Mohon tunggu...
Rade A. Ludji
Rade A. Ludji Mohon Tunggu... Guru - Kisahku sejarahku. Sejarahku bisa jadi bagian dari sejarahmu

asal NTT, sabu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Satu Menit Saja

7 April 2019   08:50 Diperbarui: 7 April 2019   09:29 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rade Ludji

Terlambat telah menjadi hal yang wajar bagi kebanyakan orang. Hampir dalam segala aspek kehidupan hal ini bisa terjadi. Janjian meeting, terlambat. Janjian jemput, terlambat. Janjian ketemuan, terlambat.  Urusan pekerjaan, terlambat. Deadline, dan lain sebaginya.

Dengan berbagi alasan, selalu ada toleran bagi yang terlambat. " sorry, tadi ada urusan mendadak. Sorry, tadi tadi ban pecah. Sorry,tadi bangun late".

Begitulah beberapa alasan untuk diminta pengertiannya. Alasan dan tolerir tersebut membangun sebuah budaya bahwa terlambat adalah hal yang wajar jika memiliki alasan logis.  

Sebagai orang yang dibesarkan dalam lingkungan seperti ini, merupakan sebuah hal wajar pula jika terlambatnya hanya satu menit. Satu menit saja,tidak perlu merasa bersalah. Satu menit saja, tidak merugikan siapapun. Satu menit saja  tidak begitu penting. Satu menit, tidak lama. Dan masih ada alasan untuk mengatakan satu menit saja.

Belajar dari Michael Bates, Menteri negara parlemen inggris. Salah satu tokoh yang menginspirasi saya untuk tidak mengabaikan satu menit saja. Michael Bates, memutuskan mundur dari jabatannya karena terlambat satu menit untuk menghadiri acara parlemen.

"Saya ingin menyampaikan permintaan maaf kepada Baroness Lister atas ketidaksopanan saya. Saya sangat malu tidak berada di tempat ini tepat waktu, oleh karenanya saya menyampaikan pengunduran diri saya kepada Perdana Menteri, yang akan dilakukan secepatnya". Kata Bates

Bagi Michael bates, terlambat adalah sebuah aib yang tidak bisa ditolerir. Terlambat berarti tidak menghargai waktu dan orang yang dengannya ia buat perjanjian. Terlambat dapat merugikan negaranya.

Memberantas  sesuatu yang sudah membudaya dalam diri bukanlah perkara mudah. Tidak sesederhana dalam imagi. Jatuh-bangun selalu menjadi teman. Namun demikian, hal tersebut bukanlah sebuah alasan bagi kita untuk terus jatuh dan terus mengembangkan budaya terlambat.    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun