Menurut Satrapi, Revolusi Iran tahan 1979 merupakan revolusi yang normal dan harus terjadi. Namun, ia menyayangkan kenyataan bahwa revolusi tersebut terjadi di suatu negara di mana masyarakatnya sangat tradisional dan bahwa negara-negara lain hanya melihat reaksi para fanatis agama. Karena itulah, Marjane berusaha memperlihatkan pada para pembaca novel grafisnya bahwa reaksi itu bukanlah keseluruhan cerita mengenai Iran, rakyat Iran tidak semenakutkan yang diceritakan (di media internasional) dan mereka bukan “poros setan”.
Ia merasa tugasnya sangat berat, sehingga ia sangat terkejut apabila bukunya mendapat tanggapan hangat dari Amerika Serikat (AS). Hal itu kontras dengan apa yang ia dengar dari berita mengenai kebijakan Amerika (AS) yang sedang memerangi teroris dan menganggap Iran sebagai kawan Al Qaida – salah satu teroris paling diburu AS. Padahal menurut Marjane, Al Qaida adalah kelompok Sunni sedangkan Iran dipimpin oleh pemerintahan Syiite.
Ternyata, masyarakat sangat ingin tahu dan mereka ingin belajar mengerti. Marjane pun berharap bila satu hari nanti terjadi ledakan bom, masyarakat akan memikirkan dua pertanyaan berikut: "Siapa yang kita takutkan? Siapa yang disebut sebagai “poros setan” bukankah mereka juga manusia seperti kita?”
Catatan:
Tulisan di sebuah kelas menulis. Bahan tulisan didapat dari berbagai sumber.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H