[caption caption="Sumber : www.balitribune.co.id"][/caption]Anjing bagi sebagian orang adalah hewan yang dijauhi karena suatu hal, terkecuali untuk tujuan tertentu. Akan tetapi bagi sebagian orang lain, anjing adalah hewan yang dipelihara dan dicinta. Perbedaan pandangan ini dikarenakan adanya pandangan yang berbeda dari setiap agama. Tapi everything is okey. Tak ada masalah, asalkan saling bersikap toleran atau menghargai satu sama lain.
Di daerah-daerah tertentu yang notabene mayoritas penduduk beragama non muslim, anjing layaknya manusia yang dapat berkeliaran sebebas-bebasnya. Sedangkan pada daerah yang mayoritas penduduknya muslim, anjing merupakan hewan yang dijaga oleh pemiliknya agar tidak berkeliaran kemana-mana. Meskipun demikian, masih banyak anjing yang berkeliaran dengan bebas di masyarakat yang mayoritas muslim.
Sebenarnya tak menjadi masalah jika anjing dapat berkeliaran dengan bebas, sama-sama ciptaan Tuhan kan. Yang menjadi masalah adalah ketakutan yang timbul dari diri seseorang apabila jalan di dekat ajing yang berkeliaran. Karena tidak terbiasa hidup dengan anjing, wajarlah jika timbul ketakutan. Apalagi jika ukuran anjingnya tergolong besar. Jika ukuran anjing poodle mungkin tak menjadi masalah, walaupun larinya juga dapat membangkitkan bakat terpendam (lari) seseorang jika dikejar.
Di daerah saya tinggal, mayoritas penduduknya adalah muslim. akan tetapi anjing berkeliaran adalah mungkin menjadi pemandangan biasa yang dapat memacu adrenalin jika lewat di dekatnya. Terhitung  ada 4 anjing dengan ukuran yang tidak kecil di daerah saya tinggal.
Pernah suatu ketika saat adzan maghrib berkumandang, saya pergi ke masjid dengan jalan kaki. Dalam perjalanan ada 3 anjing menghadang, jenisnya mungkin herder atau apalah itu, yang jelas bukan poodle. Badan saya tiba-tiba langsung gemetar karena tak terbiasa hidup dalam keliaran anjing. Ada 2 pilihan saat itu, saya balik dan tidak jadi ke masjid atau saya tetap ke masjid yang melewati anjing-anjing yang menggonggong. Karena suasana sepi dan bukan jalan raya melainkan jalan kampung, ketakutan dalam diri saya pun bertambah.
Dan saya memilih untuk tetap melanjutkan ke masjid dengan badan yang gemetar serta bibir yang selalu mengucap keagungan Tuhan. Perlahan saya jalan, dengan sedikit melirik ke arah anjing dan akhirnya saya bisa melewatinya walaupun dengan senam jantung.
Seusai sholat di masjid saya pun pulang dan mencari jalan lain agar tidak terhadang lagi oleh anjing-anjing yang dibiarkan berkeliaran oleh pemiliknya. Akan tetapi, saya tak menemukan jalan lain, saya masih penduduk baru saat itu sehingga saya pun masih awam dengan jalan di lingkungan tempat tinggal saya.
Mau tidak mau saya harus melewati jalan seperti pada saat berangkat. Dari kejauhan saya tenang, tak ada anjing yang berkeliaran. Akan tetapi saat melewati jalan yang terparkir mobil di pinggirnya, masih saja anjing yang berkeliaran, disusul anjing lain yang muncul tiba-tiba dari semak-semak. Pikiran saya pun bercampur aduk, dalam hati berbicara kotor kepada pemiliknya, dan dalam bibir tetap mengucap keagungan Tuhan. Saya pun senam jantung untuk yang kedua kali. Saya pun jalan perlahan, karena jalan perlahan adalah cara jitu melewati anjing, katanya. Meskipun telah jalan perlahan, tetap saja badan gemetar dan membuat jantung berdebar. Lima menit kemudian, akhirnya saya telah sampai di tempat tinggal dengan selamat.
Pertanyaan besar yang muncul dalam benak saya ialah, kenapa pemilik anjing membiarkan begitu saja peliharaannya yang mana rumah pemilik berada di dekat masjid. Walaupun anjing sebenarnya adalah hewan yang tak membahayakan, akan tetapi tetap saja berbahaya bagi orang yang tak pernah tinggal dalam keliaran anjing, seperti saya. Kejadian ini tak hanya saya alami sekali, bahkan sudah tiga atau empat kali terjadi.
Menurut saya, pemilik anjing entah dengan sadar atau tidak, tak memiliki rasa toleran yang dibutuhkan dalam hidup bermasyarakat. Saya tak bermaksud menyinggung sara, karena sebagai manusia, pasti mempunyai salah dalam kehidupan bermasyarakat, tak ada yang terkecuali. Mungkin tak hanya saya yang mempunyai pandangan ini, melainkan orang lain pun demikian.
Hidup yang penuh toleransi merupakan modal penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa bernegara. Dan terkadang hal sekecil yang dianggap sebagai suatu kewajaran, bisa menjadi pemecah rasa saling toleransi dalam bermasyarakat.
Hidup saling menghormati pandangan satu sama lain sangatlah indah, terasa aman, nyaman dan damai. Akan tetapi terkadang, sikap itu sangatlah sulit untuk dibangkitkan dalam kehidupan bermasyarakat. Yang terpenting bagaimana caranya berusaha untuk membangkitkan rasa toleran tersebut. NO SARA !
Salam !
Indonesia Raya, 16 Januari 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H