KETIKA saya SMA, ada dua figur yang saya kagumi. Bukan figur orang atau tokoh tertentu tapi tokoh yang memainkan peran tertentu. Pertama, saya kagum kepada sosok yang tampil di podium untuk berbicara.Â
Saat itu saya belum bisa menilai apa yang menjadi bahan materi si pembicara tersebut. Saya hanya menilai sosok itu adalah sang pemberani dan pintar. Berani karena sangat jarang orang yang mau tampil bicara di depan publik. Pintar karena bisa menyampaikan gagasan kepada orang banyak.
Sosok kedua yang saya kagumi adalah orang yang menulis artikel di koran. Menulis beberapa kolom membutuhkan bahan untuk ditulis. Penulis pasti pembaca yang rajin, penulis pasti melalui proses trial and error. Tapi penulis adalah orang yang berani memulai dan juga berani mengakhiri.Â
Berani mencoretkan kata pertama dan berani meluangkan waktu sampai coretan kata terakhir. Banyak cerita orang yang memulai menulis tapi frustrasi ketika memulai kalimat pertama.Â
Ide macet takut salah, ujung-ujungnya tidak melanjutkan proses kreatif tersebut. Kalau mengambil analogi pertandingan, orang model tersebut menyerah sebelum bertanding.
Sewaktu saya kuliah di sebuah perguruan tinggi di Cirebon minat menulis saya diakomodir oleh sebuah lembaga yang menyediakan pelatihan diklat jurnalistik.Â
Sebenarnya saya hanya ingin belajar menulis, bukan untuk menjadi wartawan. Tapi saat itu saya tidak terlalu mempermasalahkan apakah akan menjadi wartawan atau menjadi penulis.Â
Proses belajar dimulai, saya banyak bersentuhan dengan wartawan, kantor redaksi, surat kabar dan bergaul dengan penulis-penulis lain. Di awal-awal bertemu dengan para penulis senior, saya hanya menjadi pendengar yang baik dan banyak menyerap ilmu dari mereka.
Mulailah proses membuat artikel. Dengan menggunakan mesin ketik merk 'Brother', lembar demi lembar ide saya tuangkan ke atas kertas HVS ukuran A4. Tujuan tulisan tersebut adalah dimuat di surat kabar.Â
Tulisan pertama masih belum dimuat, tulisan kedua juga belum dimuat sampai tulisan ketiga masih belum bisa muat juga. Sampai tulisan keempat baru bisa dimuat di halaman dalam surat kabar lokal di Cirebon tersebut. Wow... surprise banget.Â
Senang.... senang  karena perjuangan selama ini untuk menuangkan gagasan dan ide yang diketik huruf per huruf, kata per kata, kalimat per kalimat, diapresiasi di sebuah media yang dibaca oleh banyak orang.