serangan Belanda, pondok pesantren Buntet yang telah didirikan oleh Mbah Muqoyyim porak-poranda. Saat itu, Mbah Muqoyyim berhasil menyelamatkan diri ke desa Pesawahan, Kabupaten Cirebon.

Saat berada di desa Pesawahan, Mbah Muqoyyim sempat menetap di wilayah tersebut. Namun lagi-lagi, informasi tentang keberadaan Mbah Muqoyyim kembali diketahui oleh pihak Belanda. Upaya penyerangan pun terus dilakukan oleh Belanda ke pondok pesantren yang didirikan Mbah Muqoyyim di daerah Pesawahan.

Namun sesampainya di lokasi, Belanda tidak menemukan sang Ulama. Mbah Muqoyyim kembali berhasil menyelamatkan diri. Saat itu, Mbah Muqoyyim menyelamatkan diri dari serangan pasukan Belanda dengan cara pergi ke daerah Sindanglaut, Kabupaten Cirebon.

"Belanda pun kembali menyerang Sindanglaut untuk mencari Mbah Muqoyyim. Tapi saat itu beliau sudah pergi," kata Rofahan.

Setelah kejadian itu, Mbah Muqoyyim mulai merasa jika keberadaannya di Cirebon sudah tidak aman. Ia pun lantas berinisiatif untuk keluar dari Cirebon dan berkelana ke sejumlah wilayah.

Meski menjadi target penangkapan Belanda, namun Mbah Muqoyyim tidak menghentikan perjuangannya dalam melakukan syiar Islam. Kegiatan itu tetap dilakukan Mbah Muqoyyim di setiap wilayah yang disinggahinya.

Salah satu wilayah yang disinggahi oleh Mbah Muqoyyim adalah daerah Beji, Pemalang, Jawa Tengah. Selama menetap di Pemalang, Mbah Muqoyyim tinggal di kediaman seorang ulama bernama Kiai Abdussalam. Di sana, Mbah Muqoyyim tinggal dan hidup sebagaimana santri lainnya yang tinggal di kediaman Kiai Abdussalam.

Singkat cerita, setelah Mbah Muqoyyim menetap di Pemalang, sebuah wabah penyakit melanda Cirebon. Wabah penyakit itu bahkan menyebabkan banyak orang meninggal dunia. Baik warga biasa, keluarga keraton, maupun pihak Belanda.

Situasi itu pun membuat banyak pihak merasa khawatir. Tidak sedikit 'orang pintar' yang kemudian didatangkan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Namun dari sekian banyaknya orang sakti yang didatangkan, tidak ada satupun yang berhasil.

"Akhirnya muncul usulan untuk meminta bantuan Mbah Muqoyyim yang saat itu ada di Pemalang. Perwakilan keraton yang saat itu diutus langsung menghadap dan meminta bantuan Mbah Muqoyyim untuk mengusir wabah tersebut," terang Rofahan.

Mendapat permintaan tersebut, Mbah Muqoyyim sendiri lantas menyetujuinya. Ia lalu kembali ke Cirebon dan berusaha mengusir wabah tersebut. Atas kelebihan yang dimiliki Mbah Muqoyyim, wabah penyakit yang telah menelan banyak korban jiwa itu pun akhirnya berhasil dihilangkan.

"Saat pulang ke Cirebon, Mbah Muqoyyim pun berusaha membangun kembali pesantren Buntet yang sebelumnya telah dihancurkan oleh Belanda," kata Rofahan.

Lokasi pembangunan sedikit bergeser dari lokasi sebelumnya dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Mbah Muqoyyim membangun pesantren Buntet di sebuah daerah yang kelak dikenal dengan nama Desa Mertapada Kulon, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon.

Rofahan mengatakan, dalam membangun dan memimpin Pesantren Buntet, Mbah Muqoyyim menjalani tirakat dengan berpuasa selama 12 tahun. Tiga tahun pertama, Mbah Muqoyyim berpuasa untuk keberkahan tanah dan pesantren yang dibangun. Tiga tahun kedua, ia berpuasa untuk keselamatan anak cucunya.

Kemudian tiga tahun selanjutnya, Mbah Muqoyyim berpuasa untuk para santri serta pengikutnya. Dan tiga tahun terakhir, Mbah Muqoyyim berpuasa untuk keselamatan dirinya.

Sejak didirikan pada ratusan tahun lalu oleh Mbah Muqoyyim, hingga kini Pesantren Buntet Cirebon masih tetap eksis dan menjadi salah satu lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia versi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Dalam rangkaian acara peringatan 1 Abad NU yang digelar di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta pada 31 Januari 2023, Pesantren Buntet telah dianugerahi sebagai salah satu pesantren tertua di Indonesia. Pesantren Buntet Cirebon berada di urutan ke-6 dari 56 pesantren yang dikategorikan sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun