Mohon tunggu...
Bagus K. Anand
Bagus K. Anand Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa, penikmat kopi, perokok pasif, pecinta reggae, penghobi ngartun, pecinta damai. bagus.k.anand@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bukan Hari Pers (Gadungan) Nasional

9 Februari 2016   21:02 Diperbarui: 9 Februari 2016   21:22 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Sumber : swide.com (via : harnas.co)"][/caption]

Hari ini, 9 Februari 2016 diperingati sebagai hari pers nasional (HPN) meskipun muncul berbagai polemik tentang hari peringatan dan lahirnya sebuah organisasi pers. Walaupun juga tidak jelas siapa yang berhak merayakan hari pers nasional dan menerima ucapan “selamat hari pers nasional”, akan tetapi tak menjadi suatu masalah.

Pers mempunyai peran penting dalam penegakan demokrasi Indonesia. JIka kita menengok ke belakang, tepatnya pada era orde lama hingga orde baru, pers bisa dibilang divonis mandul ataupun diaborsi oleh pemerintah. Siapa yang berani mengkritik pemerintah, kamar hotel gratis lengkap makan dan minum dalam jeruji besi siap dihuni olehnya. 

Pers pada hakekatnya tidak hanya terpatok pada media cetak, dalam arti luas pers diartikan apapun itu yang memberikan berbagai informasi hingga hiburan kepada masyarakat. Itu menurut opini saya sendiri, jadi jangan salahkan jika terdapat kekeliruan baik dalam perkataan maupun perbuatan. Pisss…

Bicara tentang perkembangan pers dari jaman baheula hingga jaman bahelul seperti sekarang, tentu pers telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Syukurlah atas berkat Rahmat Tuhan YME, pers tidak lagi mandul. Pers sekarang telah subur dan makmur. Berbagai kelompok pun saling berlomba-lomba berusaha ikut serta mengembangkan pers Indonesia. Keadaan yang sangat beda jauh dengan era kepemimpinan presiden ber-istrikan sembilan dan kepemimpinan seorang jenderal.

Akan tetapi, subur dan makmurnya pers bukan berarti menjadi suatu hal yang selalu bagus dan sangat membanggakan. Tentu saja terdapat akibat positif dan negatif dari pers nasional yang berkembang sangat makmur di negeri yang terdapat para penghancur.

Tak bisa dipungkiri bahwa tujuan pers adalah money oriented, kecuali saaat masa penjajahan dan orla-orba, yang saat itu pers  memang menjadi kunci penting dalam upaya kemerdekaan Indonesia dan satu-satunya jalan menegakkan demokrasi yang benar-benar murni tanpa campur tangan penguasa. Sebut saja Mochtar Lubis, Pramoedya Ananta Toer, Soe Hok Gie, Widji Thukul dkk yang atas karena tulisan-tulisannya yang dimuat oleh pers, masyarakat dalam menyuarakan pendapat dengan bebas merdeka “tanpa datang ancaman maupun malapetaka dari penguasa” seperti sekarang.

Sangat berbeda 180o dengan saat sekarang yangmana pers hanyalah mesin pencari uang. Tapi tak menjadi masalah jika tulisan-tulisan yang diberitakan memang bermanfaat bagi masyarakat dan tidak terdapat campur tangan pemerintah. Intinya bekerja dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat !

Pers jadi Peres

Di-era yang serba canggih dan teknologi yang sangat millennium saat ini, pers memang menjadi pembentuk opini rakyat. Atau bahkan beberapa lembaga pers memang bertujuan untuk membentuk opini rakyat. Lah ! Teknologi yang sangat canggih memang dapat menyebarkan tulisan-tulisan yang dihasilkan dari pers dalam hitungan detik. Kecanggihan teknologi inilah yang disalahgunakan oleh berbagai lembaga pers.

Tak heran jika pers seakan-akan menjadi peres. Pembentukan opini rakyat dilakukan melalui berbagai berita-berita yang berisi fitnah, fitness, amalan seseorang, hingga aib dan borok orang yang bersebrangan dengan lembaga pers tersebut.

Ke-peres an pers ini sangat terlihat dengan jelas jika akan diadakan pergantian pemimpin dalam suatu daerah. Maka berbagai lembaga pers saling berlomba-lomba membuat berita yang dapat menggiring opini rakyat. Bahkan berita palsu pun menjadi pegangan, apalagi saat pilpres tahun 2014. Mulai dari capres kafir, seorang PKI, dugaan ibadah palsu, hingga seorang dalang penculikan anak orang,  Sadis Bung !

Ke-peres an pers pun juga terlihat pada berita-berita hoax yang disebarkan nya. Yang tujuan nya hanya satu, yakni mendongkrak pupularitas, eh popularitas. Dengan membuat judul berita yang se-seksi mungkin, se-erotis mungkin dan se-montok mungkin, tentu muncul banyak rasa penasaran dan kekekekepoan dari masyarakat. Jumlah klik dan viewers pun bertambah, pemasukan dan pendapatan ya juga bertambah.

Ada satu berita menarik yang saya lihat sekilas hanya judulnya dari beranda facebook saya kemarin lusa. Saya lupa judul tepatnya apa, tapi intinya Jonru akhirnya benar-benar dipenjara. Namun saya tak tergoda oleh rayuan dan cumbuan nya. Pikiran saya hanyalah retorika belaka, mungkin situs berita tersebut sedang butuh uang untuk sesuap nasi. Saya pun tak mau ber-su’udzon. Positive Thinking lebih baik walaupun terpaksa melakukan nya.

Pada artikel ataupun berita tentang “Jonru” yang memang dapat mengagetkan hati dan pikiran tersebut, saya dapat mengambil dua kesimpulan. Pertama, tujuan berita hoax bin hoex tersebut. Jika tidak mencari popularitas dan menambah jumlah viewers nya ya pasti menggiring opini publik bahwa ini lho Joko lovers yang tak henti-hentinya membuat berita palsu tentang Jonru. Wis tau…….

Kedua, pembuat berita tersebut sendiri. Berita tersebut dapat dibuat oleh seorang joko lovers, maupun seorang bowo lovers, atau bahkan seorang bebas merdeka tapi mengadu domba. Saya tak mau membahas permasalahan ini lebih panjang, karena jika membicarakan permasalahan dua atau tiga kelompok ini, tak akan pernah selesaii, kecuali Pak Joko telah tidak menjabat dan tidak mencalonkan diri kembali, demikian juga dengan Pak Bowo.

Beginilah gambaran ganasnya pers di Indonesia yang disalahgunakan oleh pihak-pihak ber-intelektual tapi tidak mempunyai akal. Disaat beberapa pers satu sedang berusaha membangun sikap demokrasi masyarakat, tapi yang lain malah sibuk membohongi rakyat. Duh Gusti…..

Sekarang pers seakan-akan hanya menjadi penghasut kepercayaan rakyat (walaupun tidak semua). Pers gadungan seperti ini layaknya setan yang memang ditugaskan untuk menghasut perbuatan manusia. Jadi memang pantas jika pers sejenis demikian disebut dengan Pers setan. (Awas pelafalan tolong dijaga, walaupun memang faktanya demikian).

Mosi tidak percaya adalah salah satunya jalan masyarakat untuk melawan gejolak-gejolak pers gadungan. Rakyat berhak untuk men-judge bahwa pers pantas dipercaya atau tidak. Rakyat telah pintar membedakan mana fakta mana propaganda. Awas Pers Gadungan ! Waspadalah ! Waspadalah !

Selamat Hari Pers Nasional 2016. Jayalah insan pers Indonesia !

Indonesia, 9 Februari 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun