Sejumlah pihak mengkritik keras RUU tersebut dikarenakan rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) yang diusulkan pemerintah mencabut 3 undang-undang terkait pendidikan.
RUU Sisdiknas tidak layak disahkan. Jika diberlakukan, itu akan mengarah pada pendidikan yang berpisah, komersial, liberal, dan menimbulkan kontroversi.
Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Seketaris Majelis Pendidikan Dasar & Menengah (Dikdasmen) Muhammadiyah Alpha Amirrachman “RUU ini cacat, bukan hanya dari berbagai sisi subtansi, tetapi juga dari prosesnya yang tidak transparan dan minim partisipasi masyarakat. Bahkan perancangnya pun sampai sekarang tidak pernah dibuka identitasnya oleh kemendikbudristek."
Salah satu yang menjadi sorotan adalah Penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan. Pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 2003 pasal 33 dijelaskan bahwa “bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan menjadi bahasa pengantar dalam pendidikan nasional” tetapi pada RUU SISDIKNAS tidak dicantumkan pasal atau ayat tentang bahasa pengantar pendidikan.
Bahasa Indonesia memegang peranan penting baik secara lisan maupun tertulis. Salah satu fungsi bahasa Indonesia adalah sebagai pengantar dunia pendidikan. Oleh karena itu, kebijakan yang berkaitan dengan bahasa harus dirumuskan secara komprehensif, sehingga pelaksanaannya dapat secara optimal dan berkontribusi dalam terwujudnya tujuan pendidikan nasional
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H