Mohon tunggu...
Rade Eva Febrina Panjaitan
Rade Eva Febrina Panjaitan Mohon Tunggu... wiraswasta -

Penyuka jalan-jalan yang berusaha lebih sering menulis demi mengapresiasi hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

R.A. & N.J.

29 Juni 2013   19:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:14 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

07:00 am

"Yes darling, I'm on my way... No! You definitely not coming now! Kita kan nggak boleh ketemuan dulu!! Aku bukan percaya takhyul, cuma yah... Oke, aku tenang, makanya kamu jangan bikin panik dong! Mind your own business, okay. We'll be together forever anyway... Period! Kalo gue nggak tiba-tiba berubah pikiran!" Klik, sambungan telepon terputus. Kuputus lebih tepatnya, sehingga si penelepon tidak akan mendengar kalimat terakhir yang kuucapkan. Damn, aku kembali kesulitan mencari alasan mengapa aku mengiyakan ajakan pria tolol ini beberapa bulan lalu. Oh ya, mungkin cincin yang ia sodorkan terlalu menyilaukan sampai aku mengalami amnesia ringan.

08:13 am

"Darling, liat sini dong... Angkat sedikit mukanya..." kata Ponce, make-up artist-ku, kenes.

Terpaksa kualihkan pandangan dari buku catatan kecil yang sedari tadi kupandangi. "Aku nggak mau ada kesalahan, ya Ce. Flawless. Period," jawabku datar.

Sempat kulirik keringat yang menetes di kening Ponce, padahal kami ada di ruangan ber-AC. Dia tentu tak ingin melihatku "mengeoceh" seperti pada make-up test minggu lalu.

"Itu surat cinta dari si ganteng yah, darling? Aduh, romantis banget sih kalian...," ucap Ponce lagi karena melihatku sesekali melirik selembar kertas di tengah buku catatanku. Aku cukup memberikan sekilas lirikan tajam untuk membuatnya terdiam dan tidak mengomentari setiap gerak-gerikku. Kemudian, segera kubenamkan buku itu ke dalam clutch di pangkuanku.

09:42 am

"Jeng Riska, untuk ke-3.000 kalinya gue bertanya: 'Lo yakin'?" seru Tania di ujung sambungan telepon. Teman tergilaku itu sedang menjalankan tugas PTT di pedalaman Kalimantan. Sayang memang dia tidak bisa datang ke Jakarta untuk menghadiri hari bersejarah ini, tetapi ia justru yakin tidak datang setelah kukatakan supaya ia menikmati masa lajang sepuas mungkin dan menghadiri acaraku hanya akan mengurangi kepuasan itu.

"Not really... But I like the ring and the rush of adrenalin so far," jawabku singkat.

Terdengar hembusan nafas panjang Tania sebelum ia kembali berkata, "Memang kau perempuan gila. Tapi memang lebih gila orang yang mau-maunya menggilaimu... Well, I wish you all the best dan semoga paranoid lo nggak sering kumat. Amen!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun